Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Talis baru menyadari kalau ini pertama kalinya dia pergi ke Arus Penyu. Malah sebenarnya tak ada satupun dari mereka yang pernah ke tempat ini sebelumnya. Dulu Marino selalu bercerita tentang tempatnya tinggal dan itu membuat semua ikan penasaran, tetapi tak ada yang cukup berani untuk pergi ke sana. Apalagi Talis. "Itu tempat dengan arus yang hangat. Setiap saat kau akan melihat tarian penyu yang memukau. Itu cara kami berdoa."

"Apa ada ikan di sana?" tanya Tehere saat itu.

"Hanya berkunjung. Tak ada ikan yang tinggal di sana."

Sesuai namanya, itu adalah tempat khusus bagi seluruh spesies penyu. Penyu belimbing, penyu hijau, atau penyu sisik, dan lebih banyak lagi. Beberapa ikan bahkan menganggap Arus Penyu merupakan distrik yang berbeda walaupun sebenarnya masih menjadi bagian dari Solaris.

Menjadi tempat dengan keterlibatan sirip ikan paling sedikit membuatnya jadi semakin berbeda dengan zona yang lain. Seperti misalnya di perbatasan antara kawasan karnivora dan herbivora akan dijaga oleh Kaiki (penjaga gerbang) dari spesies yang kuat dan kebanyakan karnivora.

Sementara di Arus Penyu, gerbang masuknya dijaga oleh penyu yang terlihat lebih lemah dan rentan. Talis bertemu dengan dua penyu Kaiki sebelum masuk ke Arus Penyu, mereka banyak mengajukan pertanyaan terutama pada Talis, menggunakan suara yang tenang dan tegas di saat bersamaan. Entah pertahanan diri apapun yang mereka punya—dan Talis memang tak tahu seperti apa penyu saat menghadapi para pengacau—tetapi Talis pikir dapat menghadapi mereka dengan mudah. Namun, faktanya Arus Penyu adalah tempat yang sangat aman dari serangan apapun, dan selama sepuluh musim terakhir terdapat nol kasus yang harus ditangani oleh Konihi di kawasan ini.

Di sekolah, Talis dan teman kelasnya pernah mempelajari catatan hukum Solaris, dan dia menemukan fakta bahwa lebih dari 50% kasus kejahatan justru dilakukan oleh ikan-ikan karang, sementara itu dari ras apex seperti hiu atau orca hanya di bawah 20%. Sementara untuk permintaan mati lebih banyak diajukan oleh ikan-ikan pelagis. Kasus kematian penyu dan ikan estuari di bawah 5%.

"Menurutmu dia masih mau bertemu dengan kita?" tanya Talis sedikit canggung.

"Maksudmu Marino?" kata Poha. "Seperti kau tidak mengenal dia saja. Dia penyu yang santai. Memang sesekali sarkasmenya agal berlebihan dan terlalu banyak kelas dadakan setiap jamnya seolah-olah dia Pearl Link berjalan. Tapi, hei. Dia masih Marino, penyu dan teman kita."

Talis tersenyum padanya, tetapi gigi-gigi tajamnya menutup kembali dengan cepat. Dia senang karena Poha sependapat dengan Tehere untuk tidak menceritakan apapun seandainya pemeriksaan silang memang dilakukan. Namun, dia masih ragu pada yang lain. Mungkin Marino memang masih Marino yang dulu, penyu yang cerdas dan selalu mengucapkan berbagai fakta aneh seolah itu hal yang penting untuk mereka ketahui.

"Apa kalian tahu kalau cangkang penyu sebenarnya bagian dari tulang punggungnya? Jadi kalau punggungku benar-benar gatal ... yah, aku tidak bisa menggaruknya."

"Marino! Untuk apa kami tahu soal itu?!" keluh Rake saat itu. Memang dia yang paling banyak mengeluh atau kesal.

"Agar kalian peduli pada satu-satunya teman penyu kalian."

Namun, bagaimana kalau ketakutan Talis benar? Bagaimana jika Marino ingin berkata jujur saat pemeriksaan silang? Karena pada akhirnya dia tidak akan dirugikan jika berkata jujur. Justru dirinya malah dalam masalah jika berbohong dan ketahuan oleh para mackerel. Malah Talis sebenarnya merasa kalau Tehere dan Poha saat ini hanya berkata 'ya' untuk membuatnya tenang. Pada akhirnya mereka tidak akan berbohong untuk menyelamatkan diri masing-masing.

"Halo, ikan-ikan." Seekor penyu tiba-tiba saja menyapa mereka. Cangkangnya berwarna coklat-kekuningan, tanda bahwa dia sering naik ke permukaan untuk mencari makan. Sependek pengetahuan Talis hanya beberapa dari spesies penyu, paus, dan lumba-lumba saja yang pernah naik ke permukaan. Dia penasaran seperti apa udara itu, tetapi ayah Talis mengatakan itu zat yang beracun bagi kebanyakan insang ikan termasuk hiu. "Jangan coba-coba naik ke atas sana kalau kau ingin hidup setua kakekmu."

"Selamat datang di Arus Penyu. Aku Samsara. Ada yang bisa kubantu?" sambung penyu itu.

"Uh ... tidak. Tidak ada," kata Poha. Dia sebenarnya ingin menambahkan kata 'Tuan', tetapi takut malah menyinggung penyu ramah itu. Siklus umur penyu adalah yang paling berbeda di antara rata-rata spesies makhluk laut lainnya. Mereka baru dianggap dewasa saat melewati umur 35 tahun, sementara di umur yang sama ikan-ikan lain mungkin sudah melahirkan keturunan ke-tiga atau mati dengan tenang. Jadi bisa saja Samsara di hadapannya masihlah remaja atau malah anak-anak.

"Terima kasih, Samsara. Kami hanya ingin mencari seekor penyu," sambung Tehere. Mereka baru saja ingin berenang pergi sebelum Samsara menghentikannya lagi.

"Siapa namanya?" tanya penyu itu. "Aku kenal semua penyu di sini."

Talis melipat siripnya ke tubuh. Dia tahu kalau kawanan penyu cerdas, tetapi dia sangsi Samsara benar-benar mengenal semua penyu.

"Marino ...," kata Poha tiba-tiba, membuat Tehere mengayunkan siripnya untuk mendorong ikan buntal itu, tetapi Poha hanya menatapnya seolah berkata 'kenapa?'.

"Marino Parakai? Penyu Belimbing itu? Lewat sini." Samsara berenang tanpa menunggu persetujuan mereka. Sebenarnya tak ada yang tahu nama belakang Marino, tetapi tak ada juga yang protes soal rencana mengikuti Samsara. Mereka tetap mengikuti dari belakang.

"Apa kalian berdua Konihi dan Piri?" tanya lagi Samsara.

"Tidak, dan ya," jawab Talis.

"Kalau begitu untuk urusan apa seekor hiu, remora, dan ikan buntal seperti kalian dengan Marino?"

"Dengar. Kau penyu yang baik, tetapi kami sedang buru-buru," kata Talis cepat. "Dan kami sebenarnya tidak begitu yakin apakah ini Marino yang sama, tetapi mari cepat."

Samsara terkekeh pada hiu itu. "Di Arus Penyu hanya ada satu penyu yang mau menghabiskan waktunya bermain-main dengan ikan, dan di antara banyak Marino, hanya pejantan Parakai saja yang mau cukup bodoh untuk melakukannya."

"Tunggu, apa?" Sirip Talis sontak menegang. "Kenapa kau berpikir kami teman Marino?"

Samsara berbalik, tetapi masih terus berenang ke belakang. "Jangan khawatir, ikan-ikan. Aku tahu kalau Marino sudah berteman dengan ikan sejak lama, dia sering bercerita tentang teman-teman herbivora dan bahkan karnivora-nya. Aku hanya tidak tahu kalau itu adalah hiu, ikan remora, dan ikan buntal."

"Marino sungguh bercerita tentang kami?" kata Talis lagi, seketika dia merasa cemas.

"Sudah kubilang jangan khawatir, hiu besar. Kami penyu percaya pada kesetaraan spesies. Di Solaris, rantai makanan bagi makhluk tingkat tinggi seperti kita adalah mitos belaka. Hiu, penyu, atau ikan apapun pada akhirnya sama."

Saat Samsara kembali berenang ke depan, Talis bergantian menatap Tehere dan Poha. Mereka tak berkata apa-apa selain sirip yang terangkat. Bagaimanapun, kalau ternyata memang Marino tidak sungguh-sungguh merahasiakan persahabatannya dengan seekor hiu dan ikan-ikan sejak dulu, tak ada masalah yang pernah menghampiri mereka.

"Jadi kau ... siapanya Marino?" tanya balik Talis.

"Aku saudaranya."

"Uh ... aku mungkin bukan penyu, tetapi aku tahu kau penyu hijau, bukan penyu belimbing," kata Poha dengan ekor terangkat.

"Di sini kami semua saudara. Penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik, atau penyu apapun. Kita sama-sama hewan dengan cangkang," ucap Samsara. Kedua siripnya bergerak dengan aktif dan entah mengapa itu membuat Poha sedikit kesal. Sangat mirip Marino saat dia jadi sok pintar dan mengatakan sesuatu yang konyol. Apa semua penyu memang seperti ini?

"Kita sampai," kata Samsara pada akhirnya. Mereka tiba di sebuah gundukan pasir besar, tetapi masih belum cukup besar bagi Talis untuk masuk ke dalam sana. Di sekitarnya tumbuh lamun-lamun pendek yang melambai-lambai mengikuti arus hangat.

Kali ini Tehere tidak perlu masuk ke dalam kediaman Marino seperti saat di rumah Poha, karena penyu itu tiba-tiba saja keluar dari sana seolah dia tahu kalau teman-teman lamanya sedang menunggu.

Kenyataannya dia tidak tahu. Marino keluar karena mendengar suara Samsara. Dia baru saja ingin menyambut 'saudara' penyu-nya itu sebelum menyadari kehadiran tiga ikan di depan rumahnya.

"Kalian?!" Mata kecil Marino sontak melebar, tetapi segera digantikan dengan senyuman yang lebar yang canggung. "H–Hei! Astaga. Kalian di sini. Selamat datang di Arus Penyu."

"Hai, Marino," sapa Tehere.

Lalu dia beralih sejenak pada Samsara, seolah tadi lupa pada 'saudara' penyu-nya tersebut. "Samsara. Ini ... uh ...."

"Teman-teman ikan yang dulu selalu kau ceritakan. Aku tahu," kata Samsara. Sadar kalau rahasia mereka tak lagi menjadi rahasia, Marino menyeringai pada ketiga ikan itu, seolah berkata 'maaf, tapi aku bisa jelaskan'.

"Eh ... ya. Talis, hiu abu-abu. Tehere, ikan remora, dan Poha, ikan buntal." Marino beralih lagi pada mereka bertiga. "Harus kukatakan kalian bertiga sudah banyak berubah. Kau semakin besar, Talis. Kau juga, Poha."

Sementara itu Talis tahu kalau Marino tidak banyak berubah. Bahkan sejak terakhir mereka bertemu, Marino masihlah penyu yang sama persis. Ukuran tubuhnya mungkin hanya tumbuh sebanyak beberapa senti saja, tetapi dia masih Marino dengan warna hijau yang sama, senyum yang sama, suara yang sama, masih anak yang sama. Mungkin karena nyatanya dia memang masih anak-anak.

"Baiklah, ikan-ikan. Aku harus pergi. Sampai jumpa lagi,saudaraku."

Lalu Samsara akhirnya pergi. Sirip Marino melambai dengan cepat, tetapi setelah dia cukup jauh, Marino berkata pada mereka. "Dia selalu memanggilku saudaranya, tapi itu tidak benar. Dia itu penyu hijau. Kau tahu penyu sepertinya lebih banyak naik ke atas sana untuk makan lamun."

Ketiga ikan itu lantas tertawa canggung, seolah dia baru tahu fakta tersebut.

"Jadi, apa yang membawa kalian para ikan akhirnya datang ke Arus Penyu? Tidak mungkin hanya untuk bertemu denganku, kan?" sambung Marino.

"Sebenarnya, ya. Kami ingin bertemu denganmu," kata Tehere.

"Sungguh? Wow. Aku benar-benar tersanjung. Jadi apa kesibukan kalian sekarang?"

"Bekerja," jawab Tehere.

"Hampir bekerja," jawab Talis.

"Tidak bekerja," jawab Poha. "Kau?"

"Apa itu bekerja? Aku bahkan belum dewasa. Umurku baru tiga tahun. Masih butuh bertahun-tahun lagi sebelum aku memutuskan apakah harus jadi Kaiki atau Khupu," ujar Marino.

"Penyu bisa jadi Khupu?" tanya Tehere takjub.

"Tentu saja bisa. Kami bisa berenang ke mana saja dengan mudah. Kebanyakan penyu Khupu berenang ke laut dalam. Kami penyu belimbing terutama bisa masuk ke kedalaman 1.000 meter. Apa kalian tahu kalau di dalam sana rasanya seperti ada seekor paus bungkuk menempel di kepala kalian? Tapi bagi kami penyu, tidak akan terasa apa-apa."

"Oke, cukup! Kau harus tahu tak ada yang suka saat kau bicara seperti itu!" ketus Poha tak tahan, tetapi itu juga memancing gelak tawa mereka. Seperti dulu, gumam Talis.

"Hei ... lihat itu," ujar Marino mengangkat siripnya ke atas. Ketiga ikan ikut mendongak, dan menyaksikan beberapa ekor penyu di atas sana berputar-putar, membentuk sebuah pola indah yang serasi. Mereka melakukan itu beberapa kali sebelum berenang menjauh dari pandangan mereka.

"Itu tarian penyu yang pernah kukatakan. Sebuah cara bagi kami untuk berkomunikasi dengan Roh Laut," jelas Marino.

"Itu benar-benar indah, Marino," kata Tehere takjub. "Namun, seperti yang kami bilang, kami tidak kemari untuk menikmati Arus Penyu atau melihat tarian harapan kalian."

"Kami ingin membahas sesuatu yang penting," sambung Talis. Lalu dia melanjutkan dengan membahas masalah Konihi, kemungkinan pemeriksaan silang, dan Anera. Senyum di wajah Marino benar-benar lenyap saat Talis selesai berbicara, dan itu membuat hiu tersebut jadi sedikit gugup.

"Dengar, Marino. Ini mungkin agak mendadak, malah terlalu mendadak. Jadi kau tidak harus langsung sepakat dengan rencana tutup mulut kita. Kau hanya harus ikut kami dulu," tambah Tehere meyakinkan penyu itu.

"Ikut kemana?"

"Sebaiknya kita membahas ini bersama-sama. Kita sudah berempat, tetapi kau pasti tahu siapa yang belum ada," ujar Poha.

"Jadi kalian belum bertemu Rake? Kukira aku yang terakhir, mengingat aku satu-satunya penyu di antara kalian." Marino tak bisa menahan dirinya untuk terkikik.

"Dia benar. Kenapa tidak bertemu Rake saja lebih dahulu sebelum ke Arus Penyu? Rake akan sangat kecewa kita tidak mengajaknya ke tempat ini." Tatapan Talis langsung beralih pada Tehere dan Poha. Tehere berharap andai saja tubuhnya lebih besar dan dia bisa memukul Talis dengan siripnya yang keras.

"Dengar, Marino. Tidak ada salahnya berkumpul bersama-sama sekali lagi. Sudah lama, kan?" kata Tehere mengayunkan siripnya di hadapan wajah Marino.

Penyu itu tertawa sejenak. "Entahlah .... Kalian memang temanku, dan akan selalu begitu. Hanya kalian teman-teman ikan yang kumiliki, tetapi ... bagaimana, yah ...."

Kedua sirip Marino naik ke atas kepalanya, seolah ada sesuatu yang ingin dia katakan, tetapi tak mampu mengungkapkannya.

"Apa maksudnya bagaimana?" tanya Talis.

Marino mendesah. "Baiklah. Aku jujur saja. Kalian lihat apa yang Samsara katakan sebelum dia pergi? Di antara semua penyu, dia yang paling bodoh, kurasa. Kalau padanya saja aku tidak bisa menyimpan rahasia tentang pertemanan kita? Mengapa kau kira aku bisa melakukannya pada para mackerel?"

"Marino. Kita bisa—"

Penyu itu langsung mengangkat siripnya, menghentikan Tehere berbicara. "Dengarkan aku. Hari ketika aku melihat tubuh Anera terbelah menjadi dua masih melekat di ingatanku, dan kurasa akan terus di dalam kepalaku sampai aku berumur lima puluh tahun. Hal terakhir yang kubutuhkan adalah membahasnya bersama-sama dengan kalian, terutama Talis."

"Apa maksudnya itu?" kata Talis, merasa tersinggung dengan nada bicara Marino.

"Aku senang bertemu dengan kalian semua, tetapi kalau hanya ingin membahas kematian Anera, aku tidak ingin bergabung dengan, tapi cangkangku, rumahku, dan Arus Penyu akan selalu terbuka untuk kalian jika ingin membahas hal yang lain."

Talis tak bisa menutupi perasaan kecewa di dalam hatinya. Meski dia sudah ragu sejak awal, tetapi Talis sangat berharap Marino setidaknya akan merespon seperti Poha.

Dia langsung berenang jauh. Tehere dan Poha masih ada di tempatnya, menatap hiu dan penyu itu bergantian, sebelum akhirnya menyusul dan meninggalkan Marino tanpa salam perpisahan.

"Talis. Ayolah. Jangan langsung murung begitu," kata Tehere masih berusaha mencapai ujung kepala Talis.

"Lupakan saja, Tehere. Kalian berdua bisa pulang."

"Pulang? Tapi masih ada Rake."

"Sudah kubilang, lupakan saja. Kalian juga lupakan soal rencana berbohong pada mackerel itu. Ini tidak akan berhasil."

Tehere dan Poha saling bertatapan sejenak, tetapi Talis masih terus berenang pergi. Gelembung-gelembung udara lolos dari insangnya, kemudian dia berkata. "Kau masih temanku, Talis, dan akan selalu begitu. Aku akan melindungi namamu selamanya."

Namun, Talis dan mendengarkannya. Suara Tehere terlalu kecil untuk mencapai pendengarannya. Dia hanya terus berenang, meninggalkan Arus Penyu, dan kembali ke zona karnivora, bersama semua mimpi-mimpinya untuk menjadi Konihi.

Dia tahu memakan Anera adalah sebuah kesalahan besar. Dia tahu itu akan menghancurkan hidupnya suatu hari nanti. Dia tahu bahwa hanya dirinya sendiri yang akan menanggung semuanya meski teman-temannya yang lain juga ada di sana. Sekarang satu-satunya yang Talis harapkan adalah pemeriksaan silang itu tidak dilakukan.

Malah Talis mulai berharap dia bisa memulai hidup barunya di tempat yang lain saja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro