Chapter 29
Kaira tertegun. Pusat distrik Abyss tidak pernah seterang ini sebelumnya, dan cahaya-cahaya itu berasal dari spesiesnya. Ribuan ikan lentera berkumpul di pusat distrik, berenang ke sana kemari dan membutakan setiap ikan laut dalam yang tidak begitu sering menyaksikan benda terang di dalam mata mereka.
Kaira sering datang ke pusat distrik Abyss, walau tidak banyak hal-hal menarik selain benda-benda raksasa dengan lubang besar yang mulai ditinggali oleh beberapa makhluk, seperti gurita yang sering menyembuhkan ikan lain. Mereka menyebutnya Karam, dan Kaira tak mengerti kenapa.
Dulu dia sering datang dengan Tane, pasangan jiwanya. Kaira masih ingat saat-saat itu, ketika mereka berkeliaran di sekitar Karam hingga membuat ikan yang tinggal di dalam sana marah dan memintanya menjauh. Kini semuanya tinggal kenangan.
Semua gara-gara seekor hiu tersesat yang memakan habis tidak hanya pasangannya, tetapi juga telur-telurnya yang akan segera menetas.
Setidaknya Kaira sudah menemukan hiu itu. Hiu jantan yang berenang dengan panik bersama betinanya menuju karam dan bersembunyi di dalam sana. Pengecut, tetapi Kaira tidak sabar selama apa mereka akan bertahan.
Itu karena Abyss akan hancur. Undangan mereka akan mendatangkan setiap predator di dalam air dan menjadikan distrik ini semakin tidak memiliki hukum. Setiap ikan akan membayar semuanya. Makan atau dimakan. Rencananya akan berhasil. Kerjasama dengan hiu pemotong kue akan berjalan dengan sempurna.
"Baiklah. Kami akan menjamin keselamatan untukmu dan spesiesmu, tetapi ingat, jumlah kalian terlalu banyak. Akan tetap ada yang mati, dan mungkin itu termasuk dirimu," kata Kota di akhir negosiasi mereka.
"Aku mengerti. Kami semua sudah mengerti itu."
"Dan jangan khawatir soal hiu abu-abu itu. Kami akan menghabisi setiap kulit dan daging dari tubuhnya sampai tak bersisa."
Sebuah arus kuat mengguncangnya. Kaira sadar dari mana asalnya. Ia tersenyum, begitu menemukan seekor ikan dengan mata besar dan gelap, dengan sirip yang sangat lebar di samping tubuhnya.
"Aku datang, Tane ...."
***
Lagi-lagi, hiu menjadi predator pertama yang menghadiri undangan massal ikan lentera, tetapi hiu yang satu ini tampaknya benar-benar berasal dari bagian terdalam di Abyss.
"Sudah lama sejak aku melihat hiu hantu," kata Mara saat melihat keluar Karam. "Mereka bergerak lambat, tetapi bisa menciptakan arus kuat dengan moncongnya. Mereka bisa menghisap apapun dengan mulut suci mereka."
Tepat setelah itu, hiu hantu yang dimaksud mulai membuka mulutnya, menciptakan arus kuat yang menarik setiap ikan dan makhluk kecil lainnya. Menggunakan gigirnya yang tebal, hiu tersebut bisa menghancurkan setiap mangsanya dengan mudah.
"Hiu itu akan kenyang hari ini."
Lalu dari kejauhan Mara menyaksikan tentakel-tentakel besar mulai menangkap beberapa ikan dan meremukkan tulang-tulang mereka dengan mudah. Takuta di tempatnya hanya memperhatikan dalam diam. Makhluk itu bukanlah gurita, tetapi masih sama ganasnya.
"Cumi-cumi kolosal ...," gumam Takuta. Sudah lama, sejak ia memutuskan untuk tinggal di Abyss dan menjauhkan dirinya dari insting predator dan menjadi seekor penyembuh dan menggantungkan hidup dari sana. Namun, melihat seekor cumi-cumi di luar sana menjadi pemangsa, entah mengapa membuat tentakel-tentakel Takuta ikut mengeras.
Seolah dia juga ingin keluar dan membuktikan dirinya masih pantas menjadi predator.
"Sebaiknya pastikan diri kalian tetap berada di dalam Karam, ikan-ikan," kata Takuta dan mundur ke belakang.
"Menurutmu seberapa lama kita akan berada di dalam sini?" tanya Mara.
Takuta melihat lagi keluar. Ada lebih banyak ikan yang datang. Kedatangan hiu frilled di sana mulai mengubah garis start rantai makanan di Abyss. Karena bukannya memangsa ikan lentera atau makhluk kecil, hiu aneh itu justru memangsa cumi-cumi yang baru saja makan. Seekor paus sperma yang cukup besar tetapi juga bodoh akan cahaya menjadi mangsa terbesar di sana. Terlebih ketika puluhan cumi-cumi kolosal lain langsung menyerangnya di tempat.
Beberapa ikan naga keluar dari tempat persembunyian, menunjukkan kehebatannya dengan pergerakan yang agresif dan tepat sasaran. Tidak ada ikan yang sadar sudah dimangsa oleh makhluk agresif tersebut. Ikan-ikan angler yang berukuran lebih besar daripada Mara juga datang dan menambah frekuensi cahaya di Abyss. Semua pesta lampu di sana benar-benar dibalut dengan darah dan bangkai.
"Uh ... bermusim-musim," jawab Takuta.
"Apa ada makhluk konyol lain yang kelaparan di luar sana? Apa kau melihat ada penyu?" ujar Neri.
"Penyu?" Mara memutar mata. "Jika ada penyu yang masuk kemari, maka dia adalah makhluk paling bodoh di seluruh lautan."
Namun, ternyata ia salah. Karena di depan gerbang Abyss, seekor penyu belimbing yang ketakutan baru saja berenang masuk.
***
Tehere dan Rake berusaha untuk tetap tenang, meski denyut jantung mereka semakin tak karuan, seakan ingin keluar dari dalam tubuh mereka dan ikut berenang bersama. Di belakang mereka Ada Huri yang terus menempelkan siripnya pada Uriel, yang mungkin sudah berhenti bersikap gila, tetapi dari tatapan matanya yang kosong Huri tahu temannya masih belum waras.
"Apa rencananya, Rake?" bisik Tehere.
"Uh ... masuk ke istana dan menyelamatkan Tehere ...," jawab Rake.
"Selanjutnya apa?" tanya Rake lagi.
Ekor Rake bergerak dengan gelisah. "Sejujurnya aku belum memikirkan sampai di sana."
"Bagaimana kau tahu kami ada di dalam sini?" Huri ikut bertanya.
Sejenak Rake melebarkan insangnya sebelum menjawab. "Kartikeya ...."
"Nyonya Perdana Menteri?" Sirip Tehere terangkat.
"Dengar, akan kujelaskan nanti. Sekarang prioritasku adalah mengeluarkanmu," kata Rake cepat, dan melirik kedua mackerel di belakang Tehere. "Dan juga kalian."
"Dia mengatakan kejujuran," seru Uriel, dan ketiga ikan lain langsung memintanya untuk diam.
Rake menuntun mereka untuk berenang dengan perlahan-lahan, berusaha tak menciptakan arus besar yang bisa menyadarkan makhluk lain di dalam istana. Rake bisa masuk karena para dewan sedang mengadakan pertemuan besar. Sebenarnya Rake tak tahu akan kemana, ia hanya terus mengendap-endap di istana sampai suara Maui dan Matau terdengar di dekatnya.
"Apa kau masih belum ingin menjelaskan padaku kenapa kau mengurung Tehere di penjara karang?"
"Dia menumbilkan kekacauan di antara para ikan. Dia membuat mereka berpikir hiu tidak bertanggung jawab atas kematian Tuan Ariki."
"Begitulah, kurang lebih," jelas Rake.
"Lalu apa maksudnya Kartikeya?" tanya Tehere masih belum mengerti.
"Padang lamun," jawab Rake. Pintu masuk istana masih jauh. Itu satu-satunya jalan keluar mereka saat ini. Setelah memastikan aman, Rake berenang lebih cepat dan ikan-ikan di belakangnya berusaha mengikuti. "Marino dan Poha ada di sana. Kami menemukan—"
Ucapan Rake terhenti begitu berbelok dan menemukan ekor paus orca yang bergerak naik turun. Rake berusaha mundur perlahan-lahan, berharap ikan itu tidak menyadari perubahan arus yang dihasilkan Rake.
Namun, paus itu berbalik, dan terperanjat saat menemukan seekor pari dan tiga ikan lainnya berada di hadapannya.
"Bagaimana kau bisa masuk kemari?!" tukas Matau dan berenang maju untuk menahan Rake. Hingga Tehere berenang ke hadapan wajahnya.
"Tunggu!" teriak Tehere.
"Tehere? Apa kau baru saja membebaskan tahanan kerajaan?!" teriak Matau pada Rake, tetapi ikan pari itu berusaha untuk tak gentar.
"Tehere tidak melakukan kejahatan apapun!" balas Rake.
"Simpan pernyataan konyolmu itu di hadapan para dewan, dasar pari nakal. Karena kau akan ditahan juga."
"Maui yang memakan semua hiu Tiaki!" tukas Tehere. Membuat Matau terdiam. "Manusia membunuh hiu, dan kemudian Maui memakan mereka."
"Bicara apa kau dasar ikan aneh?!"
"Dia sendiri yang mengatakannya padaku! Dia datang ke bawah dan berbicara padaku, mengakui semua perbuatannya. Dia ingin menghabisi semua hiu atas sesuatu yang terjadi di masa lalu kalian. Sekelompok hiu putih menyerang kawanan orca saat kalian masih kecil. Itu yang terjadi."
"Dia mengatakan kejujuran," kata Uriel lagi. Matau seakan baru menyadari bahwa terdapat dua ikan mackerel di sana.
"Tidak ada satupun hiu yang bersalah! Maui sudah merencanakan ini sejak lama. Sekarang ia akan memburu semua hiu yang berhasil kabur dari Solaris. Maui akan memburu Talis di laut dalam!" Tehere melanjutkan. Rake ikut terperanjat dengan fakta tersebut.
"K–Kalian hanya membual!" sergah Matau, meski keraguan memancar di seluruh tubuhnya. Ikan-ikan di hadapannya berkata jujur.
"Bukan hanya saudaramu!" kata Rake. "Kami menemukan beberapa bangkai hiu Tiaki di dekat padang lamun."
"Bangkai hiu?!" Giliran Tehere yang dibuat terkejut. "Kalian menemukan tubuh Mako?!"
"Ya, dan kita semua tahu siapa yang—"
Rake tak sempat menyelesaikan kata-katanya. Karena setelah kibasan sirip berikutnya, Rake telah kehilangan setengah tubuhnya. Ekornya terlepas, mengambang di perairan, sementara setengah siripnya mengeluarkan semua darah yang tersisa.
Tehere dan Huri berteriak kencang. Matau terperangah dengan pemandangan tiba-tiba di hadapannya. Maui, yang seharusnya berada melakukan pertemuan dengan dewan, kini berada di sini, memangsa seekor pari biru.
Maui menyeringai dengan puas. Dia berbalik menatap Uriel yang tak bergerak sedikitpun. Mulutnya komat-kamit, membisikkan sebuah lagu kecil kepada Roh Laut.
"Kejujuran akan menang. Kejujuran akan terlihat. Hanya kejujuran yang—"
Uriel menghilang di detik berikutnya begitu Maui memakannya.
"Uriel!" teriak Huri, tetapi ia tahu dirinya tak bisa melakukan apa-apa.
"Maui?! Apa-apaan ini?!" protes Matau, tetapi Maui seakan sudah buta. Tatapannya hanya fokus pada Huri dan juga Tehere yang berada di belakang saudaranya.
"Kurasa kita harus pergi dari sini secepatnya, Tehere ...."
Dan Tehere sepakat dengan itu, tetapi ekornya seakan tak dapat bergerak. Tidak setelah ia baru saja menyaksikan teman baiknya tewas begitu saja. Tidak setelah Maui memakan Rake dan hanya menyisakan setengah sirip dan ekor yang kecil.
Tak punya pilihan lain, Huri terpaksa menarik sirip Tehere agar mau berenang, tetapi Maui dengan cepat menyusul di belakang.
"Gunakan ekormu, Tehere!" teriak Huri, dan seakan kesadarannya baru kembali, Tehere akhirnya menyamakan kecepatan dengan Huri.
"Seharusnya aku membunuhmu sejak tadi, dasar remora!" teriak Maui di belakang mereka. Paus orca itu sudah siap membuka mulut dan menyantap keduanya, tetapi sebuah hentakan keras mendorongnya hingga menghancurkan dinding istana di sampingnya.
Tehere dan Huri berhenti untuk mencari tahu. Kini Maui digantikan oleh Matau, tetapi dia bukan ingin memangsa mereka berdua. "Pergi dari sini!"
Maui bangkit dan balas menyerang Matau. Kini dua apex tertinggi saling bertarung. Tehere belum pernah menyaksikan hal ini sebelumnya. Keduanya saling menggigit dan mendorong. Darah ada di mana-mana, bercampur dengan perairan dan masuk ke penciuman Tehere.
"Kita harus pergi dari sini," kata Huri mengembalikan fokus Tehere. "Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mereka."
Tehere sepakat. Dia menyaksikan pertarungan berdarah di belakangnya untuk yang terakhir kali, sebelum akhirnya pergi dari istana dengan selamat. Menuju padang lamun yang terus-terusan disinggung oleh Rake.
Ia masih tak percaya temannya tewas terbunuh hari ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro