Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Sekitar lima belas kilatan berikutnya, Tehere berenang kembali menuju kamar pengarahan. Seperti biasa, pengarahan pertama hanya akan dilaksanakan untuk Tiaki saja dan Piri baru diperbolehkan masuk di sisa kilatan terakhir.

Sebenarnya Piri akan dikabari lewat gelembung jika sudah dipersilahkan masuk, tetapi Tehere menghitung sudah cukup lama dirinya berdiam diri di aula. Jadi Tehere berinisiatif untuk langsung masuk saja.

Di lorong rasanya jadi lebih hening daripada biasanya. Tak ada ikan-ikan yang berenang lalu. Lumba-lumba yang dilihatnya tadi juga sudah tidak ada. Lalu dia mulai mendengarkan suara saat semakin dekat dengan kamar pengarahan. Semula hanya samar-samar, dan tak lama Tehere menyadari adanya nada kepanikan.

Suara itu semakin lama semakin jelas. Itu Mako! Hiu putih yang gagah itu tengah merintih dan memohon. Tehere tahu sesuatu yang salah baru saja terjadi, jadi dia bergegas berenang. Lalu Tehere merasakan itu di penciumannya.

Darah.

"Apa yang ...." Kini ekornya bergerak ragu. Kecepatan renang Tehere melambat. Dia jadi berhati-hati saat mendekati kamar. Suara Mako sekarang dapat terdengar jelas sekarang. Hiu putih itu terisak kencang. Namun, Tehere masih belum tahu apa yang terjadi.

Lalu sebuah kilatan cahaya masuk ke matanya, membutakannya sementara, tetapi matanya pulih dengan cepat. Ada suara gelembung-gelembung yang pecah di dekatnya. Tehere tahu itu ada di belakangnya, atau lebih tepatnya di balik etalase jendela istana. Tehere mengintip dari tempatnya, dan seluruh sisiknya serasa akan rontok.

Dia belum pernah melihat mahluk yang seperti itu. Dia berukuran sangat besar, kira-kira seperti Talis. Seluruh tubuhnya serba hitam, terdapat sesuatu yang aneh menempel di belakang tubuhnya, gaya berenangnya sangat aneh, kepalanya bulat mirip seperti penyu, dan makhluk itu punya dua ekor yang bergerak timbal balik! Ada sesuatu yang menyala di salah satu siripnya. Pasti itulah cahaya yang membutakan Tehere. Namun, ikan seperti apa yang bisa mengeluarkan cahaya seterang itu? Sudah jelas makhluk itu bukan ikan, atau penyu, atau makhluk apapun yang pernah Tehere lihat di Solaris.

Namun, yang membuat Tehere sangat terkejut adalah karena ada makhluk itu tidak sendiri, mereka berdua. Salah satunya tidak memiliki cahaya di siripnya, tetapi dia membawa sesuatu yang lain lagi. Terlihat tajam seperti duri bulu babi, tetapi lebih besar. Lebih daripada itu, Tehere bisa mencium aroma darah yang pekat dari mereka berdua.

Dan akhirnya Tehere tahu darimana asalnya setelah kawanan makhluk aneh itu berkumpul, sekarang mereka ada lima ekor. Lalu Tehere bahkan tak bisa lagi memperhatikan dengan baik karena dia sontak merasa mual.

Dia melihat salah satu makhluk aneh itu membawa kepala paus orca yang masih mengeluarkan jejak darah, sementara yang lainnya membawa sirip hiu.

Setelah makhluk-makhluk itu akhirnya berenang semakin jauh dari istana, Tehere bergegas masuk ke kamar pengarahan, dan ikan remora itu benar-benar terperanjat. Seluruh kamar berwarna merah, jejak darah ada di mana-mana, tubuh para paus orca tergeletak di dasar istana, dan di ujung sana dia bisa melihat seonggok tubuh tanpa kepala, dan melihat besarnya tubuh tersebut, Tehere tahu itu adalah Perdana Menteri Orca.

Tehere mendengarkan suara rintihan Mako sekali lagi, dan kali ini sudah semakin pelan. Hanya saja hiu putih itu tak terlihat di manapun. Kemana dia? Dia menutup matanya, mencoba untuk memfokuskan instingnya hanya pada pendengaran saja, dan mengabaikan segala macam bau-bauan di sekitarnya.

Ketika dia membuka mata, Tehere merasa dirinya dapat melihat ada sebuah jejak panjang berwarna merah yang berbeda, mengalir seperti arus tenang dari dalam istana menuju ke luar, melewati sebuah etalase raksasa. Mungkin dari sana lah makhluk-makhluk aneh itu masuk dan keluar.

Tehere beringsut ke sana, dan menemukan di bawah sana terdapat Mako, masih hidup, dengan seluruh siripnya sudah terpotong habis, dan tubuhnya tergeletak di atas tubuh para hiu lain yang tak lagi bernyawa.

"Mako!" Tehere bergegas turun dan memeriksa tubuh mitranya. Dia sudah sering melihat ikan mati, tetapi dia belum pernah melihat yang seperti ini. "Demi Roh Laut ... predasi gila macam apa ini?"

Mako terus merintih, tetapi Tehere berharap dia mau berbicara dan menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Mengapa semua ikan bisa terbunuh dengan mudahnya seperti itu? Sayangnya Mako benar-benar kesakitan. Sirip-sirip di tubuhnya sudah habis, dan tak lama lagi dia pasti akan kehabisan darah.

Di atas, di dalam istana, Tehere kembali mendengar suara.

"Astaga! Demi Roh Laut! Apa yang sudah terjadi di sini?!"

"Di mana Tuan Perdana Menteri?"

Tehere tahu suara-suara itu berasal dari pengawal Perdana Menteri Orca. Maui dan Matau, dua paus orca kepercayaan dan paling loyal di seluruh istana.

"Itu Perdana Menteri! Astaga kepalanya—"

"Kemana para hiu? Kenapa hanya para orca saja yang ada di dalam sini?"

Setelah itu Tehere tak lagi dapat mendengarkan dengan baik, karena Tehere merasakan ujung moncong Mako mengenainya.

"Mako ... bertahanlah. Aku akan baik-baik saja," kata Tehere, tetapi dia tahu itu hanyalah sebuah kebohongan. Tehere bahkan tidak tahu harus melakukan apa dan berkata seperti apa.

Dia bisa melihat sebuah senyuman kecil dari hiu putih itu, sebelum berkata dengan pelan. "Pergi ...."

Namun, Tehere menggeleng padanya. Dia tidak akan meninggalkan Mako sendirian di saat-saat terakhir. Mako yang sepertinya menyadari hal tersebut berkata lagi. "Mereka ... akan ... kembali ...."

"Apa? Siapa yang kembali?"

Perhatian Tehere terpecah lagi saat mendengar salah satu dari kedua paus orca di dalam istana berteriak. "Hiu! Mereka sudah membunuh Tuan kita."

Kemudian Mako mengucapkan satu kata terakhir, sebelum jiwanya dengan tenang terbebas dari tubuhnya, dan kini bergabung bersama arus Roh Laut.

"Manusia ...."

***

Talis dan teman-temannya terperanjat. Seolah ekor mereka menjadi beku dan tak mampu bergerak. Tak ada yang dapat melakukan apapun atau bahkan sekedar berkata sesuatu setelah dua paus orca menyerang dan mencabik-cabik tubuh guru mereka.

Apa yang terjadi? Mengapa paus orca itu membunuhnya? Apa mereka sudah gila? Puluhan pertanyaan merasuki kepala Talis, tetapi tak ada yang sempat terjawab. Karena kedua paus orca itu mengangkat kepalanya, dan menatap seisi kelas dengan tatapan pemangsa. Seketika Talis hanya bisa mengingat kata-kata terakhir Taranga sebelum dia tewas.

"Pergi! Menjauh dari sekolah!" teriak Talis, jiwa seluruh hiu di dalam kelas seolah baru kembali ke tubuh mereka setelah peringatan Talis, dan dengan panik mereka keluar dari dalam kelas lewat jalan mana saja yang bisa dilalui.

Namun, di saat bersamaan kedua paus orca itu juga mengejar. Keenam ekor hiu termasuk Talis berpencar. Dua lawan enam, dan Talis berharap tak ada orca yang mengejarnya, dan beruntungnya bukan dia yang dikejar, tetapi hanya beberapa kibasan sirip saja sudah terdengar jeritan keras. Itu si Hiu Martil.

Talis mengayunkan ekornya lebih cepat agar dapat segera meninggalkan sekolah. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, mengapa ada paus orca yang tiba-tiba menyerang sekolah mereka, membunuh guru dan salah satu teman sekelasnya. Lalu Talis mengetahui bahwa pemikiran itu belum sepenuhnya benar. Karena bukan hanya dua paus orca saja yang mengejar mereka.

Talis merasakan perutnya berputar saat melihat seluruh sekolah dipenuhi dengan aroma darah. Dia melihat ke kelas lain dan menemukan ikan-ikan di dalam sana berada di sudut dengan tubuh gemetaran, sedang menatap tubuh seekor hiu lemon yang tercabik-cabik. Di kelas lain Talis menemukan hiu lain yang sudah tak bernyawa, dan tubuhnya dipenuhi gigitan paus orca. Mereka semua sudah dibunuh.

Dia tahu bukan hanya dua ekor paus orca saja yang mengejar para hiu setelah berhasil mencapai gerbang depan sekolah dan terdengar suara teriakan. "Hiu!"

Talis melihat segerombolan paus orca berenang mengejarnya. Ekornya bergerak secepat mungkin untuk kabur. Berkat latihan fisiknya sebagai Konihi dia setidaknya bisa lebih cepat, dan insting tajamnya membuat Talis mampu menghindari serangan tiba-tiba dari beberapa paus. Tapi bagaimanapun, dia masih kalah jumlah.

"Ada apa sebenarnya dengan kalian! Kenapa kalian membunuh kawanan kami!"

Namun, tak ada yang menjawab pertanyaannya. Kawanan paus orca itu masih terus mengejarnya, dan Talis tak akan membiarkan dirinya ditangkap oleh otoritas apapun yang membiarkan pengejaran ini.

Dia berhasil meninggalkan sekolah dan mencapai pusat kota Solaris. Talis memanfaatkan berbagai terumbu karang di sana untuk bersembunyi dan mengistirahatkan dirinya sejenak. Lalu dia menemukan situasinya bahkan lebih parah di sini.

Talis bisa melihat puluhan hiu di arus juga berusaha meloloskan diri dari orca yang mengejarnya. Beberapa tidak seberuntung Talis, mereka berhasil tertangkap dan dihabisi di tempat. Bahkan Talis menemukan hiu yang masih kecil, yang tidak tahu cara untuk berenang dengan cepat, dimakan begitu saja. Ratusan jejak darah memenuhi pusat Solaris. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

Lalu Talis tersentak, dia merasakan sebuah sirip menyentuh bagian belakangnya. Saat dia baru saja ingin berteriak, sirip itu menutup mulutnya dengan cepat.

"Diamlah kalau kau mau hidup."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro