Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 11


Penguasa Northely itu sedang gundah gulana. Bagaimana tidak? Gin, gadis yang diam-diam dia sukai masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ya, sih, dia memang tidak salah, hanya gadis itu yang boleh masuk ke kamar Sang Raja.

Apollo mengepalkan tangannya memukul dinginnya tembok luar istana. Sial, desisnya. Si Bai Yen tidak tahu malu masuk ke kamar tanpa permisi. Ya jelas, wanita berasal dari Negeri Nakka itu seekor Kitsune.

Wanita itu siluman. Dia bisa saja 'kan masuk dari mana saja termasuk dari bawah pintu. Atau, jangan-jangan dia mengintipku ketika sedang mandi? Aduh, bahaya ini. Tidak bisa dibiarkan. Membayangkan hal tersebut Apollo ketakutan.

"Apollo."

Sebuah tepukan lembut di bahu membuat pria bertubuh atletis itu terkejut. "Gyaaah!!"

"Kau kenapa sih?" tanya Bai Yen heran.

"Se-sejak kapan kau di sini dan kenapa kau mengikutiku terus?" lama-lama pria berwajah rupawan itu jengkel dengan si Kitsune cantik jelita.

"lho, memangnya kenapa? Kita kan terikat," jawab Bai Yen enteng. Dia sangat suka menggoda pria di depannya.

"Ngaco! Aku tidak terikat apaoun padamu!" sembur Apollo berapi-api. Dia hendak bersiap memasuki istana.

"Jangan lupa, aku sudah dijodohkann oleh ibumu." Bai Yen menyunggingkan senyum tipis, lelaki berubuh atletis itu menghentikan langkahnya. Kemudian dia berkata, "Ibumu berhutang budi denganku dan ... anak bungsunya dijodohkan denganku."

Apollo berbalik menatap wanita berusia lebih dari seribu tahun, namun wajahnya seperti gadis berusia tujuh belas tahun.

"Jangan mimpi kau," desisnya tajam. "Aku yang menentukan pilihan hidupku nanti, bukan ibuku apalagi kau."

Raut wajah Bai Yen berubah. Dia sangat kesal atas sikap dingin si Penguasa negeri Northely terhadapnya. Bertahun-tahun dia menunggu pria yang telah membuat wanita itu jatuh hati. Dia tidak peduli atas sikap dinginnya Apollo kepadanya, justru dia menyukai sifat acuh dan alergi terhadap wanita.

Sebuah seringai tertera di sudut bibir tipis Bai Yen. "Haha, lihat saja nanti. Tidak akan kubiarkan wanita lain mendekatimu. Kau milikku, Apollo."

*
*
*

"B, tangkap ini!"

HAP

Daging kelinci segar telah berada di dalam paruh tajam sang Penguasa Langit.

Sementara itu Gin menghampiri si Penguasa Langit sedang makan. Si pemilik bibir merah muda tak henti-henti mengoceh.

Sudut ekor mata B melirik datar dan menghela napas kasar. Hewan buas itu sudah menduga ini pasti ada hubungannya pada si-tch tua bangka tersebut. Jangan lupa pendengan seekor griffin sangat tajam.

"Kau mau daging ini? Aku bagika n--"

"Tidak mau!"

Kedua manik merah B berputar seolah mengatakan ah yang benar saja. Kalau sudah begini bakalan lama baikannya. Majikannya sering marah enggak jelas.

Ah, untung enggak aku makan dia, keluh B dalam hati.

"Kau ngomong apa?!"

B menepuk keningnya dengan sayap kanannya. Sial .... pendengarannya tajam.

"Gin!"

Keduanya menoleh. Sosok tubuh jangkung yang duduk di atas kuda itu menghampiri mereka. "Kalian sedang apa?"

....

"He-hei, ada apa ini?"

Gin langsung meraih lengan kekar sang Panglima Perang. "Normarus ayo kita pergi."

"Hei, bagaimana dengan aku?"

"Kau ngobrol saja dengan kuda Normarus."

Jawaban macam apa itu?! Raung B dalam hati. Diliriknya kuda milik Normarus yang tengah menatapnya.

"Hieeee."(ha-hallo)

"Kaaak kaaak." (hm hmm)

Hening.

Sunyi.

Hanya ada suara lebah sedang menghisap sari bunga di taman. Si Kuda terlihat canggung. Beberapa kali tapak kakinya menghentak tanah.

B melirik si kuda. Dia bisa mencium bau si kuda besi sedang gelisah. "Kaak." (Hei)

Kuda milik Normarus mengangkat kepalanya. Surai cokelat mudanya sangat indah tertiup angin. Ah, B terpana.

"Brr." (hei)

Si Kuda mati kutu.

Si B mati gaya.

Kedua hewan itu jadi kikuk dan bingung mau bicara apa. Mereka kembali diam, duduk menjauh.

*
*
*

Di dalam penjara yang lembab nan dingin, tampak makhluk biru sedang berbincang. Sepertinya dia sedang belajar berbicara bahasa Northely. Siapa yang mengajaknya berbincang?

"Nah, bagus! Kau sudah mulai fasih bicara bahasa kami." Apollo tersenyum puas.

Argon itu terlihat senang. Mata emasnya terpancar bercahaya. Terbata-bata si makhluk biru berkata, "Reje Apalla."

Apollo menggeleng. "Raja Apollo."

"Raja A-apollo."

"Nah bagus!" pengawal, buka pintu penjaranya."

Si Argon terlihat bingung. Reflek dia mundur ke dinding. Melihat itu Apollo tertegun. Rupanya dia masih ketakutan, batin Apollo.

Apollo masuk ke dalam menghampiri argon wanita yang tampak waspada. Mulutnya menganga. Napasnya memburu.

"Jangan takut," ucap Apollo pelan. Mungkin dia masih trauma, pikirnya.

"Jangan takut. Kau aman bila bersamaku."

Argon itu mau menerima ajakan Apollo. "Berikan dia pakaian."

Seorang pengawal bertubuh tambun datang memberikan pakaian. Argon itu tidak senang. Dia menyembur api ke arah si prajurit. Tentu saja dia teriak ketakutan.

Apollo menghela napas. "Yang kuminta itu pengawal wanita bukan pria. Tentu saja dia marah. Kalau sudah selesai aku menunggu di luar."

Tak lama kemudian argon itu menghampiri bersama pengawal wanita.

"Yang Mulia."

Apollo menoleh ke belakang. Wow, argon liar itu kini sudah memakai pakaian. Rok katun sepanjang betis warna biru gelap, atasan linen putih sebatas lengan. Aksen pita menghiasi di tengah baju. Rambut hitamnya diikat ekor belakang. Dia jadi manis sekarang. Jadi pangling.

Si pengawal wanita itu berdehem. Apollo jadi salah tingkah. Dia kembali bersikap seperti biasa.

Setelah pengawal itu pergi. Apollo mengajaknya jalan-jalan menuju kebun buah-buahan.

"Itu pohon."

"Pahan."

Apollo kembali menggeleng. Bukan, tapi pohon."

Argon itu mengulang ejaannya. "Pohon."

"Bagus, kau sudah mulai berkembang," ujar Apollo senang.

Tentu saja Argon biru itu senang bukan kepalang. Dia enggak sengaja menyembur api mengenai pohon. Para petani menjauh ketakutan. Apollo refleks menghindar.

Argon menghentikan semburannya.

"Kau lagi senang ya?"

Suara baritone berat itu membuat si argon itu menoleh. Mata emasnya berbinar-binar melihat siapa yang datang.

"Normarus."

"Kau sudah pakai baju ya. Cantik sekali, " puji laki-laki berambut panjang tulus.

Argon itu tersipu malu.

"Kau masih ingat Gin 'kan?" tanya Normarus. Si wanita berkulit biru itu mengangguk.

"Oh ya, kita belum memberinya nama," timpal Apollo. "Kalian ada ide?

"A," sahut B.

Argon biru itu menggeleng.

"Gina."

Si biru menggeleng.

"Aragina saja."

Argon itu tampak berpikir.

"Ah, bagaimana kalau Rognara?"

Makhluk bersisik biru itu menggangguk kencang.

"Mulai sekarang namamu adalah Rognara. Jangan takut pada kami. Kau aman  di sini."

Ucapan final dari sang Raja membuat argon bernama Rognara tertegun. Dia masih memikirkan nasib keluarga dan yang lainnya. Apakah mereka masih menyerang negara perbatasan? Apakah mereka tahu kalau kadal biru masih hidup?

Rognara tidak tahu, seseorang memperhatikannya dengan tatapan penuh selidik.

Bersambung ....

Maafkan, baru update. Huaaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro