Chapter 14
Saat Matau dan Maui mengatakan mereka gagal, mereka benar-benar gagal. Tehere meninggalkan istana dengan terburu-buru, Kartikeya mengikuti dari belakang. Keadaan di luar sana benar-benar kacau. Puluhan paus orca yang mengamuk mengerumuni setiap arus Solaris. Sirip Tehere menegang saat dia bisa mencium bau darah yang pekat telah mengelilingi seluruh distrik.
Sementara Kartikeya tak memiliki kemampuan untuk membaui hal yang sama, tetapi dia tahu predasi besar-besaran baru saja di mulai. Pendengaran lumba-lumba yang sangat sensitif sudah cukup membantunya menangkap suara teriakan dari beberapa hiu di kejauhan.
"Ini tidak mungkin terjadi! Mereka membunuh para hiu yang tak bersalah!"
"Cinta dan kemarahan tidaklah berbeda jauh," kata Kartikeya. "Tak akan ada yang dapat menghentikan para apex selain diri mereka sendiri."
Tiba-tiba Tehere tersentak. Dia baru menyadari satu hal. "Talis! Aku harus memperingatkannya!"
Namun, Kartikeya langsung menghentikan Tehere yang baru saja ingin berenang pergi. Lumba-lumba itu menggelengkan kepalanya. "Sebaiknya kau jauh-jauh dari pusat kota Solaris untuk sementara waktu. Kau bisa saja ikut mati."
"Aku tidak peduli! Dia temanku! Mako mati tepat di hadapanku, hal terakhir yang ingin kulihat adalah melihat Talis tewas dimakan paus orca!"
Tehere berusaha menyingkir dari sana, tetapi Kartikeya masih mampu menahannya. "Talis yang kau maksud adalah Talis Kua, kan? Aku mengenalnya. Dia mengambil sekolah Konihi musim ini. Aku yakin dia akan baik-baik saja."
"Tapi ...." Tehere bersitegang dengan dirinya sendiri. Dia ingin percaya pada Kartikeya, meyakini kalau hiu abu-abu itu akan baik-baik saja. Sepengetahuannya, Talis saat ini sedang berada di sekolah, bersama hiu-hiu lain. Sepertinya dia memang akan baik-baik saja. Namun, yang mengincarnya saat ini adalah kelompok paus orca yang dikuasai oleh kemarahan dan insting predator. Bagaimana kalau Talis malah dihabisi bersama yang lain?
Tehere mengabaikan seluruh peringatan Kartikeya tentang paus orca akan menghabisinya. Seolah Penjaga Neraka Laut berbisik padanya untuk segera mempertaruhkan nyawa agar ada jiwa-jiwa malang baru yang bisa disesatkan. Tehere sekali lagi berusaha untuk menyingkir dari Kartikeya, tetapi kali ini lumba-lumba itu membiarkannya pergi.
Tehere bergegas ke sekolah Solaris, berharap dia bisa menemui Talis dan memperingatkannya untuk segera bersembunyi atau kalau perlu pergi sejauh mungkin dari Solaris sampai situasinya aman.
Ikan remora itu berenang di dasar, dan di atasnya ia bisa melihat beberapa paus orca juga berenang ke arah sekolah. Itu membuatnya semakin panik, tetapi Tehere juga sadar dirinya berenang sangat lambat. Bagaimanapun dia tidak berhenti.
Sampai akhirnya ia melihat beberapa ekor hiu melintas dari arus berlawanan dengan sangat cepat. Dalam sekian kepakan sirip tersebut, dia bisa melihat teman besarnya berenang dengan tergesa-gesa. Beberapa gelembung udara lolos dari insangnya, tanda Tehere lega. Setidaknya ia tahu Talis masih selamat, tetapi Tehere ingin memastikan dia benar-benar aman. Tehere memutar arah.
Ia tidak tahu Talis akan kemana, Tehere hanya menduga dia akan pergi langsung ke kawasan hiu. Insting Talis pasti menyuruhnya kembali pada keluarganya dan menyusun rencana bersama-sama.
Berkat tubuh kecil dan energinya yang sudah menipis, Tehere butuh lebih banyak kilatan untuk mencapai kawasan karnivora. Bisa dibilang jenisnya adalah yang paling banyak datang ke tempat ini. Tehere masih ingat, saat masih kecil dulu dirinya sering sekali ke sini, ke rumah Talis. Terkadang hanya sekedar berkunjung atau mengendap-endap untuk pergi ke kawasan herbivora dan bertemu teman-temannya yang lain. Di sana ia akan disambut dengan ramah oleh pasangan Kauri dan Hwari, dan tak lupa Teika yang selalu saja mengerjai adiknya.
"Talis! Pacarmu datang!"
"Dia bukan pacarku dasar payah!"
Tehere mulai bernyanyi pada Roh Laut dan berharap interaksi keluarga hiu itu akan bertahan lama, dan tidak berakhir hari ini karena mereka semua dimakan oleh paus orca.
Tepat di pasang tertinggi Tehere akhirnya berhasil mencapai kawasan hiu, tetapi ia sadar dirinya menjadi yang paling terakhir tiba. Seluruh tempat sudah dipenuhi bau darah yang pekat dan jasad para hiu malang tergeletak di sana sini. Mereka semua hanyalah korban dari kesalahpahaman para insting liar. Dia terus berenang hingga sampai di komunitas hiu abu-abu, dan Tehere menyaksikan dari jauh sekumpulan paus orca telah mengepung hiu-hiu malang.
Tehere semakin dibuat terkejut saat dia bisa melihat di sana lingkaran hiu tersebut terdapat Kauri, Hwari, dan juga Teika yang berteriak keras pada orca-orca tersebut. Mempertanyakan alasan mengapa mereka semua diburu. Tentu saja kabar kematian Perdana Menteri Orca belum sampai ke pendengaran semua ikan, hanya ikan-ikan di istana yang mengetahui. Namun, Tehere menyadari orca yang ada di sana bukanlah salah satu yang tadi hadir di istana. Bahkan tak ada satupun dari mereka yang merupakan bagian dari istana. Apakah ini artinya mereka melakukan komunikasi internal untuk melakukan penyerangan pada para hiu?
Sementara itu tak ada Talis. Ekor Tehere bergerak dengan gelisah menyadari teman baiknya tak ada di sana. Apa dia tidak selamat? Apa dia gagal kabur dari sekolah tadi? Bagaimana kalau ternyata Tehere salah lihat? Ternyata hiu abu-abu yang melintas tadi bukanlah Talis?
Sebelum ada jawaban yang dapat Tehere dapatkan dari rentetan pertanyaan tersebut, salah satu paus membuka mulutnya, dan predasi terburuk yang pernah disaksikan Tehere seumur hidupnya, terjadi. Para orca menyerang setiap hiu yang ada, mereka bahkan menelan habis hiu yang masih anak-anak. Beberapa berusaha melawan balik, terutama Teika, tetapi tentu saja kekuatannya tidak akan cukup untuk mengalahkan meski hanya satu ekor paus orca.
Lalu Teika berteriak, entah pada siapa. Saat itulah Tehere menyadari kalau Talis juga ada di sana, bersembunyi di balik karang. Seekor paus orca juga melihatnya, Talis berusaha kabur tetapi cara berenangnya benar-benar aneh. Dia terluka! Tehere melihat ekornya berdarah dan hanya tersisa setengah saja. Apa ada orca yang berhasil memakannya tadi?
Teika berhasil menyusul paus itu dan menghentikannya sebelum dapat memakan Talis. "Abyss! Masuk ke laut dalam!" teriak Teika pada Talis.
Talis berenang pergi dari sana, meninggalkan kakak dan seluruh kawanannya dengan ekor yang terluka. Tehere ingin memanggilnya, tetapi Talis sudah masuk ke laut dalam sebelum dia bisa mencapainya. Sementara ikan remora tentu saja tak akan bisa bertahan hidup di bawah sana. Setidaknya Tehere tahu kawan baiknya belum mati, meski terluka.
Kemudian, dengan berat hati, Tehere kembali ke kawasan karnivora. Dia menyaksikan para orca memuaskan jiwa karnivoranya hari ini. Dia melihat seekor paus mengunyah tubuh Teika dengan lahap, sementara di pusat pertarungan tadi Kauri tak lagi memiliki sirip dan ekornya. Hwari sudah kehilangan sebagian wajahnya. Tak ada satupun jasad hiu-hiu kecil yang Tehere lihat. Benar-benar tak ada yang tersisa. Mereka semua mati.
Tehere tak tahu harus melakukan apa selain menundukkan kepalanya dan merasakan kesedihan yang dalam, seakan-akan lautan menangis untuknya. Tak ada satupun hiu yang bersalah, tetapi semua yang dikenalnya menderita. Mako, Teika, Kauri, Hwari, dan semua hiu yang lain mati hari ini. Sementara yang masih hidup pun bukan berarti selamat.
Talis berada di laut dalam sekarang, tempat di mana semuanya bahkan jauh lebih buruk.
Namun, Tehere hanya ikan remora kecil. Tak ada apapun yang bisa dilakukannya selain bersedih.
***
"Nama ....?"
Ini pertama kalinya Tehere berhadapan langsung dengan ikan-ikan mackerel. Salah satu ikan jantan berada di hadapannya, satunya lagi berenang melingkar di atasnya. Tehere tak mengerti bagaimana cara kedua ikan ini tahu kalau dirinya akan berbohong, tetapi dia tahu ikan mackerel memiliki indra yang tajam termasuk mengetahui perubahan perilaku dengan mudah.
"Aku tanya namamu, betina," kata ikan mackerel di hadapan Tehere sekali lagi.
"Tehere Tautoko."
"Pekerjaan?"
"Piri."
"Siapa Tiaki-mu?"
Insang Tehere melepaskan gelembung tipis. Tiga hari berlalu setelah dia menyaksikan seluruh hiu tewas, tetapi dia tak bisa menyingkirkan semua itu dari dalam kepalanya.
"Mako ...."
"Dia berkata jujur ...," kata ikan yang berada di atas Tehere, masih berenang melingkar.
"Maaf. Bisa katakan padaku apa yang temanmu di atas sana lakukan?" tanya Tehere penasaran, tetapi dia tak mendapatkan jawaban apapun.
"Tuan Maui berkata kalau kau berbicara pada Matau tentang makhluk bernama Manusia yang muncul di dalam istana dan menyerang Tuan Perdana Menteri. Apa itu benar?"
Tehere tidak langsung menjawab. Dia justru sedikit aneh mendengarkan ikan mackerel memanggil nama Maui dengan sebutan Tuan, karena memang sekarang dirinya adalah Perdana Menteri sementara, sementara itu Matau tetaplah Matau, tetaplah seekor pengawal untuk saudaranya.
"Ya, itu benar," jawab Tehere tegas.
"Dia berkata jujur."
Tehere sebenarnya berharap akan ada reaksi kecil dari para mackerel, tetapi mereka benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik sebagai detektor kebohongan.
"Apa kau melihat makhluk bernama Manusia ini membunuh Tuan Perdana Menteri, para orca, dan hiu Tiaki yang lain?"
"Tidak, tetapi aku melihat mereka keluar dari kamar lewat etalase."
"Aku tidak merasakan keraguan. Dia berkata jujur."
"Apa kau melihat Mako mati di luar istana?"
"Ya. Kehilangan sirip dan ekornya."
"Dia berkata jujur."
"Satu pertanyaan terakhir ...," kata mackerel itu. "Apa kau menyaksikan ada hiu yang berhasil meloloskan diri dari Solaris saat predasi para orca terjadi?"
Tehere sontak terperanjat. "Kenapa tanya begitu?"
"Jawab saja pertanyaanku, betina," tegasnya.
Dia ingin berkata ya, karena dia melihat Talis berhasil kabur, tetapi sekali lagi, untuk apa para mackerel mempertanyakan hal ini? Apa mereka masih benar-benar berpikir para hiu yang membunuh Tuan Perdana Menteri. Padahal rekannya di atas sana sudah berkata kalau Tehere berkata jujur tentang Manusia lah yang menjadi awal mula semua ini terjadi.
"Tidak. Aku tidak melihatnya," kata Tehere. Dia mendongak sedikit, menunggu mackerel itu membongkar kebohongannya.
"Aku merasakan keraguan ...."
"Apa artinya itu, Uriel?" tanya mackerel di hadapan Tehere.
"Bukan kebohongan ataupun kejujuran. Penilaian arusku adalah, subjek kita terguncang atas peristiwa tiga hari lalu. Remora selalu jadi yang paling dekat dengan hiu. Mungkin dia antara ya dan tidak, melihat ada seekor hiu yang berhasil keluar dari Solaris, atau dalam mata ikan remora, adalah menyelamatkan dirinya."
Sirip Tehere menegang. Dia tahu apa yang dilihatnya adalah nyata. Talis keluar dari Solaris dan masuk ke laut dalam. Namun, bagaimana kalau mackerel itu benar? Mungkin Tehere hanya terlalu terguncang dengan kematian puluhan ekor hiu tak bersalah di Solaris. Meski para orca yang menyerang sudah dihukum atas perbuatan mereka, tetapi Solaris benar-benar berada dalam musim duka.
Seluruh ikan, bahkan para herbivora sekalipun memprotes penyerangan tak beralasan para orca terhadap hiu. Meski sudah dijelaskan alasan tersebut adalah karena kematian Tuan Perdana Menteri, tetapi semua ikan masih marah. Menganggap para paus memanfaatkan posisi mereka sebagai apex. Saat ini tak ada hiu yang tersisa di Solaris. Entah mati, atau berhasil meloloskan diri.
"Kau bisa pergi, Tehere Tautoko," kata mackerel itu, dan Tehere berenang pergi, digantikan oleh ikan berikutnya yang akan ditanyai.
Semua ikan di Solaris akan berhadapan dengan mackerel hari ini. Tujuan sebenarnya adalah pemeriksaan silang terkait predari para orca. Mereka akan ditanya apakah melihat penyerangan dan mengetahui siapa paus orca yang menyerang tersebut. Walaupun bagi Tehere sendiri malah diberi pertanyaan yang lain.
"Hei ...," sahut sebuah suara tak lama kemudian. Tehere menarik senyum kecil setelah melihat tidak hanya Poha yang berenang ke arahnya, tetapi juga Marino. Sayangnya ia masih belum bertemu dengan Rake.
Andai saja Talis juga ada di sini, gumam Tehere.
"Jadi bagaimana ...?" tanya Poha lagi. Pagi saat mereka saling bertemu, Tehere meminta untuk berkumpul setelah mereka semua selesai diperiksa. Ikan remora itu punya sebuah rencana yang harus dilakukannya, dan berharap teman-temannya mau membantu.
"Kalian semua mau membantu, kan?" Tehere memperhatikan teman-temannya satu per satu. Seolah ia tiba-tiba menjadi mackerel dan tahu tak ada keraguan sedikitpun dari mereka. "Baiklah, ikut aku ...."
"Kita mau kemana?" tanya Marino.
"Kalau kita ingin membuktikan bahwa manusia adalah pelaku utama dari semua kejadian berdarah di Solaris, maka ikan pertama yang perlu kita temui adalah Kartikeya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro