Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7 Raja Mesum

Setelah kejadian makhluk biru menyerang negeri paling subur di planet Zigrora, penduduk desa mulai berbenah. Mereka mulai membangun rumah beberapa warga yang kena akibat semburan api.

Para petani sibuk membetulkan pagar yang rusak. Untungnya, tidak semua rusa dibawa oleh makhluk kadal biru. Mereka terus bekerja keras. Sebagian ladang rusak parah. Beberapa wanita ikut membantu memperbaiki.

Dari jauh berdiri sosok jangkung dengn jubahnya yang berkibar. Wajah tampan tanpa cela nyaris tertutup rambut. Ditemani seekor griffin putih dia berdiri memandang peternakan rusa. Mata pria itu beralih ke ladang. Hampir sebagian ladang sayur mayur rusak parah.

Pria itu sama sekali tidak bergeming ketika seorang Panglima Perang datang kemudian berlutut. Hanya Arden si griffin putih melirik ke belakang.

"Lapor Yang Mulia, kami sudah mendapat informasi yang Tuan minta," suara berat sang Panglima Perang membuat Penguasa Northely memiringkan kepalanya.

Merasa mendapat tanggapan dari Junjungannya si Panglima tampan berambut melanjutkan perkataannya, "Makhluk kadal biru itu namanya Argon. Kami melewati perbatasan gurun."

Alis sang Raja bertaut. Dia membalikkan tubuhnya. "Apa? Perbatasan gurun? Aku sering melewati gurun itu. Kau tahu? Tidak ada satupun yang tinggal di sana."

Normarus menelan ludahnya. Dia berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Ada, Tuanku. Mereka ada dan tinggal di sana. Mereka bersembunyi."

"Tunggu dulu." Apollo maju selangkah mendekati Normarus. "Berarti negara kita berbatasan dengan si Kadal Biru?"

Normarus Wolaf mengangguk. "betul, Tuanku."

Apollo menghela napas. "Mereka bisa saja datang kembali menyerang kita."

Normarus mendongak menunggu perintah selanjutnya. "Apa yang akan kita lakukan, Tuanku?"

Apollo menatap Normarus tajam.  "Panggil Penjaga Empat Penjuru. Dua jam lagi kita akan rapat."

Normarus mengangguk. "Baik, Tuanku." lelaki itu berdiri menuju kuda hitam kesayangannya lalu bergegas meninggalkan Apollo lagi-lagi memandang desa.

"Arden, apa kau melihat Gin?"

Makhluk buas itu menoleh ke samping kanan. "Tidak. Tetapi, aku sudah menyuruh B mencarinya."

Apollo menatap langit yang biru. Pikirannya melayang memikirkan sosok gadis yang akhir-akhir ini menghilang.  "Lagi-lagi dia pergi tanpa memberi kabar," keluh Apollo.

Tak jauh dari desa Caravajals ada sebuah dusun yang masih asri. Dandonir wilayah kecil dekat lembah. Penduduk tidak seramai dengan desa lain. Kebanyakan dari mereka adalah menamam bunga. Seperti Kraisie, Eamilic, Lilley, Sora, Fominor, Hynga, dan Boelea.

Dusun yang terkenal penghasil bunga ini berjejer rapi dan enak dipandang. Dari atas seperti karpet warna warni. Para petani bunga sibuk dengan aktivitasnya. 

Salah satu dari petani wanita berdiri sosok gadis bertudung hijau. Wajahnya tidak jelas karena tertutup rambut merah kecokelatan. Si Penguasa Udara bermanik merah pun menunggu di sisi ladang bunga. Tampaknya penunggangnya sedang asyik bercakap-cakap.

"Kau sudah beres?" tanya B ketika dia melihat Gin berjalan menuju kearahnya.

"Yap, sudah," balas Gin dengan nada riang. Di tangan kanannya yang mungil dia menggenggam seikat Sora merah muda. Bibir mungil Gin bersenandung gembira.

"Kau senang sekali hari ini."

Gin hanya tertawa renyah. B memandang gadis berambut merah kecokelatan dengan tatapan datar. "Aku ingin memberikan Sora merah muda kepada Tuan Apollo."

"Ngomong-ngomong ...."

"Apa?" tanya B malas.

"Aku mau mandi. Cuaca siang ini panas sekali."

"Ya sudah sana mandi. Pantas saja kau bau," sindir si Penguasa Udara kalem.

"Apa? Enak saja!" Burung bertubuh singa itu langsung dihujani ocehan Gin yang tidak penting. Dia terbang untuk mencari sungai terdekat.

Apollo menghentak tali kekang kuda hitam menuju hutan. Pria kharismatik itu ingin beristirahat sejenak. Dia merasa jenuh dengan setumpuk laporan yang harus dia tandatangani. Lelah, itu yang dirasakan Lelaki bertubuh seksi tersebut.

Matanya berbinar-binar senang. Dia menemukan sungai dan segera turun dari pelana kuda. Setelah mengikat tali kuda, pria yang katanya tidak mau dibilang tua segera mencari semak-semak. Sebuah panggilan alam tidak dapat terelakkan.

Baru saja dia menyibak ranting pohon, sebuah pemandangan membuatnya terpana. Seorang gadis tengah mandi di sungai setengah telanjang. Ketika berbalik sang Raja berkata," Gin."

Mengetahui ada seorang memanggilnya Gin cepat-cepat menenggelamkan tubuhnya ke sungai. Gin berteriak dengan kencang. Apollo memalingkan wajahnya yang merona hebat. Panggilan alam buang air kecil terlupakan. Dirinya pasrah sebentar lagi dimarahi habis-habisan.

"Dasar, Tua Bangka Mesum! Kau mengintip ketika aku sedang mandi!" raung Gin.

"Hei! Aku kebetulan lewat sini," elak Apollo. Dia memicingkan kedua mata saat gadis itu menatap galak ke arahnya.

"Ya sudah sana, cepat pergi dari sini!" Pemilik mata indah berwarna hijau itu dengan berani mengusir Raja Apollo.

"Huh, aku tidak mau. Beraninya kau mengusir Rajamu yang tampan ini?" Apollo tampak tidak terima diusir begitu saja.

Sebuah seringai muncul di sudut bibir Apollo. Dia ingin menggodai 'orang kepercayaan' nya. "Kebetulan ada sungai di sini jadi aku ikutan mandi saja."

Manik hijau Gin membulat. Wajah memerah seketika. Sang Raja Mesum itu tampak melepaskan pakaiannya. Gin mulai panik. Ini tidak boleh terjadi dan ya Tuhan, tubuhnya seksi sekali. Oh, tidak! Aku tidak tahan! jeritnya dalam hati.

Apollo menyunggingkan senyum mautnya ketika dia melihat mulut Gin menganga. "Ho, kau terpesona oleh tubuhku yang seksi ini?"

Gin mengerjapkan matanya berulang kali. Gawat, gadis itu terlena oleh keseksian tubuh sang Raja. Dia mendecih kesal. "Demi semua griffin bau, pergi atau kulempari Anda dengan batu!"

Apollo mengernyit dahi heran. Dia mendengkus kasar. "Apa hubungan dengan B dan tubuhku?"

Amarah Gin sudah mencapai ubun-ubun. Wajahnya merah padam. Kali ini Rajanya mulai menyebalkan. Gin benar-benar marah. Diambil batu ukuran sedang dari dalam air, lalu melempar ke arah pria yang terus menggodanya.

"Dasar Pria Tua Mesum! Pergi dari sini!" kali ini Gin tidak bisa menahan amarahnya. Dia tidak peduli apakah tubuh polosnya dilihat sama Sang Raja Tampan atau tidak.

Apollo memekik dan secepat kilat mengelak. Lemparan batu datang bertubi-tubi ke arahnya hingga dia berkata, "Iya! Iya! Aku akn pergi dari sini!"

Gin lega akhirnya pria yang katanya paling aduhai menghilang dari hadapannya. "Huh, acara mandi aku jadi tidak menyenangkan," gerutu Gin.

Apollo terus menghentak tali kekang kuda. Dia tak habis pikir mengapa Gin agak judes terhadap dirinya. Tetapi, dia masih ingat tubuh polos milik gadis yang sedang mandi sungguh membuatnya terpana. Gin kecil yang dulu dia temui sekarang sudah tumbuh dewasa.

Apollo berusaha mengusir pikirannya hingga tak sadar kepalanya terantuk dahan pohon.

"Aww!" ringis Apollo sambil mengusap keningnya. Sepertinya ada benjolan kecil di dahi. Niat mau buang air kecil tidak jadi.

"Nasibku sungguh sial!"




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro