21. Membully lagi
Tidak heran lagi membuat ulah di sekolah menjadi kebiasaan Ucup dan temen-temannya. Memalak, merundung, bolos, sudah menjadi rutinitas mereka. Namun, saat ini mereka tidak bisa melakukan hal itu lagi karena peringatan dari pihak sekolah. Jika ketahuan maka mereka akan dikeluarkan, ditambah ancaman dari orang tua masing-masing yang bermacam-macam.
Dari kelimanya, hanya Sidik yang memilih berpisah. Kini tinggal mereka berempat yang masih menjalin hubungan baik—Ucup, Akbar, Evelin, dan Gretel. Gretel sempat memutuskan tali persahabatan. Namun, memilih kembali karena sulit meninggalkan kebersamaan dengan para sahabat, walau kebersamaan mereka membawa pengaruh buruk baginya.
Gretel dan teman-temannya kini hanya bisa mem-bully Hansel. Namun, teman-temannya tidak bisa bertindak lebih mengingat cowok itu saudaranya. Bosan cuma bisa menyuruh cowok ramah itu menjadi pesuruh membawa makanan mereka, Akbar pun mengajak teman-temannya untuk berbuat sesuatu.
“Guys, sini-sini mendekat,” ajak Akbar meminta Gretel, Ucup, dan Evelin untuk mendekati wajahnya.
Ketiganya pun menurut bahkan Hansel yang bersama mereka—ngumpul di meja panjang kantin tempat biasa Hansel jadi waiter tanpa gaji—ikut penasaran dan mempertajam indra pendengarannya.
“Pulang sekolah kita beraksi. ‘Ntar anaknya aku yang bawa, kalian tunggu aja di kebun Gang kelinci,” ucap Akbar berbisik agar omongannya tidak di dengar anak-anak di kantin.
Walaupun, Hansel mempertajam indra pendengarannya, tetap saja percakapan mereka tidak terdengar jelas. Yang ia tanggapi Gretel dan teman-temannya akan berkumpul di suatu tempat. Ia berpikir, mereka mau kemana? mau ngapain? Kenapa harus bisik-bisik? Firasatnya tidak enak, ia takut Gretel akan berbuat macam-macam di sana.
“Aku harus ikuti mereka,” ucapnya dalam hati. Ia harus pastikan tidak akan terjadi hal buruk yang akan dilakukan kembarannya. Jika, bisa ia harus mengentikan hal itu.
***
Hansel tidak sendiri. Ia ditemani Mail untul membuntuti Gretel dan gengnya. Mereka bertiga—tanpa akbar keluar dari gerbang sekolah dengan dua sepeda motor. Gretel menumpang motor matic-nya Evelin, sedangkan Ucup sendiri dengan motor Jeep miliknya.
Mail yang mengintip di dekat pos satpam berada di dekat gerbang melihat mereka pergi pun menelpon Hansel yang masih berada di parkiran untuk cepat keluar. Tak lama Hansel pun tiba dengan motornya memboncengi juniornya itu melesat laju mengikuti motor yang membawa kembarannya.
Tadinya dua cowok itu kehilangan jejak karena Hansel membawa motor pelan, mereka kalah cepat dari motor Gretel dan gengnya. Syukurlah, motor Akbar melaju melewati mereka sehingga Hansel dan Mail bisa tau lokasi yang mereka janjikan secara diam-diam.
Hansel sengaja memarkir motornya jauh dari tempat mereka ngumpul agar tidak ketahuan. Setelah itu barulah ia dan juniornya mengintip aktivitas yang akan dilakukan geng itu.
Di lahan kebun singkong, Ucup menyeret siswa berambut keriting, berkacamata, yang diboncenginya masuk ke kebun. Hansel dan Mail melangkah penuh hati-hati mengikuti temannya Gretel itu.
“Bang, anak itu siapa?” tanya Mail lirih, penasaran sambil jalan pelan-pelan.
“Nggak tau. Firasatku nggak enak. Mending kita ikuti terus mereka.”
Mail mengangguk dan mereka lanjut berjalan memasuki kebun tersebut.
Anak yang bersama Akbar terus memohon “jangan apa-apain saya, Bang” sehingga Hansel dan Mail menyimpulkan anak itu akan di-bully. Ingin langsung bertindak, tapi sebaiknya mereka memastikan dulu kebenarannya.
Terlihat Gretel, Ucup, dan Evelin duduk di atas rebahan batang kayu yang ada di sana. Ketiganya bangkit di saat Akbar datang membawa siswa itu. Mail dan Hansel mengintip di balik semak-semak rerumputan tinggi.
Keempatnya merindukan suasana ini, merundung orang lemah menjadi kebahagiaan tersendiri. Evelin meminta dompet anak lemah itu, anak itu langsung memberikannya tanpa ragu karena rasa takut yang melimutinya. Sayangnya, uang yang ada di dalam dompet hitam itu jumlahnya sangat sedikit, hanya sepuluh ribu, dibagi empat cuma dapat sedikit. Untuk beli roti dan minuman mana cukup.
Ucup mendorong anak itu hingga tersungkur di atas tanah, kemudian mereka serentak menendang-nendang tubuh anak itu.
Dua cowok yang mengintip di balik semak itu merasa sedih bercampur emosi melihat seseorang diperlakukan seburuk itu. Mail bahkan merekam aksi mereka tampa ragu. Hansel hati nuraninya terus memberontak, memicunya untuk menghentikan kekejaman mereka. Cowok ramah itu tanpa pikir panjang keluar dari persembunyian. Mail yang masih sibuk dengan ponselnya, tercengang melihat kenekatan Hansel.
“Berhenti!” teriaknya sehingga Gretel dan teman-temannya terkejut, menghentikan aksi mereka, menoleh ke arahnya.
“Kenapa kau bisa ada di sini? Kau ikuti kami?” tanya Akbar menjauh dari anak lemah itu, lalu berhadapan dengan Hansel dengan mata berapi-api.
“Hansel?” ucap Gretel lirih, tidak percaya saudara kembarnya berada di sini. Ia melangkah mendekati Hansel, berdiri di samping cowok itu. “Pulang. Kalau kamu tidak mau, maka akan aku sebarkan foto itu,” ancamnya berbisik di telinga cowok itu.
“Kamu boleh memukulku atau melakukan apa pun kecuali hal itu. Tapi jangan siksa dia, dan jangan lakukan hal buruk lagi pada orang lain.”
“Stop ceramahin aku. Pulang sana! Atau mau aku se—” Gretel sengaja tidak melanjutkan ucapan karena Hansel pasti tau apa yang ia maksud.
Hansel pun pergi, bahkan ia meninggalkan Mail yang masih bersembunyi di balik semak. Ia sadar setelah tiba di dekat motornya. Ingin balik ke sana, tapi ia takut dengan ancaman saudara kembarnya. Maka ia mengirimkan chat pada juniornya itu, memberi tau bahwa ia harus pulang duluan. Alasannya mau les, tapi Mail tidak percaya sama sekali. Ia yakin pasti ada kaitannya dengan foto yang dibahas Miko tempo hari.
Gretel dan teman-temannya kembali melajutkan aksi mereka. Mail pun akhirnya keluar dan berdiri di dekat mereka. Mereka juga terkejut.
“Oh, rupanya Hansel nggak sendirian, Guys. Ngapain kau masih di sini. Pulang sana!” teriak Ucup membelalakkan matanya.
“Aku nggak bakal pulang sampai kalian berhenti mem-bully anak ini,” ucapnya dengan tubuh gemetar.
“Baiklah, kami akan mengabulkan permintaan kau. Tapi ...,” Akbar tersenyum miring, “kau yang kami habisi.”
“Ide bagus, tuh,” balas Ucup ikut tersenyum iblis.
Tanpa ragu mereka bertiga, kecuali Gretel mendekati Mail, langsung menendang cowok berkulit putih itu. Mail tidak bisa mengelak karena lawannya banyak. Ia pasrah digebukin. Namun, gadis berponi itu mencegat teman-temannya.
“Stop! Jangan sakiti Mail!” Gretel berteriak agar teman-temannya berheti menendang mantan temannya itu.
Ketiganya pun berhenti menendang dan menatap tak suka pada gadis itu.
“Kamu masih peduli padanya? Temanmu dia atau kami, sih?!” tanya Akbar ketus.
“Mail berdiri,” pinta Gretel dan Mail pun menurut. “Ayo, kita pulang,” ia mendekati cowok itu, mengenggam pergelangan tangan Mail dan membawa cowok itu pergi meninggalkan teman-temannya.
“Wah, parah tuh, anak. Dia lebih milih anak itu dibandingkan kita. Teman nggak guna,” rutuk Evelin yang kesal dengan kepergian Gretel.
“Udah biarin aja dia. Yuk, cabut,” ajak Ucup.
Mereka pun pergi meninggalkan siswa lemah itu, merasakan sakit di sekujur tubuhnya akibat perbuatan mereka.
***
Mail dan Gretel keluar dari kebun itu. Keduanya bingung karena tidak memiliki kendaraan. Motor Mail masih terparkir di parkir sekolah, sedangkan Gretel memang tidak memiliki kendaraan. Cewek itu pergi-pulang sekolah menumpang pada kembarannya dan cowok itu sudah pergi duluan.
Mail mengajak Gretel naik angkot ke sekolah untuk menjemput motornya, setelah itu barulah ia mengantar cewek itu sampai ke rumahnya.
Sepanjang perjalanan Mail terus berisik menasehati cewek yang diboncenginya itu. Merasa risih, Gretel pun meminta Mail untuk menepi dan ia turun dari motor cowok itu dengan wajah ditekuk.
“Kakak, mau kemana? Jangan gitu dong. Aku nyinyir begini kan demi kebaikan Kakak,” ucap Mail yang juga turun dari motornya mengejar langkah Gretel.
Gretel pun berhenti. “Kamu sama Hansel tuh sama aja, sama-sama tukang ceramah. Aku nggak suka itu,” ketus Gretel.
“Ok. Aku nggak bakal ceramah lagi. Ayo kita balik ke motorku. Rumah Kakak itu jauh, lho. ‘Ntar Kakam capek jalan kaki dari sini sampe rumah.”
Gretel menurut dan mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah cewek itu. Di atas motor Mail benar-benar diam saja awalnya. Juatru kini malah Gretel yang bercerita. Ia membahas tentang sikap orang tuanya kepadanya serta tentang Hansel yang menjadi prioritas mereka.
Karena dimintai pendapat, Mail pun membuka suara lagi, dan menyarankan cewek itu untuk bersikap baik di rumah. Gretel pun akan mencoba saran dari Mail. Mana tau berhasil dan membuat orang tuanya juga menyayanginya, sama seperti mereka menyayangi saudara kembarnya.
Hello, para reader👋
Ada yang kangen nggak sama akoh😂 (dia kenapa?)
Bagaimana kabar kalian? Semoga baik-baik saja, ya
.
.
.
Terimakasih sudah mau mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan menvote sekaligus menuliskan komentar😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro