Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 27

Saat Tehere membuka matanya, ia menemukan dirinya berada di dalam istana. Walaupun di antara semua bagian istana, tempatnya terbangun adalah satu dari sekian bagian terburuk yang ada di Solaris. Tehere tahu dirinya di dalam istana karena hanya tempat itu yang memiliki penjara karang.

"Wah, sudah bangun ternyata."

Tehere berbalik, mendapati dirinya tidaklah sendirian di dalam sana. Ia bahkan tidak tahu ada dua ekor ikan yang menemaninya hingga salah satu dari mereka bersuara.

"Mackerel ...?"

"Kami juga punya nama, tahu," kata ikan yang memanggil Tehere. "Aku Huri, temanku yang di atas itu bernama Uriel."

Tehere tahu nama itu. Mereka adalah ikan yang menanyainya setelah pembunuhan Tuan Ariki. Dia mendongak, menyaksikan ikan mackerel yang ada di atas sana terus berenang dalam bentuk lingkaran. Sama seperti saat Tehere diinterogasi. Huri akan menanyakan pertanyaan, dan Uriel akan berputar tanpa henti.

Melihatnya terus berenang tanpa lelah membuat Tehere berpikir mungkin ikan itu sudah gila, tetapi dia tak berani mengungkapkannya. Namun, seolah bisa membaca isi hati Tehere, Huri malah berkata, "Ya, kurasa dia sudah gila."

Mata kecil Tehere melebar. Entah mana yang membuatnya terkejut. Cara para mackerel selalu mampu melihat isi kepala setiap ikan, atau Tehere yang sadar Uriel memang sudah kehilangan akal sehatnya.

Huri melanjutkan. "Kami sudah dikurung di sini selama lima hari. Uriel mulai berenang seperti itu sejak hari ketiga." Ikan mackerel itu kemudian menatap Tehere. "Aku ingat kau, Tehere Tautoko."

"Aku juga mengingat kalian berdua," ujar Tehere. "Tetapi kenapa kalian dikurung di sini?"

"Aku bisa menanyakan hal yang sama," balas Huri. "Walau aku sudah tahu kenapa kau di sini."

"Aku tidak tahu apa mackerel memang bisa membaca isi kepala setiap ikan, tetapi aku bahkan tak tahu kenapa aku malah terbangun di dalam penjara karang istana, bersama dua ekor mackerel yang salah satunya sudah gila."

Sirip Huri terangkat. "Sungguh? Wah. Memangnya apa yang terjadi sebelum kau berada di sini?"

Ingatan Tehere sedikit kabur, tetapi dia masih bisa mengingatnya. Setelah pelantikan Kartikeya menjadi Perdana Menteri, dia berkumpul bersama ketiga temannya untuk membahas rencana penyelidikan berikutnya. Tehere bersikeras ingin mencari petunjuk di dalam istana sementara teman-temannya ingin agar dia berhenti saja. Tehere yang marah dan kecewa akhirnya pergi.

Lalu apa setelah itu? Tehere tak bisa mengingatnya. Semuanya jadi gelap setelah ia pergi dari sana. Namun, Tehere sudah di dalam istana sekarang, di dalam penjara karang. Apa dia ditahan karena menerobos masuk ke dalam istana? Tehere menggeleng. Tidak. Setelah dari sana Tehere seharusnya pulang. Tehere singgah di suatu tempat. Itu dia. Kawasan hiu. Tehere berdiam diri di sana untuk beberapa saat sebelum seekor ikan memukulnya dan membuatnya pingsan.

"Maui yang membawamu kemari," kata Huri. Tehere sontak menatapnya heran.

"Apa?"

"Maui. Pengawal perdana menteri. Paus orca itu."

"Dia mengatakan kejujuran," ujar Uriel tiba-tiba. Bahkan Huri tak menyangka temannya pada akhirnya akan berbicara setelah sekian lama, meski dia masih belum berhenti berputar-putar.

Tehere tak mempercayainya. Jadi Maui yang menyerangnya di kawasan hiu dan membawanya kemari, tetapi kenapa? Lalu seolah Roh Laut baru saja membalas nyanyiannya, kedua sirip Tehere menegang.

"Tidak mungkin ...," gumamnya, tetapi Huri masih bisa mendengarnya.

"Mackerel tidak bisa berbohong, dan akan selalu tahu saat ikan lain berbohong," ujarnya, tetapi sebenarnya yang Tehere maksudkan bukanlah fakta bahwa Maui yang membawanya kemari, tetapi kenapa dia dibawa kemari.

Tehere sudah tahu alasannya. Bahkan ia merasa juga tahu mengapa kedua mackerel itu juga ditahan di sini.

"Jadi kenapa kalian bisa ada di sini?" Ia bertanya untuk memastikan. "Karena hiu, kan? Karena kesaksianku yang jujur. Maui tidak mau kalian mengungkapkan itu pada seluruh ikan di Solaris."

Huri menyeringai lebar. "Ikan yang pintar."

"Jadi dia yang ada di balik semua ini ...," sambung Tehere. "Maui yang menggerakkan setiap orca untuk menyerang hiu di hari itu."

"Dia mengatakan kejujuran," kata Uriel lagi, memperkuat pernyataan Tehere yang tak terduga.

Setelah itu dia mendengarkan ekor yang bergerak mendekatinya. Sirip Tehere dan Huri lantas terhenti, mereka merasakan tiba-tiba saja arus berubah. Sementara Uriel masih terus berenang di atas sana seolah berpikir tak ada ancaman atau sesuatu yang buruk.

Lalu ikan itu muncul di balik penjara karang, seperti dugaan Tehere.

"Tehere .... Coba tebak siapa yang akan menyusul kematian para hiu hari ini?" kata Maui sambil menyeringai lebar.

***

Samsara bercerita selama dua puluh kilatan, dan itupun karena Marino yang berhasil menghentikannya. Saat mereka bertiga bertanya apakah Samsara melihat manusia di hari kematian Perdana Menteri Orca, penyu hijau itu langsung menjelaskan dengan energi yang besar.

"Manusia?! Ya! Aku pernah bertemu dengan mereka. Mereka adalah makhluk yang baik! Aku ingat di hari diriku menetas di atas pasir, manusia yang membantuku mencapai perairan. Kalian tahu kami sudah rentan diserang predator di hari kita lolos dari cangkang. Kepiting, burung camar, semut, biawak. Oh, kalian pasti tak tahu mereka makhluk apa. Intinya adalah ...."

Rake dan Poha terus menggerutu. Berpikir apakah semua penyu memang seperti ini. Samsara seratus kali lebih mengesalkan daripada Marino saat dia jadi sangat pintar dan mulai mengatakan berbagai fakta konyol seolah itu akan menyelamatkan hidup mereka suatu hari nanti.

"Samsara, kami hanya bertanya tentang manusia di hari kematian Perdana Menteri Orca. Apa kau melihat mereka?" tanya lagi Marino.

"Kematian Tuan Ariki? Oh. Hari itu aku tidak berada di dalam air, aku naik untuk mencari makan, yang kulihat hanyalah untaian daun lamun yang lezat dan bergizi. Aku lebih memilih lamun sebagai makanan, meski pernah sekali sebelum aku datang ke Solaris, seekor penyu baik memperkenalkanku pada daging ubur-ubur dan mereka benar-benar enak! Tetapi itu hingga dia malah memakan benda transparan yang mirip ubur-ubur. Kurasa itu dibuang oleh manusia, entah apa namanya, tetapi aku tak lagi bertemu dengan penyu itu sejak saat itu. Aku pasti akan mengajaknya tinggal di Solaris juga ...."

"Astaga kita tidak akan mendapatkan apapun dari penyu gila ini," gerutu Rake.

Marino bahkan tak bisa menahan dirinya untuk kesal, tetapi entah mengapa dia masih berpikir Samsara melihat sesuatu. Dengan sabar, dia bertanya lagi. "Samsara, apa kau yakin tidak melihat apapun di atas sana selain rumput laut?"

"Tidak, tetapi itu sebelum aku mencium bau darah," katanya, dan sirip mereka bertiga mulai memelan. Mungkin pada akhirnya ada secercah petunjuk dari Samsara. "Terakhir kali aku mencium bau darah saat serangan predasi hiu di laut lepas delapan tahun yang lalu. Tapi bau itu sedikit samar dan sudah bercampur dengan bau lamun. Aku naik melewati permukaan dan melihat sebuah kapal. Itu adalah benda yang digunakan manusia untuk melintasi lautan."

"Apa kau melihat manusia itu membawa sesuatu?" tanya Marino dengan penuh harap.

"Oh, tidak. Mereka sudah pergi. Jadi aku kembali ke Solaris, dan tepat setelah itu semuanya berubah kacau. Paus orca jadi gila, membunuh setiap hiu yang ada di sini. Apex itu mengerikan, bukan? Makanya aku tidak pernah sepakat dengan orca sebagai pemimpin kita. Untung sekarang kita memiliki lumba-lumba sebagai perdana menteri."

Pengharapan mereka mengikis. Pada akhirnya tak ada apapun yang dimiliki Samsara selain cerita yang membosankan. "Ini sangat membuang-buang waktu kita," ujar Rake. "Kurasa sebaiknya kita berpencar saja sekarang. Aku akan ke istana dan mencari apakah Tehere ada di sana. Kalian berdua bisa tetap di sini, mencoba mencari petunjuk dari penyu gila itu."

"Rake, tunggu," tukas Marino. "Kau tidak dengar apa kata Samsara, kapal! Kartikeya juga menuliskan hal yang sama di dalam catatannya."

"Jadi ...?" tanya lagi Rake.

Marino menoleh pada Samsara. "Kau ingat di mana kapal itu berhenti?"

"Oh, ya. Aku bisa menunjukkannya padamu, tetapi kedua teman kalian tidak boleh naik ke atas sana, kan?"

"Bukan ke atas, Samsara. Ke bawah. Kapal berhenti di atas, apa yang ada di bawahnya. Di mana itu?"

"Ah ..., tentu," kata Samsara, dan kemudian berputar untuk berenang pergi. "Ikuti aku, ikan-ikan."

Samsara menuntunnya keluar dari Arus Penyu, sementara dia juga terus melanjutkan ceritanya tentang manusia yang tak lagi didengarkan oleh satupun di antara mereka. Hingga mereka akhirnya berhenti, dan tempat itu tidaklah begitu jauh dari Arus Penyu, dan di saat bersamaan juga dekat dengan istana.

"Kapal itu berhenti di atas sana," kata Samsara.

"Kau yakin?" tanya Poha, menyadari yang ada di sekitarnya hanyalah taman rumput laut yang sudah tumbuh memanjang.

"Ingatan penyu itu sangat baik, ikan buntal," ujar Samsara dengan yakin. Poha hanya memutar matanya.

"Kalau begitu apa yang kita cari di sini, Marino?" tanya lagi Poha, tetapi Marino bahkan tak sempat menjawab karena Rake tiba-tiba saja berteriak dengan keras.

"Demi Roh Laut! Apa yang sudah terjadi di sini?!"

Lalu mereka berdua baru sadar Rake sudah tak ada bersama mereka. Dengan cepat mereka mengibaskan sirip dan terus meneriakkan nama Rake untuk mencarinya. Rake tak menjawab, tetapi masih terus berteriak seakan ia ikan betina yang ketakutan.

Sampai mereka akhirnya menemukan Rake yang ada di depan gua kecil, dan Poha akhirnya tahu mengapa ia berteriak seperti itu. Bahkan dia sendiri mulai menyebut nama Roh Laut atas pemandangan di hadapannya.

"Ini mereka ...," kata Marino, pada karkas-karkas berukuran besar yang berada di hadapannya. Dari bentuknya, mereka tahu itu berasal dari hiu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro