
Chapter 5
"Memangnya kau tidak punya kelas hari ini?" Teika, kakak Talis menyambutnya pagi ini dengan seringai mengejek. Memang berbeda dari hari-hari biasa di saat Talis selalu bangun yang lebih dahulu daripada ikan-ikan lain di keluarganya. Namun, Teika juga cukup tahu mengapa adiknya tampak kehabisan energinya hari ini. Seolah arus laut menggiring habis seluruh energinya.
"Diamlah," balas Talis menggerutu.
"Teika, berhenti ganggu adikmu dan habiskan makananmu. Kau sudah ditunggu di pintu gerbang," kata Hwari, satu-satunya hiu betina di kediaman keluarga Kua atau induk Talis dan Teika. Dia berenang ke samping Talis, memberinya daging-daging olahan dari Kementerian Pangan Karnivora. Bagi hiu seperti Talis dan keluarganya, mereka hanya diizinkan memakan makanan olahan atau plankton.
Talis tidak langsung makan, dia hanya menatap daging itu dengan mata yang seolah kosong. "Ada apa, Talis?" tanya Kauri, ayah Talis. Hiu abu-abu dengan kerutan di seluruh kulit dan bekas gigitan di siripnya. Dia dulunya seekor Khupu dan kedua keturunan jantannya sering mendengarkan kisah-kisah petualangan Kauri ke berbagai distrik dan samudra.
Suatu hari dia bertemu dengan sekelompok hiu pemotong kue yang memang selalu dikenal sebagai hiu pembawa masalah dan mereka dilarang masuk ke Solaris karena sifat mereka yang pengacau.
Kauri sendirian menghadapi mereka semua dan berhasil menang, tetapi meninggalkan serangkaian bekas luka berbentuk bulat di siripnya. Perjalanan itu juga menjadi tugas terakhirnya sebagai Khupu, dan kini dia hanya hiu tua yang menunggu kematiannya.
"Kau memikirkan sesuatu?" sambung Kauri.
Kepulan gelembung lolos dari insang Talis. "Ya. Sebenarnya daging apa yang Kementrian Pangan berikan pada kita?"
"Pertanyaan itu lagi? Entah kenapa setiap tahun kau selalu menanyakan hal yang sama. Makan saja."
"Itu sekumpulan ikan pembawa masalah yang tidak berhasil dicerna Konihi lalu dihaluskan dan dibentuk menjadi padat seperti itu," ujar Teika bercanda, dan sontak mendapatkan pukulan sirip dari ibunya.
"Sudah kubilang berhenti mengganggu adikmu," keluh Hwari, tetapi Teika tak dapat berhenti terkekeh. Dia kemudian beralih pada anaknya yang lain. "Apa ini masih soal kemarin?"
Insang-insang Talis kembali terbuka lebar. Ketika dia kembali dari pertemuan singkat bersama teman-teman lamanya, Talis disambut oleh ibunya yang memiliki insting seekor induk ikan penyayang. Dia tahu Talis memiliki masalah dan memaksanya untuk bercerita. Jadi pada akhirnya Talis menjelaskan tentang seleksi Konihi yang akan dilakukan, dan kemungkinan dirinya tidak akan berhasil. Namun, dia tidak menceritakan mengapa dia tidak berhasil. Dia tak bercerita soal Anera yang akan mempengaruhi pemeriksaan silangnya.
"Jangan khawatir, Nak. Kau tetaplah hiu kebanggaan kami. Gagal menjadi Konihi bukan berarti akhir lautan. Kau masih bisa mencobanya musim depan," kata Kauri berusaha menghibur anak jantannya.
"Dan jangan sedikitpun ragukan dirimu. Kau harus optimis bisa menjadi Konihi, tetapi kalau memang tidak, kami akan tetap bangga padamu," sambung Hwari sambil menaruh sirip halusnya di atas kepala Talis.
Setelah mereka mengatakan itu, Talis bertanya. "Lalu hal seperti apa yang dapat membuat kalian kecewa padaku?"
Pada awalnya kedua hiu itu hanya terdiam. Tak ada yang benar-benar memiliki jawaban. Sebelum Hwari akhirnya berkata. "Ya ... kurasa kalau kau membawa masalah besar pada koloni, komunitas, atau distrik Solaris. Mungkin seperti itu ...."
"Tapi kami tahu itu tidak mungkin terjadi. Kau hiu yang baik."
Talis hanya memaksakan senyum malam itu. Mungkin jawaban yang di berikan hanyalah sebuah kata-kata yang melintas semata di benak mereka, tetapi andai saja mereka tahu bahwa anak jantan mereka bukanlah hiu yang benar-benar baik, karena jauh sebelum hari ini dia pernah memakan seekor ikan malaikat, dan Talis tidak bisa membohongi dirinya kalau itu adalah rasa terenak yang pernah masuk ke dalam mulutnya.
Sarapan pagi selesai dengan cepat. Talis ternyata tidak memiliki kelas pagi ini. Itu karena dia sudah berada di penghujung sekolahnya, dan untuk Konihi akan ada lebih sedikit kelas sebelum hari pengukuhan.
"Kau yakin tidak punya kelas?" tanya Teika sekali lagi.
Talis mengerang kesal. "Astaga. Kau cerewet sekali pagi ini. Kau seharusnya sudah menjaga gerbang masuk sekitar lima kilatan lalu. Pergilah! Aku ingin menikmati pasang turun dengan tenang."
Dia tertawa. Teika bekerja sebagai Kaiki untuk menjaga gerbang perbatasan herbivora-karnivora. Berbeda dengan Konihi, menjadi Kaiki tidak membutuhkan musim belajar, tetapi hanya beberapa tes kecil dan mereka bisa menjadi Kaiki yang seharian menjaga gerbang perbatasan, menanyai setiap ikan yang masuk, dan memastikan mereka tidak membawa atau berniat melakukan sesuatu yang dapat menghancurkan ekosistem.
Teika sudah pergi, tetapi dia muncul lagi dan memanggil Talis. "Hei, adik kecil."
"Sekarang apa lagi?" tanya Talis masih menggerutu. Dia pikir Teika masih ingin mengganggunya.
"Ada seekor pari di luar. Dia mencarimu."
Talis berbalik. "Pari?" katanya terkejut. Satu-satunya ikan yang terlintas di benaknya adalah Rake. Hanya itu ikan pari yang dia kenal seumur hidupnya. Sebenarnya Talis juga memiliki satu lagi pari yang dia kenal, seekor pari manta yang ditemuinya di sekolah, dan seingat Talis mengambil kelas untuk menjadi Kaiwha, tetapi mereka tidak dekat.
"Kau yakin dia mencariku?"
"Ya. Karena seingatku hiu abu-abu yang namanya Talis Kua hanya kau seekor."
Talis berusaha mengabaikan kakaknya saat dia keluar, dan memang sesuai dugaannya. Itu Rake. Pari biru dengan corak bintik-bintik putih di sekujur tubuhnya yang lebar. Dia sudah lebih besar daripada yang Talis ingat. Lalu setelah memperhatikan lebih teliti lagi, dia menemukan ada banyak sekali perubahan pada ikan pari tersebut. Ekornya tampak lebih keras, dan di beberapa siripnya terdapat bekas luka yang besar.
"Hai, Talis."
"Rake." Talis masih tak menyangka sedikitpun kedatangan Rake kemari. Kemunculan spesies lain di komunitas hiu saja adalah hal yang sangat jarang. Meski tidak ada larangan, tetapi hanya ada sedikit ikan yang mau pergi ke kawasan karnivora. "Uh ... selamat datang. Masuklah."
"Tidak. Tidak perlu. Aku, eh ...." Rake melirik Teika di dekatnya. Hiu itu cukup sadar kalau mereka butuh privasi, jadi dia berenang pergi, kembali pada urusannya untuk menjadi Kaiki. "Apa kita bisa ngobrol sebentar? Di tempat yang jauh dari sini?"
Talis masih benar-benar pulih dari keterkejutannya, dan responnya masih lambat. "Uh ... tentu. Ikut aku," katanya dan berenang ke belakang, sebelum akhirnya dia sadar. Seharusnya dia menanyakan apa yang Rake ingin bicarakan? Mengapa dia sampai mau repot-repot mendatanginya? Mengapa setelah bermusim-musim lamanya dan baru sekarang?
Lalu Anera terlintas lagi di benaknya. Apa itu alasannya? Namun, kemarin dia dan Tehere tidak jadi menemui Rake. Kecuali Tehere memaksa untuk bertemu dengannya sendirian tanpa Talis, dan menjelaskan situasi mengenai pemeriksaan silang tersebut.
"Omong-omong, bagaimana kabarmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu," kata Talis, tetapi setelah sekian detik tak ada balasan setelah beberapa kali kibasan sirip. Dia masih Rake yang tidak suka berbasa-basi. Talis berpikir pertemuan mereka akan selesai dengan cepat.
"Baiklah. Di sini sedikit lebih sepi." Talis membawanya ke sebuah gugusan karang yang sudah memutih semua. Dulu Talis ingat ini tempat yang cukup ramai, tetapi setelah pemutihan karang terjadi, sepertinya tak ada lagi hiu yang mau menghabiskan waktunya di tempat mati seperti ini. "Jadi mau ngobrol soal apa?"
"Poha mengirimkanku pesan sonar," ujar Rake langsung memulai.
"Sonar? Kau juga punya Pearl Link?" tanya Talis sedikit takjub. Dia tak menyangka Rake dan Poha masih terhubung meski hanya menggunakan kerang mutiara itu. Bukannya gelembung pesan seperti dirinya dan Tehere.
"Itu ... tidak di sengaja. Intinya adalah dia memberitahuku tentang masalah Konihi-mu itu."
Talis mendesah. Seperti dugaannya. Meski dia tidak menyangka yang memberitahu Rake adalah Poha. "Ya. Pemeriksaan silang. Dengar, kemarin aku hanya panik dan Tehere mengatakan sebaiknya aku membahas ini bersama kalian semua, tetapi setelah bertemu Marino aku jadi sadar—"
"Tolong jangan libatkan aku, Talis," potong Rake, dan insang-insang Talis langsung menegang.
"Apa?"
"Kau dengar. Jangan libatkan aku. Aku tidak peduli apapun yang terjadi dengan mimpimu menjadi Konihi, tetapi kalau pemeriksaan silang itu benar-benar akan dilakukan. Jangan pernah sebut namaku. Mengerti?"
Mata Talis melebar. "Tidak. Aku tidak mengerti."
"Astaga kau benar-benar lamban seperti biasa." Rake berenang lebih dekat hingga wajah mereka berdua hampir bersentuhan. "Dengarkan aku baik-baik dasar hiu bodoh. Kau yang memakan Anera, dan hanya kau yang memakannya. Aku tidak pernah ada di sana. Mengerti? Jadi saat para mackerel bertanya padamu, jangan pernah sebut namaku pada mereka."
"Tapi—"
"Tidak ada tapi!" teriak Rake. "Kau tahu setelah hari itu semuanya adalah mimpi buruk bagiku. Aku menggores Anera dengan ekorku dan aku tidak pernah sekalipun menyesal sudah melakukannya. Seharusnya itu tidak pernah terjadi. Seharusnya aku tidak pernah meracunnya, dan kau tidak pernah memakannya. Seharusnya dia bertanggung jawab saja pada komunitasnya untuk menjadi pejantan dan melahirkan ratusan juvenil baru."
Ekor pari itu berkibas cepat. "Aku melakukan itu karena kupikir kita akan tetap menjadi teman. Kita semua akan tetap menjadi teman. Tapi Marino akhirnya berhenti datang, lalu Poha, dan kemudian kalian. Setelah aku menggores tubuh Anera sampai dia sekarat, dan mereka semua pergi. Tidak ada siapapun yang bertanggung jawab selain aku dan kau."
"Rake. Tenangkan dirimu—"
"Tidak! Kalau mereka tidak mau bertanggung, maka aku seharusnya juga tidak. Jadi jangan pernah kau menyebut namaku. Mengerti?!"
Lalu Rake berenang pergi. Tanpa kata-kata perpisahan, tanpa sedikitpun berbalik untuk melihat Talis lagi. Kedua sirip Talis turun, dia tahu Rake benar. Satu-satunya yang akan menanggung semua ini hanyalah Talis sendiri. Kalau Marino dan lainnya tidak mau, maka Rake tidaklah egois jika dirinya juga tidak mau. Talis juga mengharapkan itu. Dia tidak mau bertanggung jawab untuk kematian Anera, tetapi sayangnya jejak darah ikan malaikat itu sudah ada di dalam mulutnya.
Tidak seperti yang lain, dia tidak punya kesempatan.
Talis mendongak, menatap saat cahaya di atas sana mulai menghangatkan arus air. Talis membuka mulutnya, dan mulai melantunkan nyanyian untuk Roh Laut.
Roh laut, dengarkan suara lemah ini,
Di kedalaman yang sunyi, aku berbisik,
Kuingat saat gigiku merobek daging,
Karena sebuah permintaan yang egois.
Engkau berenang di sisiku,
Terang seperti kilau bintang di malam biru.
Namun, aku, si abu-abu yang lugu,
Menganggap semuanya akan berlalu.
Roh laut, aku tak meminta maaf untuk pengampunan,
Tapi untuk memahami kejatuhanku dalam kelam.
Bagaimana bisa aku menghindar dari tanggung jawab.
Beri aku arus untuk membersihkan jiwaku.
Aku hanyalah hiu yang mencari terang,
Beri aku gelombang yang keras agar aku hancur dan tahu.
Bahwa dalam dunia ini, bukan hanya tentang bertahan,
Tapi juga mengerti kehilangan yang aku ciptakan.
Roh laut, jika ada cahaya di dasar,
Bimbing aku keluar dari dosa yang memenjarakan dasar hatiku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro