Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09. Tempat Ternyaman


Tok! Tok! Tok!

Santi menggedor pintu di hadapannya sangat kuat, seperti ingin menghancurkannya, karena ia sangat kesal dengan seseorang di dalam sana yang tak kunjung membukakan pintu untuknya. Kali ini ia berteriak dengan amukan yang masih bisa dikontrol.

“Gretel, bukain pintunya!”

Sudah biasa bagi seorang Gretel belum bangun di jam-jam seperti ini. Libur sekolah ia manfaatkan untuk bobo cantik alias bangun siang. Kini sang mama teriak-teriak di balik pintu kamarnya. Suara Santi yang seperti penyanyi rock itu pun mampu membangunkan Gretel sehingga membuat kupingnya sakit.

“Apaan sih, Mama, gangguin orang tidur. Padahal tadi tu mimpinya keren banget. Aku ketemu Naruto,” rutuknya dengan keadaan setengah sadar, mengucek-kucek mata, dan rambut kusut bak singa.

“Gretel, kamu udah bangun. Bukain, dong, pintunya. Mama ada perlu sama kamu!” ucap Santi di balik pintu.

Gretel pun bangkit dari ranjangnya, melangkah menuju pintu bercat putih itu, membukakan pintu untuk sang mama.

“Ada apa, Ma? Huwa ...,” tanyanya diselangi menguap tanpa menutup mulut.

“Kamu temenin mama ke pasar, ya?” pinta Santi memasang wajah ramah, sungguh berbeda dari saat ia menggedor pintu.

Gretel menggaruk kepalanya yang dihiasi rambut kusut. “Ah, males, Ma. Aku masih ngantuk. Minta Hansel aja temenin Mama. Dia pasti mau, kok,” tolaknya.

“Hansel nggak ada di rumah. Dia belum pulang. Kalo dia ada, nggak perlu juga mama minta tolong kamu, Tel.”

“Hansel memangnya ke mana, Ma? Suruh dia pulang aja. Gretel males banget ke pasar, becek.”

“Hansel pergi joging sama Miko. Dia tuh pagi-pagi udah bangun, Olah Raga. Nggak kayak kamu, pemelas. Mama minta tolong aja, kamu nggak mau. Dasar, anak durhaka.” Santi mencaci putrinya karena kesal tidak mau menemaninya.

“Banding-bangingan aja terus. Anak mama, ‘kan Cuma Hansel. Aku mah apa? Mungkin cuma anak pungut yang Mama, Papa pungut di tong sampah. Nggak pernah dihargai sedikit pun.” Emosi Gretel membuncah hingga kata-kata pahit itu terlontarkan begitu saja.

Darah Santi pun ikut mendidih. Hampir saja ia menampar gadis di hadapannya itu. Namun, deringan bel menghentikan hal yang tak diinginkan itu terjadi. Wanita itu bergegas pergi membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang, dan mencoba meredupkan api yang membara di hatinya. Sedangkan, Gretel masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Pikirannya melayang hingga ia melamun mencerna ucapan yang baru saja dilontarkannya.

Aku barusan ngomong apaan, sih?” Ia menepuk bibirnya. “Semoga itu nggak benar. Ya, itu Cuma emosi sesaat. Wajahku ‘kan mirip papa. Aku ini memang anak kandung papa dan mama.

Santi membuka pintu sebelah kiri—pintu kembar yang berada di ruang tamu. Bak api di sirami air, senyum merekah muncul begitu melihat Hansel dan temannya pulang.

Hansel menyalim punggung tangan mamanya, seterusnya Miko pun malukan hal serupa.

Setelah menyapa, Miko pun langsung pulang. Hansel dan Santi masuk ke rumah. Sambil berjalan Hansel menanyakan adik kembarnya.

“Ma, Gretel udah bangun?”

“Udah tadi. Mungkin sekarang dia tidur lagi. Habis mama marahin karena dia nggak mau temenin mama ke pasar.”

Keduanya duduk di sofa panjang yang ada di ruang tengah—ruang keluarga.

“Mama jangan cemberut gitu, dong.” Hansel merangkul Santi. “Entar wajah cantiknya Mama ilang, lho. Biar Hansel aja yang temenin Mama,” ucapnya tersenyum manis.

“Memangnya mama cantik ya, Sel? Mama ‘kan udah tua, garis keriput aja udah bermunculan.”

“Mamaku itu bakal cantik sampai kapan pun. Walaupun, sudah jadi nenek-nenek, pasti tetap cantik.”

Mood Santi benar-benar mebaik berkat putra kesayangannya itu. “Ah, kamu bisa aja. Jangan-jangan kamu di sekolah suka gombalin cewek-cewek, ya? Ayo, jujur sama mama,” godanya.

“Nggak, Ma. Aku nggak pernah gombal, rayu cewek-cewek di sekolah, kok. Mama mau, ‘kan aku temenin ke pasar. Kalau gitu, aku mandi dulu, ya, Ma. Tungguin aku. Ok.”

“Ok, Sayang.” Santi pun meberikan simbol OK dengan jari-jarinya.

***

Walaupun badannya terbaring di kasur empuknya, Gretel tidak sepenuhnya tidur. Ia memandang langiti-langit, menunggu mama dan Hansel pergi agar ia bisa pergi dengan bebas.

“Tel, aku sama mama ke pasar dulu, ya!” Hansel berteriak di balik pintu kamar Gretel.

“Iya!” jawabnya, lalu bangun dari tidur-tiduran dan duduk di tepi ranjang.

Kemudian, ia segera mandi untuk meninggalkan rumah sepi ini. Pergi berkunjung ke tempat favoritnya. Tempat ternyaman melebihi rumahnya.

***

Sekantong gorengan hangat ditenteng gadis yang mengenakan topi hitam, berkacamata bulat, serta masker. Tampangnya seperti penjahat yang akan melakukan aksinya agar tidak terlihat wajah aslinya. Namun, ia bukan penjahat sungguhan. Hanya gadis yang ingin menemui teman-temannya yang kebetulan mangkal di pasar--biasanya ia tak seperti ini, hanya saja keluarganya juga berada di tempat yang sama.

"Ti," panggilnya sembari menepuk bahu Siti.

Siti anak jalan. Siti dan teman-temannya dulu pernah menolong Gretel saat dompet gadis itu dicopet. Sejak saat itu mereka berteman dan Gretel juga sesekali menemani Siti mengamen. Tempat seperti ini sungguh nyaman untuknya. Bernyanyi bersama teman, menghilangkan beban dalam jiwa.

Siti yang bahunya dipegang pun, menoleh ke belakang. Ia awalnya sedikit bingung. Namun, setelah Gretel membuka masker dan kaca matanya, ia pun mengenali temannya itu.

"Gretel. Aku kira siapa tadi. Kamu kok pake gituan, sih?"

Gretel mengulurkan sekantong gorengan kepada Siti. Kemudian, ia mengenakan kembali benda-benda penyamarannya.

"Mama dan Hansel juga di mari. Aku pake beginian biar nggak ketahuan mereka. Gimana gayaku ... keren, 'kan?" tanyanya sambil bergaya V dengan jari-jarinya.

"Keren dari mana? Yang ada kamu kayak mata-mata. Serem ...." badan Siti sengaja dibuat gemetaran.

Gretel tertawa dalam maskernya. Mereka pun pergi untuk mengamen dami sepiring nasi untuk makan hari ini.

Siapa kira, seseorang yang Gretel kenal sedari tadi memperhatikannya. Itu sebuah kebetulan karena tadi Siti dan Gretel berbincang di depan kios orang tuanya.


Jangan lupa vote dan komen
Terima kasih sudah mampir 😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro