18. Saudara yang Sungguh Tega
Di kelas cukup ramai, tapi Hansel merasa sangat sepi. Jay berada di sampingnya, tapi tidak begitu akrab dengannya. Ia hanya bisa memandang Miko dari kejauhan. Terus menyesal atas perbuatannya yang membuatnya seperti ini. Sekarang ia harus fokus mendengarkan guru di depan sana. Walaupun sulit, setidaknya bisa menghilangkan kesepiannya sementara ini.
Kring!!!
Bel pun berbunyi pertanda jam istirahat. Hansel membereskan alat tulisnya yang berserakan di atas mejanya. Selagi memasukkan bukunya ke dalam ransel hitamnya, ponsel di dalam saku celananya bergetar. Ia langsung ngeluarkan benda pipih itu dan mengangkat panggilan dari saudara kembarnya.
“Halo, Gretel.”
“Kamu ke kantin sekarang. Nggak pake lama.”
“Kantin yang mana, Gretel?” tanya cowok itu yang bingung karena kantin di sekolahnya ada dua.
“Kantin belakang. Kantin tempat aku sering nongrong ama temen-temen. Udah buruan. Awas lama!”
Panggilan tersebut ditutup Gretel. Perasaan Hansel tidak enak. Ia khawatir kembarannya itu akan berbuat sesuatu padanya. Dengan langkah terburu-buru, ia pergi ke tempat yang dikatakan adiknya itu.
Tiba di sana ketakutannya semakin meningkat. Apalagi melihat Gretel kini telah kembali akrab dengan teman-teman lamanya. Ia takut di-bully, tapi rasanya tidak mungkin meningat kembarannya itu pernah jatuh karena hal itu. Tidak mungkin mau jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Dengan langkah pelan-pelan, Hansel mendekati segerombolan itu.
“Hai, Hansel. Cepet juga kamu datang ke sini,” ucap Gretel tersenyum lebar yang pastinya bukan senyuman yang baik.
“Sejak kapan kamu mau ngajak dia makan bareng kita? Bukannya ka— ” ucapan Ucup terpotong akibat disumpal tangannya Evelin. Ia melotot pada gadis itu dan bertanya, “kamu kenapa, sih?”
“Nggak pa-pa. He-he ....” Evelin terkekeh.
Hansel masih berdiri di belakang Akbar dan berdiam diri, sehingga Gretel pun memintanya untuk duduk.
“Kamu duduk gih, Sel. Tuh di samping Akbar masih ada tempat kosong,” ucapnya sembari matanya mengarah ke kursi panjang di depannya.
Hansel pun menurut saja. Ia masih bingung dengan tujuan adik kembarnya membawanya ke sini.
“Pesen yuk. Perutku udah keroncongan, nih,” ucap Ucup sembari mengelus perutnya yang agak buncit.
“Ok. Kalian mau pesen apa? Uangnya kasih aja ke Hansel. Biar dia yang bawain makanan kita,” ucap Gretel dengan santainya, sehingga membuat ketiga temannya kaget mendengar perkataannya.
“What?” ucap Evelin kaget.
Akbar tertawa kecil. Ternyata temannya itu masih sama seperti yang dulu.
“Ini beneran Hansel yang bawa pesenan kita? Kamu beneran lakuin ini pada suadara kamu sendiri, Tel?” tanyanya dengan heran dengan sikap temannya yang tidak disangka-sangka akan melakukan hal itu pada kembaran sendiri.
“Beneranlah. Kamu mau kan, Sel?” tanya Gretel dengan lembut.
Hansel mengangguk. Sungguh mulutnya sudah terkunci sejak menginjakkan kaki ke kantin ini. Sulit untuk berkata apa pun.
“Wow, beneran, Guys. Ya, udah kalo gitu aku mau mi ayam, nggak pake cabe, saos sabalnya dikit aja, sama minumannya Pop Ice stroberi. Ini uangnya,” ucap Evelin menaruh uangnya di depan meja Hansel.
Akbar, Ucup, dan adik kembarnya juga menyebutkan pesanan mereka. Cukup ribet mengingat makanan dan minuman apa aja yang akan dibeli. Untunglah otak Hansel pintar, jadinya ia ingat semuanya. Ia pun beranjak dari kursinya dan pergi ke masing-masing kios untuk membeli makanan.
Sangat lelah menjadi Waiter mendadak seperti ini. Harga dirinya sedikit turun. Namun, ia tidak bisa menolak mengigat aibnya kini ada ditangan kembarannya. Terpaksa ia terus mengikuti kehendak gadis itu. Tidak tau entah kapan semua ini berakhir.
***
Mail merasa ada yang kurang. Ya, itu karena Gretel tidak berteman dengannya lagi. Pikirannya terus bertanya-tanya kenapa Gretel kembali berteman dengan teman-temannya yang nakal itu. Kenapa tidak memilihnya untuk dijadikan teman. Padahal ia bisa membawa hal positif ke dalam hidup gadis itu.
Mail pergi ke toilet. Kebetulan sekali Mail bertemu Hansel di sana. Ini kesempatannya untuk menanyakan hal-hal yang terus bersarang di kepalanya.
“Bang Hansel,” sapa Mail yang melihat Hansel keluar dari toilet.
“Hai, Mail. Aku duluan, ya.”
“Eh, tunggu dulu, Bang. Ada yang mau aku tanyakan.”
Mereka pun berdiri menepi agak jauh dari toilet tepatnya di dekat pohon.
“Ok. Kamu mau tanya apa? Selagi aku bisa jawab akan kukatakan.”
“Kak Gretel kan nggak dibolehin lagi berteman dengan Bang Ucup dan gengnya. Terus kenapa Kak Gretel balik berteman dengan mereka, Bang? Apa dia nggak takut ancaman papanya?” tanya Mail yang cukup tau permasalahan itu karena Gretel sempat curhat padanya.
Hansel bingung mau jawab apa. Tidak mungkin ia kasih tau permasalahannya pada adik kelasnya itu. Ia tidak mau orang lain sampai tau. Cukup ia, Gretel dan Miko tau hal memalukan itu.
“Aku nggak tau, Dek. Udah aku larang tetap aja kembaranku itu nggak mau dengerin aku. Sudahlah biarkan saja. Toh, dia juga udah nggak kelihatan nge-bully murid-murid lain.”
“Justru aku sekarang penggantinya,” ucap Hansel dalam hati.
“Tapi Bang itu nggak ngejamin Gretel nggak mem-bully lagi, selagi masih bersama dengan mereka. Tolong larang Gretel berteman dengan mereka, Bang.”
Sebenarnya Hansel juga ingin begitu. Namun, sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hidupnya saja kini sudah diatur oleh kembarannya.
“Maaf, Mail, aku nggak bisa. Aku lelah terus menasehati dia. Nggak ada yang mau kamu tanyain lagi kan? Kalau gitu aku duluan, ya.” Hansel pamit, lalu ia pergi meninggalkan Mail dengan rasa kecewa yang mendalam.
Cowok berkulit putih itu tidak tau harus berbuat apa lagi untuk mengembalikan Gretel bersamanya. Ditelpon saja tidak diangkat. Apakah ia harus menemui gadis itu secara langsung. Tapi, ia juga takut akan dihabisi teman-teman Gretel. Di-bully itu menyakitkan, dan ia tak mau mimpi buruk itu kembali menerpanya.
***
Dua gadis yang telah bersahabat sejak duduk di bangku SMA itu tampak menenteng belanjaan di sebuah Mall ternama di kota Pekanbaru. Serasa sudah cukup berkeliling dan membeli barang-barang, mereka pun mau pulang. Namun, selagi jalan salah satu dari kedua gadis itu melihat dua pasangan yang tak asing di matanya.
“Gretel, coba kamu liat di sana,” ucap Evelin menunjuk orang yang dimaksud. “Itu Mela kan?”
“Mana?” mata Gretel menyipit mengamati orang yang dimaksud temannya. Setelah melihat Mela, matanya pun membulat, “Iya itu Mela. Wow, ternyata sekarang dia udah punya pacar. Penasaran aku sama wajah cowoknya. Ganteng nggak, ya?”
“Ayo kita samperin dia. Aku yakin pasti lebih ganteng pacarmu Justin.”
“Belum tentu kita kan belum liat.”
Ke dua gadis itu jalan terburu-buru mendekati pasangan itu. Saat hampir mendekat, Gretel merasa tidak asing dengan postur tubuh cowok itu. Sayangnya mereka tidak jadi nyamperin Mela karena ponsel Gretel berdering. Hansel menghubunginya untuk menyuruhnya segera pulang perintah papanya. Selagi menjadi anak baik di rumah, Gretel pun langsung pulang, tapi rasa penasaran dengan cowok Mela tidak hilang dari benaknya.
Jahat sekali ya Gretel
Kalian kalo punya saudara kayak gitu mau diapakan?
.
.
.
Jangan lupa vote dan komen
Terima kasih sudah mampir😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro