Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 28

Setiap detiknya bau amonia mulai menyakiti insang mereka. Bagi duri bulu babi yang mengiris-iris setiap bagian kecil dan sensitif di dalam organ penciuman mereka. Pada awalnya tak ada yang mampu menggerakkan sirip ataupun ekor setelah menemukan beberapa karkas besar di bawah laut, tetapi bau khas urea mulai mengganggu dan mereka terpaksa menjauh.

"Itu hiu Tiaki," kata Marino sambil menaruh kedua siripnya di depan kepala. "Tulang rawannya sudah membusuk."

Sebenarnya Poha sudah sadar kalau itu adalah karkas yang tersisa dari para hiu hanya karena melihat beberapa kulit keras masih menempel di rangka yang besar tersebut. Ia juga sangat sepakat dengan Marino kalau mereka adalah hiu Tiaki yang selama ini dicari oleh Tehere. Bukan karena Poha tahu seperti apa struktur tulang ikan hiu dan mana yang akan rapuh pertama kali.

Melainkan karena setiap hiu yang mati di hari Kematian Perdana Menteri Orca sudah dikirimkan ke pusat Kementerian Keuangan Karnivora. Jadi bangkai yang tersisa di dalam gua tersebut pastinya berasal dari hiu Tiaki. Jumlah mereka juga pas.

"Misteri terpecahkan ...," ujar Marino lagi. "Sudah jelas kalau bukan para hiu yang membunuh Tuan Ariki. Sirip mereka hilang, seperti yang Tehere bilang.

"Tapi siapa yang membawa mereka kemari kalau begitu?" tanya Rake, ekornya bergerak-gerak karena gelisah.

"Lihatlah tempat ini. Kurasa jawabannya sudah jelas," kata Marino. Rake dan juga Poha melihat lagi ke dalam gua, dan mereka tak mengerti. Itu karena yang Marino maksud bukanlah gua yang berisi karkas-karkas itu, melainkan padang lamun yang berada di atasnya.

Namun, Rake dan Poha masih belum mengerti.

"Bisa langsung jelaskan saja? Beberapa dari kita tidak cerdas sepertimu," keluh Poha, yang lebih kesal dengan bau urea menyengat.

Bukan Marino yang menjelaskan pada akhirnya, melainkan Samsara yang terlihat lebih tenang dan tak sedikitpun terguncang atas penemuan tubuh mati di dalam gua. "Hanya ada beberapa jenis makhluk yang menghabiskan waktunya di padang lamun. Penyu dan ikan dugong adalah salah satunya. Namun, penyu sudah memiliki tempatnya sendiri di atas sana. Sementara itu ikan dugong terakhir kali terlihat di Solaris sekitar delapan tahun lalu. Aku tahu karena pasangan jiwa ikan dugong itu—"

"Bisa langsung ke intinya saja? Siapa yang membawa mereka—" Rake tak menyelesaikan ucapannya, itu karena dia akhirnya tahu. Mereka semua akhirnya tahu.

Hanya ada satu spesies lain yang menghabiskan banyak waktunya di padang lamun, dan mereka bukan paus orca.

Dengan penuh ketakutan, Rake melihat puncak istana yang terlihat jelas dari tempatnya sekarang. "Kurasa aku tahu di mana Tehere saat ini ...."

"Apa? Di mana?" tanya Poha, tetapi Rake sudah melesat pergi menuju istana, meninggalkan teman-temannya.

"Haruskah kita mengikutinya?" kata Samsara.

***

Tehere merasa sesuatu mengganjal tenggorokannya, tetapi dia belum banyak makan sejak pasang tertinggi terakhir. Tidak bahkan plankton terkecil sekalipun. Kehadiran Maui di dalam sana lah yang membuatnya cemas.

Atau ketakutan ....

"Jadi itu kau ... kenapa yah, aku tidak terkejut ...?" kata Tehere, berusaha menyembunyikan getaran di balik suaranya, tetapi meski begitu Maui tahu Tehere sangat gelisah.

"Berhenti berpura-pura, ikan kecil. Aku tahu kau ketakutan ...," balas Maui.

"Kau kira aku takut pada kematian?" tantang Tehere dengan seringai, tetapi mulut Maui terbuka lebih lebar lagi. Tiba-tiba saja dia membenturkan kepalanya ke susunan karang di hadapannya dan sontak membuat tidak hanya Tehere mundur, tetapi juga Huri. Satu-satunya yang tidak terpengaruh hanyalah Uriel yang masih terus berenang melingkar di atas sana.

"Ya ... kau ketakutan," kata Maui, dan tertawa pelan setelahnya. Tehere berdecak kesal karena sudah membiarkan dirinya dipermainkan oleh seekor Apex tertinggi di seluruh lautan.

"Hanya kau? Apa Matau juga ada di balik semua ini? Kalian berdua yang menggerakkan setiap paus orca di Solaris untuk membunuh semua hiu, kan? Suara-suara di kepala mereka berasal dari kalian?"

Maui masih saja tertawa, dan sekitar beberapa kibasan sirip sebelum dia akhirnya berkata, "Kau ikan yang pintar, Tehere .... Sayang sekali kepintaranmu akan terkunci selamanya di dalam perutku...." Sekali lagi paus orca itu berenang lebih dekat dengan penjara karang, meski kali ini tak membenturkan kepalanya. "Tetapi jangan khawatir. Aku akan melakukannya dengan perlahan-lahan. Tidak akan sakit. Sama seperti saat aku memakan temanmu itu. Tubuhnya cukup besar, walau dagingnya sudah agak keras .... Ugh! Siapa namanya, Mako ...? Oh sudahlah. Dia tidak pantas diingat."

Dengan sirip menegang, Tehere maju ke hadapannya. Huri berusaha menghentikannya, tetapi ikan remora itu tetap maju. Jika saja tak ada susunan karang di hadapannya, maka Maui pasti tinggal menelan Tehere dan dia akan mati. "Dasar monster. Karena kau semua hiu di Solaris mati! Kau bahkan membuat puluhan spesies diusir oleh dewan. Hanya untuk apa? Menjadi perdana menteri untuk sementara waktu sampai Kartikeya menggantikanmu?"

"Oh, siapa yang bilang mereka diusir," ujar Maui tanpa rasa bersalah. "Tidak. Mereka pergi karena mereka akan mencari setiap hiu yang berhasil melarikan diri dari Solaris dan akhirnya memakan mereka di tempat. Setelah itu para paus orca akan bertahan hidup untuk sementara waktu di laut lepas dan itu tidak masalah, karena kami adalah apex. Di musim berikutnya, atau dua musim berikutnya, aku tinggal berbicara dengan dewan yang baru, dan mengizinkan semua orca itu untuk masuk kembali ke Solaris."

"Dia mengatakan kejujuran ...," kata Uriel di atas sana, membuat Maui mendongak dan kemudian tersenyum lebar.

"Ada apa dengannya?" tanya Maui, tetapi tak ada yang menjawab. Huri dengan panik kemudian mendekati temannya di atas sana, memintanya untuk berhenti berenang dan berbicara, tetapi usahanya gagal.

Semenatara itu Tehere di tempatnya tak melakukan apa-apa. Selain marah. Hanya marah yang bisa ia lakukan sekarang. Tak akan ada yang mengalahkan kegilaan Maui sekarang.

"Kenapa kau melakukan ini ...?" tanya Tehere pelan. "Kenapa kau membunuh semua hiu?"

"Kenapa ...?" tanya balik Maui. "Kau tidak pernah belajar sejarah Solaris saat menjalani sekolah Piri? Atau mereka tak mengajarkan apa-apa lagi tentang masa lalu kelam tempat ini? Biar kujelaskan padamu ikan kecil.

"Aku ada di sana, di hari ketika Solaris akhirnya dibentuk. Aku masih kecil, masih sangat kecil. Semua paus dewasa terluka setelah kalah dari pertarungan perebutan wilayah. Kami terpaksa pergi, tetapi paus tertua dan pemimpin kami tidak menyerah atas kekalahan tersebut. Dia dengan yakin bilang, kami semua akan mendapatkan tempat tinggal yang baru.

"Hingga sekelompok hiu putih menyerang kami. Memakan hampir seluruh paus yang tak bisa mempertahankan diri mereka. Yang terluka, yang anak-anak. Mereka hampir memakanku dan Matau. Kami kehilangan hampir sembilan puluh persen koloni, dan semua karena hiu putih itu."

Seringai Maui menghilang, digantikan dengan raut kemarahan. "Tetapi meski dengan semua kehilangan itu, pemimpin kami masih terus berusaha. Dia berhasil menciptakan Solaris, dan memastikan tempat ini aman bagi semua paus orca. Bukan hanya koloni kami, tetapi paus orca lainnya mulai berbondong-bondong masuk. Tempat yang aman, tanpa hiu yang bisa mengganggu kami.

"Namun, seiiring musim, saat perdana menteri harus diganti, Solaris mulai menerima ikan-ikan lain. Herbivora, dan bahkan penyu, tetapi belum ada hiu. Itu sampai Ariki terpilih, dan tanpa ragu dia mulai menerima hiu, karena dia berpikir apa yang terjadi di masa lalu bukan salah semua hiu. Bahwa kami butuh hiu, karena seperti itulah ekosistem yang sempurna, setiap spesies hidup dan menyatukan sirip mereka. Kata-kata ikan tua dan putus asa yang percaya bahwa laut yang utopis itu nyata."

"Jadi kau membunuh Perdana Menteri Orca?"

"Aku tidak membunuhnya," balas Maui. "Manusia yang membunuhnya. Kau sendiri juga melihatnya, kan?"

"Dia mengatakan kejujuran," kata Uriel lagi. Huri buru-buru memintanya untuk diam.

"Kurasa aku akan memakan kalian bertiga saja sekarang," ujar Maui. Huri dengan panik mulai berteriak agar Uriel mau berhenti karena berpikir tindakan gilanya saat ini yang menjadi alasan Maui ingin memangsanya.

Tehere sendiri masih punya banyak pertanyaan, tetapi dia tahu dirinya akan mati pada akhirnya. Semua jawaban yang didapatkannya tak akan pergi kemanapun selain di dalam penjara karang.

Namun, dia tak menyesal. Dia mungkin ketakutan, tetapi Tehere tak menyesal karena sudah mencari kebenaran. Setidaknya dia tahu para hiu tak bersalah atas kematian Tuan Ariki. Semua ini karena Maui dan paus orca lain yang ingin balas dendam atas kejadian di masa lalu.

Satu-satunya yang Tehere sesali adalah dia tak bisa memberitahu Talis kalau dirinya saat ini dalam bahaya. Meski begitu Tehere berharap Talis akan tetap bertahan di laut dalam, dengan apapun yang tersisa darinya.

"Maui!" Hingga sebuah suara memanggil. Dengan kesal, Maui menoleh ke arah pintu keluar.

"Apa, Matau?!"

"Apa yang kau lakukan di situ? Kau seharusnya menjalankan rapat bersama dewan tiga kilatan lalu. Bawa ekor besarmu kesini sekarang sebelum aku—"

Sambil berdecak, Maui meninggalkan penjara karang itu. Huri benar-benar bernapas dengan lega karena mereka tidak jadi mati hari ini, tetapi itu sebelum ia mendengar suara arus lain yang mendekat.

Apa itu Matau? Apa sekarang gilirannya untuk mengungkapkan diri pada Tehere dan menciptakan sebuah ketakutan sebelum ia dihabisi?

Sambil menahan insang, Tehere menyaksikan siluet mendekati penjara karang. Huri masih bersusah payah menghentikan temannya untuk berenang agar tidak ada lagi paus orca lain yang marah karena Uriel tiba-tiba berkata 'dia mengatakan kejujuran'.

Namun, yang muncul di hadapan mereka bukanlah paus orca, tetapi ikan itu menghancurkan penjara karang hanya dengan menggunakan ekornya. Dalam sekali serangan, susunan karang itu roboh, tetapi mungkin itu juga karena Maui sempat menyudutkan kepalanya dan membuat strukturnya jadi rapuh.

"Apa yang kau tunggu? Ayo keluar dari sini!" 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro