Chapter 15
Talis belum pernah berburu sebelumnya. Di Solaris, semuanya bisa didapatkan dengan mudah, termasuk makanan. Kementerian Pangan Karnivora selalu memiliki daging olahan yang bagi Talis masih menjadi misteri dari mana asalnya. Masalahnya, Talis tak memberitahukan kemampuan berburunya pada Anok.
Hiu betina itu membawanya pada Mara sekali lagi. Seperti kebanyakan ikan pada umumnya, Mara juga tinggal di sebuah karang mati. Awalnya Talis pikir Mara juga akan ikut berburu, tetapi ternyata ikan itu hanya memberinya sebuah batu.
"Apa ini akan membantu kita berburu?"
Lalu Mara memintanya untuk menggosok batu itu. Talis tidak mengerti, tetapi sesuai perintahnya dia menyapu siripnya di atas batu kecil itu yang setelah beberapa saat mengeluarkan cahaya terang. Kurang lebih sama terangnya dengan milik Mara.
"Inilah pekerjaanku di Abyss. Menjual bakteri bercahaya."
"Kukira tadi kau juga akan ikut berburu dengan kami," ujar Talis sambil dan mematikan nyala batu itu dengan menggosoknya sekali lagi.
"Untuk apa berburu kalau aku bisa mendapatkan banyak telur dari bisnis ini?" Ikan itu tersenyum lagi. Meski ukuran tubuhnya sangat kecil, tetapi gigi-gigi tajam itu mungkin telah membunuh lebih banyak ikan daripada yang bisa Talis hitung.
"Jadi ... kita juga harus membawakan Mara telur ikan?" Talis beralih pada Anok yang dengan santai menunggu di belakangnya.
"Kecuali kau tidak butuh cahaya, maka kita hanya perlu membawa cukup telur untuk kita berdua dan juga Takuta."
Talis kembali pada Mara. "Kenapa tidak ikut saja dengan kami dan kita bisa makan bersama-sama?"
"Kalian ikan-ikan neritik memang keras kepala. Aku tidak suka berburu. Aku juga punya ... sedikit masalah dengan ikan pemotong kue ...."
Talis teringat, saat itu Anok yang mengusir hiu pemotong kue yang menyerangnya saat itu. Sementara Mara bersembunyi dan baru muncul setelah semuanya aman. Mungkin karena ukuran tubuhnya membuat Mara jadi spesies yang lebih empuk di Abyss.
Anok menghela napas dan menuntun Talis untuk segera pergi. "Akan kami bayar nanti, Mara."
"Senang berbisnis dengan kalian, hiu baik hati."
Berkat bantuan batu bercahaya itu, Talis bisa melihat dengan lebih baik. Anok berenang di sampingnya, mengantarnya pada target buruan mereka. Ia masih belum memberitahu Anok kalau ini adalah perburuan pertamanya. Terlebih lagi mereka akan berburu telur hiu pemotong kue.
Tak ada yang bersuara sepanjang perenangan mereka, dan sejujurnya itu membuat Talis gelisah. Ia benar-benar tak mengerti dengan ikan-ikan pendiam. Bagaimana caranya bertahan hidup di lautan tanpa berkomunikasi? Sesekali ia melirik Anok, memperhatikan wajahnya yang tenang tetapi terlihat tegas. Talis berharap saat itu dirinya bisa melihat isi kepala Anok dan mencari tahu apa yang tengah dipikirkannya.
Rasa bosan mengalahkannya. Talis akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. "Jadi ... bagaimana kau bisa ada di Abyss?"
Anok hanya terdiam, tetapi Talis tidak menyerah sedikitpun. "Kau juga hiu abu-abu, kan? Kau pasti berasal dari zona neritik sepertiku."
Tak ada tanggapan. Gelembung-gelembung pasrah lolos dari insang Talis. "Baiklah ... kau tidak suka bercerita."
Kesunyian itu kembali dengan cepat, tetapi hanya sebentar karena Anok pada akhirnya membuka mulutnya.
"Lubion," katanya dan membuat Talis terperangah. "Aku dari Lubion ...."
Talis tidak tahu di mana Lubion berada, tetapi ia pernah mendengar cerita tentang distrik itu dari ayahnya. "Di tempat itu hanya ada sedikit karnivora. Perdana Menterinya saja seekor pari manta."
"Aku ke Abyss karena kami tidak begitu diterima di sana," lanjut Anok. "Semuanya herbivora. Mereka memandang kami seperti predator berbahaya yang tidak pantas hidup. Sementara di saat bersamaan mereka melempari kami dengan cangkang kerang dan sebagainya."
Kini giliran Talis yang kehabisan kata-kata. Dia tidak pernah menyangka ada tempat di mana karnivora tak diterima dengan baik. Saat masih kecil, Talis selalu berpikir kalau pemisahan zona karnivora dan herbivora membatasi mereka, tetapi pada akhirnya mereka semua hidup dengan damai. Sepertinya Lubion tak bisa mengadaptasi hukum yang sama.
Setelah beberapa kilatan yang terasa agak panjang, Anok tiba-tiba memintanya untuk mematikan batu itu. Semuanya gelap sekali lagi, tetapi Talis merasakan sirip Anok. "Ke sini ...."
Talis merasakan tubuhnya saat ini dikerumuni oleh alga.
"Di depan sana adalah habitat mereka," jelas Anok. Dengan kondisinya yang benar-benar minim cahaya, Talis hampir tak melihat apapun, tetapi dia menyadari ada gerakan sirip di depan sana. Itu pasti hiu pemotong kue.
"Jadi apa rencananya?" tanya Talis.
"Aku mengalihkan perhatian mereka ... kau menculik para betina yang hamil."
"Apa?!" Talis terperanjat, dan Anok langsung memintanya untuk memelankan suara. "Kukira tadi kau bilang kita hanya berburu telur mereka saja?"
"Kau kira mereka bertelur di mana kalau bukan di dalam tubuhnya? Kau juga hiu, kau tahu hampir semua hiu itu ovovivipar."
"Jadi apa maksudmu dengan berburu telur kalau begitu?"
"Kita akan culik mereka, bawa tubuhnya ke Karam, belah perutnya, dan keluarkan semua telur-telur itu."
Talis hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka lebar. Betina di sampingnya benar-benar serius. "Itu sangat kejam ...."
"Semua di Abyss kejam. Tiga di antara mereka menyerangmu saat kau terluka."
"Aku tahu tapi ...." Talis menoleh pada habitat itu lagi, meski tidak ada yang bisa dilihat dengan jelas. "Tapi mereka sedang hamil. Bayangkan kalau kau hamil dan kemudian seekor ikan memburumu, membunuhmu, dan mengambil telurmu?"
"Suka atau tidak, beginilah cara kami hidup di Abyss. Aku sudah membantumu, dan sekarang waktumu membayar. Mengerti?" tegas Anok. "Seperti yang kubilang sejak awal, diserang paus orca di Solaris masih lebih baik daripada hidup di Abyss."
"Kalau memang lebih baik, mengapa kau tidak kembali ke distrikmu dan hidup sebagai karnivora yang didiskriminasi?" balas Talis, dan dia langsung menyesalinya. Semuanya memang gelap, tetapi Talis tahu Anok sudah marah padanya.
"Dengarkan aku baik-baik, dasar jantan lemah. Kau akan membawakan telur-telur hiu pemotong kue itu padaku, atau aku akan memangsamu di sini, saat ini juga."
Ancaman itu benar-benar membuat ekor Talis bergetar. Dia sudah pernah menyaksikan kanibalisme antar hiu, dan menjadi bagian dari kejadian itu tidak pernah masuk dalam keinginannya. Dengan terpaksa dia harus sepakat dengan Anok.
"Bagus. Begini rencananya ...."
Talis bahkan tak bisa mendengarkan rencana itu dengan baik. Sementara Anok menjelaskannya dengan sangat ringkas dan tidak ada pengulangan. Beberapa saat kemudian dia sudah pergi, siap mengalihkan perhatian para hiu pemotong kue.
Dengan helaan napas kasar, Talis pergi ke posnya dengan batu menyala di siripnya. Menunggu sinyal Anok untuk masuk.
Satu kilatan berikutnya, Talis sudah mendengarkan keributan di antara hiu pemotong kue. Anok berenang dengan sangat cepat, keluar dan masuk di dalam sana dengan mudah. Talis sekali lagi terkejut karena Anok ternyata memiliki kemampuan fisiologi yang sangat bagus. Berburu pasti sudah menjadi kebiasaannya selama tinggal di Abyss.
"Apa itu?!"
"Ikan besar!"
"Di mana dia?!"
"Aku di sini dasar kalian hiu buta!" teriak Anok mengejek mereka, sekaligus menjadi tanda bagi Talis untuk bersiap.
"Jangan biarkan dia lolos! Mari beri dia pelajaran karena sudah berani masuk ke habitat kita!"
Suasana jadi lebih senyap, mereka pasti sudah pergi mengejar Anok. Talis menggosok batu itu dan memancarkan cahayanya ke depan. Sekarang tempat itu hampir kosong.
"Baiklah ... di mana kira-kira betina hamil berada sekarang?" Talis berenang, mengelilingi setiap sudut terumbu karang dan batuan. Namun, setelah beberapa saat ia tak bisa menemukan satupun. Entah karena sangat hebat bersembunyi, atau malah ikut mengejar Anok.
Beberapa kepakan sirip kemudian ia mendengar suara batu yang jatuh. Talis menyorotkan batunya ke sana, dan ia menyadari terdapat sebuah gerakan kecil. Ketika Talis berenang ke sana, seekor ikan melintas di hadapannya. Hiu pemotong kue betina.
"Hei! Berhenti!" Talis bergegas mengejar, dan tidak sulit dengan tubuh besarnya. Hiu kecil itu tak bisa kemana-mana dan dirinya terkepung di sebuah tebing.
"Tidak! Aku sedang membuahi! Jangan makan aku!" teriak hiu itu.
"Maafkan aku, Nyonya. Aku terpaksa melakukan ini."
"Akan kulakukan apa saja! Kumohon!"
"Ayolah. Jangan buat ini sulit bagiku! Aku harus membayar seekor gurita dan ikan angler yang memberikan batu ini padaku, dan kedua makhluk itu hanya mau makan telur—Arghhh!" Lalu sesuatu mengigitnya dengan kuat sampai ia menjatuhkan batunya, dan Talis tahu itu ulah hiu pemotong kue yang lain karena dia sudah merasakannya.
Saat Talis melirik lagi ke arah tebing tadi, hiu yang hamil itu sudah menghilang, tetapi dia tak benar-benar pergi. Hiu itu ikut menyerang Talis, membuatnya meraung kesakitan. Masih ada ikan yang tersisa di sana, dan semua yang menyerang Talis ada ikan betina. Mereka jauh lebih agresif.
"Berhenti! Aku bilang berhenti mengigitku!"
"Enak saja kau mau makan kami! Kami akan memakanmu terlebih dahulu dasar hiu jelek!"
Talis mengibaskan ekornya, mengenai salah satu hiu hingga terbentur ke tebing dan membuatnya tak sadarkan diri, dia berusaha menyerang hiu yang lain, tetapi sisanya jauh lebih tangguh.
Talis merasakan sekujur tubuhnya mulai dipenuhi bekas luka berlubang. Darahnya terbuang ke air, dan seolah jantungnya kini memompa adrenalin. Mata hitamnya terbuka dengan lebar, bersamaan dengan mulutnya yang menampilkan puluhan gigi tajam
"Sudah! Cukup!"
Ia membuka mulut, mengarahkan moncongnya pada hiu yang sedang dalam masa pembuahan itu. Hiu yang seharusnya dibawakan pada Takuta dan kini berada di dalam mulutnya.
Lalu sensasi itu kembali. Sebuah perasaan yang sama sejak bermusim-musim lalu. Sebuah perasaan yang selalu ingin dilupakannya, muncul lagi di lidahnya.
Talis menggeram, para hiu pemotong kue yang tersisa berhenti menyerang, dia tahu ini saatnya mereka kabur dan bersembunyi, karena insting predator Talis baru saja mengambil alih dirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro