Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05. Adik Kelas

Sebuah motor Sc***y berwarna cokelat-susu melaju memasuki SMA Nusa Bangsa menuju area parkir. Sepasang murid itu turun dari motor tersebut. Seketika motor lain memarkirkan motornya di sebelah motor mereka. Siswa itu membuka helm dan tersenyum kepada mereka.

“Kamu?” Mata Hansel membelalak melihat cowok dengan senyuman manis itu.

Cowok itu turun dari motornya menjinjing helm kuningnya. “Pagi, Kakak-kakak.”

Senyuman cerah dari siswa itu pun menular ke Hansel yang juga ikut tersenyum. Tapi, tidak untuk gadis di sebelahnya yang memasang wajah malas.

“Pagi juga.” Hansel mendekati siswa itu, lalu menepuk bahu cowok di hadapannya dengan halus.  “Wah, aku tidak menyangka kita satu sekolah. Kemarin dan hari ini aku melihatmu. Kamu murid baru, ya?” tanyanya.

Siswa itu mengangguk, “Ho-oh, aku junior di sini. Perkenalkan namaku Ismail, panggil aja Mail.” Ia mengulurkan tangannya, lalu disambut oleh tangan Hansel.

“Hansel, dan itu saudara kembarku Gretel.” Hansel menoleh sebentar ke belakang dan menunjuk adik kembarnya yang mengamati mereka. “Kami kelas sebelas.”

Gretel menghampiri mereka, kemudian memberikan helm-nya kepada Hansel. “Aku ke kelas dulu. Bye ....” Sejenak ia menatap tajam Mail dengan penuh ketidaksukaan dan barulah ia pergi.

“Kita ke koridor barengan aja,” tawar Hansel dan Mail pun setuju.

Sepanjang perjalanan mereka mengobrol-ngobrol sedikit sehingga harus terpisah di persimpangan karena mereka tidak sejurusan dan beda gedung juga.

***

“Woi! Mail, tungguin, dong! Cepet banget sih jalannya.” Teriakan Asep menggema di koridor kantin.

Mail yang mendengar namanya disebut pun berhenti melangkah dan menoleh ke belakang. Terlihatlah cowok cungkring itu ngos-ngosan mendekatinya.

“Napa pake treak-treak segala, Sep. Yuk, buruan cacing di perutku meronta minta asupan,” ucap Mail sembari memegang perutnya.

“Oke, Bos,” ucap Ucup sembari memberi simbol OK dengan jarinya.

Setiba di depan gerobak penjual bakso, Mail tampak gelisah. Ia mengeruk-ngeruk saku kemeja putihnya hingga seluruh saku celananya. Asep sudah memesan makanannya, namun Mail masih belum bergerak hingga temannya itu binggung.

“Il, kamu kok belum pesan? Mau makan makanan lain?” tanya Ucup.

“Nggak, anu—”  Mail menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal. Uang jajannya tidak ada, kemungkinan tertinggal di rumah.

“Anu apa, Il? Cepetan pesan yang lain pada ngantri tuh, ntar bisa kena marah kita kelamaan di sini.”

“Aku nggak bawa uang, Sep. Pinjam duitmu sepuluh ribu, dong.”

Asep pun langsung merogoh saku celananya. Ia menghela napas kecewa karena uang di sakunya hanya tersisa lima ribu.

“Maaf, Il. Uangku tinggal lima ribu.” Ia berikan selembar uang itu pada cowok berkulit putih itu.

“Nggak pa—“

Tiba-tiba selembar uang sepuluh ribu mendatanginya. Mail terkejut dan sorot matanya berjalan menuju sang pemilik uang.

“Kakak?” Mail terkejut bukan main melihat Gretel memberikannya uang. “Itu uang buat aku?”

“Iya. Buruan ambil dan pergi dari antrian ini!” pintanya dengan judes.

Mail tersenyum dan mengambil uang pemberian dari kakak kelasnya itu, sedangkan Asep masih bengong dengan mulut ternganga. Mail segera memesan semangkuk bakso dan pergi dari kerumbunan itu.

Selagi mencicipi bakso, sesekali ia melirik Gretel dan terkadang ia tersenyum sehingga Asep yang melihat menggeleng-gelengkan kepala.

Aku tau kakak orang baik. Tapi, aku tak tau alasan kakak menjadikan diri kakak menjadi orang jahat.

***

Di sebuah warung di luar sekolah berkumpulan murid-murid tidak biasa. Mereka adalah segelintir murid nakal yang suka membolos di jam pelajaran sekolah sedang. Tidak hanya makan dan nongkrong, ada juga yang merokok. Pemilik warung tidak mempermasalahkan itu yang terpenting dagangannya laku.

Kini di situlah Gretel berada. Duduk berkumpul bersama keempat temannya. Tawa, gurau, seakan separuh kebenciannya hilang. Tidak memikirkan dampak ke depannya.

"Nih, bagian, kamu," ucap Evelin sembari menaruh beberapa lembar uang di atas meja--di depan Gretel.

"Wow, banyak juga pendapatan kita minggu ini." Gretel tersenyum lebar kepada Evelin, lalu beralih pandang ke Ucup yang duduk di sampingnya. "Besok kita jangan malak, Bos. Takutnya ada yang ngadu, 'kan brabe. Gimana kita nge-bully aja. Atau cari kacung buat bisa disuruh-suruh, gitu"

"Boleh juga." Ucup mengangguk-angguk.  "Oke, besok tugas kita ganti." Ucup berdiri memberi tau anggota geng-nya.

Semuanya antusias, kecuali Sidik yang tiba-tiba menyinggung sesuatu.

"Kok bisa ya, Gretel sama kembarannya beda banget?" tanya Sidik begitu saja sembari mengaduk-aduk jus mangga dengan sedotan.

"Maksud kamu apa?" tanya Gretel sinis.

"Bukan apa-apa, hanya saja kalian itu bagaikan langit dan bumi. Hansel yang sangat perfect punya kembaran yang berandal kayak kamu." Sidik tertawa kecil.

Muka Gretel merah padam. Bom sebentar lagi akan meledak. Dan saatnya untuk mengeluarkan sumpah-serapah.

Namun, air datang sebagai peredup api.

"Udah, Gretel. Kamu jangan dengerin Sidik. Nggak ada gunanya marah-marah sama cowok gila kayak dia." Akbar memegang bahu Gretel dan membawanya duduk kembali.

Sidik kini tertawa lepas. Ia merasa puas karena berhasil membuat emosi temannya itu.

Demi apapun Gretel tidak suka dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya itu. Cukup di rumah saja ia dibanding-bandingkan oleh orang tuanya. Dia tak mau teman-temannya ikut-ikutan.


Jangan lupa vote dan komen
Terima kasih 😄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro