03. Kelakuan Gretel
Lampu sudah gadis itu matikan beberapa jam yang lalu, namun rasa kantuknya tidak kunjung datang. Di dalam gelap matanya masih terbuka menatap langit-langit kamar yang dihiasi glow in the dark berbentuk bintang-bintang beragam ukuran. Cahaya kecil masih menemani dari benda plastik itu.
Gretel masih kepikiran dengan kepergiannya besok. Pikiran itu terus menghantuinya sampai tengah malam. Ia meraba nakas di dalam gelap untuk mengambil ponselnya. Dilihatnya jam di benda pipih itu yang menunjukkan pukul 02.13 WIB.
Frustasi karena tidak bisa tidur, ide liar seketika datang menghampirinya. Ia mencari kontak Akbar lalu mengirimkan sebuah pesan.
Gretel:
Akbar, kamu belum tidurkan?
Ia yakin temannya yang satu itu belum tidur mengingat hobi begadang hanya untuk bermain game. Apalagi di hari libur seperti ini, pasti bisa sampai pagi cowok itu bermain game.
Sepuluh menit berlalu, tapi rasanya lama sekali menunggu balasan dari cowok itu. Tidak mau terus menunggu, ia pun menelpon teman se-gengnya itu.
“Apaan sih? Nelpon malam-malam gini, gangguin orang tidur, tau. Hua ...,” ucap Akbar di seberang sana membuat nada seolah-olah dia menguap khas orang mengantuk.
“Jangan bohong, Bar. Aku dah kenal banget siapa kamu,” ucap Gretel dengan intonasi rendah agar Hansel yang kamarnya berada di sebelahnya tidak tau bahwa ia menelpon tengah malam.
“He-he tau aja, kamu. Btw, tumben banget nih nelpon malam-malam. Ada masalahkah?”
Gretel menceritakan masalahnya yang tidak mau pergi besok ke rumah neneknya. Mendengar itu Akbar awalnya tertawa, namun ia mau menolong temannya keluar dari masalah itu.
Sebelum keluar dari kamarnya, gadis itu merobek selembar kertas dari buku tulisnya, lalu menuliskan pesan di sana. Agar tidak ketahuan ia rela melis dalam gelap yang hanya bermodalkan senter ponselnya.
Tiga puluh menit setelah Gretel menutup percakapan di ponselnya, Akbar sudah tiba di depan rumah bercat biru berpagar besi hitam. Motornya sengaja diparkirnya sedikit jauh agar tidak ketahuan. Sebelum cowok berkulit sedikit gelap itu ingin menelpon, Gretel sudah keluar tepat dibelakangnya sehingga membuatnya terkejut. Syukurlah cowok itu tidak berteriak, jika iya rencana kabur bisa batal dan lebih gawatnya bisa-bisa orang tuanya Gretel berpikir yang bukan-bukan padanya. Membayangkannya saja sudah ngeri.
"Kamu kok bisa datang dari situ?" tanya Akbar penasaran dengan gadis berkuncir kuda di hadapannya itu.
"Aku lewat pohon mangga tetangga, he-he," jawab Gretel menampakkan deretan gigi putihnya. "Motor kamu mana?" tanyanya yang tidak menemukan kendaraan cowok ber-hodie hitam itu.
"Ada di ujung sana." Akbar menunjuk ke arah motornya berada.
Gadis itu menyipitkan matanya mencari motor butut Akbar. Sejauh mata memandang tidak kelihatan motor butut tersebut karena gelap dan juga jarak yang sedikit jauh.
"Ma--" belum selesai Gretel mengucapkan sepatah kata, Akbar sudah dulu menarik pergelangan tangannya dan membawanya pergi menuju motor butut kesayangan cowok hitam manis itu. Mereka pun kabur pergi ke rumah Akbar yang sederhana.
***
Seseorang tampak tidur pulas di ranjang bersepraikan gambar tokoh super hero, Super Man. Hingga cowok hitam manis itu masuk dan membangunkan seseorang yang tidur di kamarnya.
"Tel, bangun. Orang tua sama kakakku udah pergi kerja. Kamu udah bisa pulang sekarang," ucap Akbar. Namun, gadis itu tidak mendengarkannya.
Kesal karena Gretel tidak kunjung bangun, akhirnya Akbar merampas guling yang dipeluk gadis itu, lalu memukul tubuh kurus Gretel.
Gretel pun bangun. Ia langung duduk dengan mata yang belum terbuka.
"Hua ... Aku masih ngantuk, Bar. Biarkan aku numpang tidur bentar di kamarmu." Gretel kembali merebahkan tubuhnya lagi, kali ini menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Akbar yang tidak tegaan membiarkan gadis itu tidur di kamarnya, walaupun ia sendiri juga mengantuk. Ia keluar dari kamarnya, memilih tidur di kamar kakak perempuannya.
***
Tak terasa waktu sungguh cepat berlalu. Liburan telah berakhir, anak sekolah sudah mulai melakukan aktifitas rutinnya yaitu menuntut ilmu di sekolah.
Lima anak berseragam putih abu-abu tampak berdiri di depan lorong menuju kantin. Dua dari mereka menghambat beberapa anak yang lewat, sisanya ada yang menonton, dan ada yang menyusul salah satu temannya bila ada nuansa pemberontakan.
"Bagi goceng, dong!" pinta Evelin merangkul siswa bertampilan culun dengan kacamata yang cukup tebal serta kancing baju bagian atas yang terpasang.
"Sa-saya nggak pu-punya uang, Kak," jawabanya ketakutan hingga gagap.
Gretel yang tadinya hanya menonton aksi teman-temannya pun menyusuli Evelin yang berdiri bersama siswa culun itu. Langsung saja ia menyusup saku kemeja putih cowok itu tanpa izin dan berkata sepatah kata pun.
Ia mengeluarkan isi yang ada di dalam sana. Kini uang sepuluh ribu sudah ada di genggamannya. Kedua gadis itu mengembangkan senyuman, sedangkan cowok bersama mereka tampak sedih dengan lekukan bibir ke bawah.
"Katanya nggak punya uang terus ini apa? Kertas?!" tanya Evelin yang sudah mengambil uang di tangan Gretel lalu menunjukkannya kepada cowok culun itu.
"Itu uang untuk saya makan, Kak. Tolong kembalikan. Saya sangat lapar," mohon cowok itu dengan mata berkaca-kaca.
"Enak aja. Uang yang sudah ditangan kami nggak bisa dikembalikan. Pergi sana sebelum cowok di ujung sana menghajar kamu," ucap Gretel dengan senyum yang sangat manis tapi menakutkan. Ia menunjukkan Ucup yang bersandar di tembok sana yang juga menatap seram ke cowok culun itu sehingga cowok culun itu ketakutan melihat badan besar Ucup.
Dahi cowok culun itu telah dibanjiri peluh. Ia pun pergi dengan langkah panjang-panjang meninggalkan dua gadis itu.
"Hahahaha!" Gretel dan Evelin tertawa terbahak-bahak melihat target mereka yang sangat lucu.
Tidak hanya anak culun itu saja yang dipalak. Anak yang tampak lemah lainnya pun dimintai duit demi kesenangan semata. Apalagi Gretel sangat menikmati itu. Dengan ini luka yang didapatnya di rumah sedikit terobati.
Tanpa mereka sadari ada seorang siswa sedari tadi memperhatikan aksi mereka. Tampaknya cowok itu terkejut den tidak menyangka tindakan yang dilakukan salah satu gadis itu.
Ternyata dia sekolah di sini juga. Mengapa sikapnya berbeda dengan yang sering kulihat di luar sana? Batin cowok itu yang bingung dengan perbedaan sikap salah satu gadis yang sering diamatinya.
Jangan lupa votmennya
Maacih udah mampir😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro