Chapter 12
Dengan napas agak memburu, Talis berenang mendekati Perdana Menteri Orca yang tersenyum padanya. "Solaris bangga padamu," katanya, dan itu justru membuat degup jantung Talis meningkat tiga kali lipat. Padahal dia sudah mempersiapkan ini sejak berhari-hari lalu, bahkan bermusim-musim lalu. Kini semua yang dia impikan telah tercapai, dia bukan lagi seekor Konihi biasa, dia adalah jenderal utama Konihi, menjadi yang pertama dari spesies hiu abu-abu.
Hiu dan paus orca itu berenang keluar dari istana bersama-sama, saling berdampingan, sirip saling menuntun, ekor berkibas dengan konsisten. Talis berusaha mengatur ritme insangnya agar dapat bernapas sedikit lebih tenang. Di hadapan seluruh ikan, ia harus menyampaikan pidato sekitar lima kilatan sebelum akhirnya diberi tanda jenderal kehormatan Konihi Solaris.
Riuh raungan ikan terdengar saat Talis mencapai pintu keluar istana. Tempat itu benar-benar dipenuhi oleh ratusan ikan. Dia bisa menemukan teman-temannya berada di baris terdepan. Poha dan Rake bersorak-sorak padanya, di samping mereka ada Tehere yang tak berhenti melambaikan siripnya pada Talis. Dia berteriak sekeras yang dibisanya karena bukan hanya tubuhnya yang saja kecil, pita suaranya juga.
Tak lupa teman ikan malaikatnya yang dulu adalah seekor betina, tetapi dengan berani menjadi pejantan untuk membantu keberlangsungan komunitasnya. Arata, dulunya bernama Anera.
Bukan hanya ikan, bahkan penyu-penyu tampak berenang dengan antusias menunggu penganugerahan Talis. Hiu itu bisa menemukan teman baiknya juga di sana, Marino menjerit berharap dapat didengar.
Namun, yang terpenting dibanding teman-teman setianya, tentu saja adalah keluarganya. Mama dan Papanya ada di sana, tak berteriak seperti ikan lain, mereka saling menyatukan sirip dan tersenyum dengan bangga pada Talis. Itu membuatnya jadi sedikit lebih tenang.
Tak lupa kakaknya yang usil. Teika berada di barisan lain, semalam dia berjanji akan hadir karena dirinya benar-benar kesulitan untuk mendapatkan izin dengan pekerjaannya sebagai Kaiki. Talis tahu kakaknya terlambat datang, tetapi dia sudah cukup senang dapat melihatnya di sana, mengangkat salah satu siripnya sebagai tanda.
Lalu yang terakhir, pasangan jiwanya. Hiu betina yang ia temui saat perjalanan ke distrik Abyss. Seekor hiu betina yang semula tak pernah tersenyum atau hanya sedikit bercerita padanya, yang telah menyelamatkan nyawanya, yang telah menyembuhkan ekor dan tubuhnya setelah diserang hiu pemotong kue. Kini mereka menikah, kawin, dan menetaskan tiga ekor anak. Dua betina dan satu jantan penerus keluarga Kua, tiga hiu kecil yang menjerit bahagia atas keberhasilan ayah mereka. Sementara induk mereka masih diam seperti biasa, tetapi Talis tahu apa yang suara hatinya akan katakan.
"Talis ...," panggil Perdana Menteri Orca. Dia menggerakkan siripnya ke depan, sinyal bagi Talis untuk maju dan memberi pidato pendeknya.
Sekali lagi Talis mengembangkan kedua insangnya lebar-lebar, dan berenang sedikit ke depan. Kerumunan makhluk laut di hadapannya sontak tenang.
"Jantan, Betina, seluruh ikan bersirip, tentakel, dan makhluk berinsang di Solaris, dengan sangat senang aku bisa katakan, ini adalah hari yang sangat besar, bahkan melebihi besar tubuhku."
Ikan-ikan tertawa kecil, sebenarnya Talis tidak bermaksud mengatakan itu, dia sepertinya terlalu gugup, tetapi ia tidak akan membiarkan lidahnya bergerak sendiri kali ini.
"Menetas sebagai seekor hiu, aku diberitahu kalau pekerjaan terbaik yang bisa kuimpikan adalah menjadi Konihi. Menjadi karnivora yang seutuhnya, menjadi predator sebagaimana Roh Laut takdirkan. Solaris adalah distrik yang damai, dan setiap ikan bertanggung jawab untuk membuatnya tetap seperti itu. Namun, aku, dan kami para Konihi tahu akan ada beberapa makhluk pembangkan yang tak bisa mematuhi itu. Kami diizinkan untuk memakan mereka, demi menjaga Solaris tetap dalam arus yang tenang.
"Ketika lulus dari sekolah Konihi, aku masihlah seekor hiu abu-abu yang berusaha memahami arus yang datang dan pergi dari Solaris. Aku ditemani Konihi lainnya, dan tidak semua hiu. Aku terkadang bertugas bersama seekor ikan pedang dan kakap merah, tetapi dengan mengabaikan perbedaan tersebut, kami masih bisa menjaga gelombang Solaris dari pasang naik hingga turun agar tetap pada garisnya. Di bawah cahaya permukaan, bahkan kegelapannya."
Sejenak Talis melirik kembali pasangan jiwanya di sana. Mencoba mengingat kembali petualangan kecilnya di dalam Abyss, di saat pertama mereka saling bertemu satu sama lain. Namun ... Talis tak bisa mengingat apapun. Aneh. Padahal itu adalah satu dari sekian momen indah yang terjadi di dalam hidupnya.
Talis kembali ke dunia nyata. Dia harus menyelesaikan pidatonya.
"Kini aku dipercaya untuk menjadi Jenderal Utama Konihi, tetapi aku masihlah hiu abu-abu yang sama. Hiu yang tak bisa berenang sendirian, yang membutuhkan banyak uluran sirip teman-temannya, yang ingin berjuang keras untuk menjaga Solaris. Namun, sekarang aku berharap kalian semua juga bisa membantuku. Teruslah menjadi ikan yang baik.
"Karena tidak peduli meski sirip kita berbeda, kita akan selalu berenang di arus yang sama."
Kalimat itu menandai akhir pidato Talis, diikuti dengan tepukan sirip yang bergemuruh di hadapan istana. Perdana Menteri Orca kemudian memasangkan sebuah tanda Jenderal di atas kepala Talis, sebuah karang yang di sambungkan dengan alga-alga untuk membuatnya utuh. Talis menerimanya dengan bangga.
Dia ingin bergabung dengan semua ikan yang selalu menemaninya. Teman-temannya, kakaknya, Mama dan Papanya, terutama dengan keluarga barunya. Pasangan jiwa dan anak-anaknya yang lucu.
Talis masuk ke dalam kerumunan, dia mendapatkan sambutan kecil dan Talis membalas sebisanya, tetapi ia hanya ingin bertemu dengan pasangan jiwanya. Aneh sekali sekarang ia tak terlihat di manapun.
Talis ingin memanggilnya, dia sudah membuka mulut dan suaranya malah tertahan. Aneh. Seketika dia lupa siapa namanya. Padahal mereka sudah tinggal bersama sejak lama. Padahal mereka sudah menetaskan telur bersama-sama. Itu dia. Dia akan memanggil anak-anaknya saja. Namun, lagi-lagi Talis tak tahu. Padahal dia sangat yakin nama itu ada di ujung lidahnya tadi. Mengapa tiba-tiba saja dia melupakannya.
"Talis ...." Suara itu. Dengan lega Talis mengangkat kepalanya dan mengikutinya. Pasangan jiwanya memanggil, itu suaranya.
"Talis ...." Terdengar lagi. Ekor Talis bergerak makin cepat saat dia berusaha melewati kerumunan ikan yang bertanya-tanya kemana dia mau pergi. Namun, Talis tidak peduli. Dia sudah menyampaikan pidato yang bagus di hadapan mereka, sekarang dia hanya perlu menemui pasangan jiwanya, di dalam Abyss.
"Talis ...."
"Aku datang, kekasihku. Tunggu aku!"
Talis berenang makin jauh ke dalam. Kegelapan sudah menyelimutinya, tetapi dia baik-baik saja. Akan selalu ada cahaya yang menuntunnya di dalam sana.
"Talis ...."
"Aku di sini! Tunggu—"
"Bangun!"
"Apa ...." Lalu ia berhenti. "Apa kau bilang?"
"Bangun! Kau harus membayar Takuta!"
Kemudian Talis terlonjak. Matanya terbuka lebar, tetapi kepalanya langsung sakit. Reaksi wajar setelah terbangun dari tidur yang panjang, terlebih dengan suara yang mengganggu di pendengaran.
Seluruh lautan di sekitar Talis sontak berubah. Semuanya remang, hanya ada cahaya kecil dari bioluminesensi yang membantunya melihat. Bagaimanapun, dia bisa melihat siapa yang telah membangunkannya.
"Anok ...," kata Talis dengan suara agak parau.
"Sengatan ubur-ubur seperti Neri memang bisa membuat siapapun mimpi indah."
"Apa ...?"
Anok mendesah. "Kau terlalu berisik meski Takuta sudah memperingatkanmu untuk tenang, tetapi kau berhasil membuat Neri marah, dan dia menyengatmu. Setelah itu aku membawamu kemari dan kau mengigau."
Lalu Talis mengingat kembali saat di dalam Karam, ketika dia tak bisa berhenti menahan rasa sakit dari metode pengobatan gurita itu. Saat dirinya ingin menyerah saja, seekor ubur-ubur raksasa tiba-tiba saja masuk. Takuta sontak berusaha menenangkannya, bahkan Anok juga meminta agar makhluk itu mundur, tetapi tentakel-tentakel kecilnya langsung membungkus leher Talis, dan setelah itu adalah kegelapan yang lebih pekat.
Tubuhnya tak lagi merasa sakit, meski masih agak panas di sekitar kepalanya. Dia melirik ekornya, dan melihat ada alga tebal yang melilitnya. Menciptakan sensasi hangat dan melegakan di ototnya.
Kemudian mimpi itu. Dia tahu itu hanyalah sebuah mimpi indah. Karena dia sudah memakan Anera, teman-temannya meninggalkannya, keluarganya sudah tewas diburu, dan dirinya tidak akan pernah bisa menjadi seekor Konihi, apalagi Jenderal Utama. Lalu hiu betina itu. Dia tidak tahu itu siapa, dan sejenak Talis pikir itu adalah Anok, tetapi dia buru-buru menghilangkan pemikiran tersebut.
"Ayo kita pergi," ucap Anok dan berenang pergi.
"Apa?" Talis bergegas mengejar. Meski sudah tidak sakit, tetapi kondisi ekornya yang rusak membuatnya tak bisa berenang dengan baik. "Kemana?"
"Kau pikir Takuta akan menyembuhkanmu begitu saja tanpa bayaran?"
"Membayar? Apa maksudnya?"
"Tidak ada yang gratis di sini, hiu besar," kata Anok. "Semua ikan makan. Takuta memang dokter yang hebat, tetapi dia bukanlah gurita dermawan. Dia ingin hidup dengan perut yang terisi penuh. Lagipula ...." Hiu itu berbalik menatap Talis. "Apa kau sendiri tidak lapar?"
"Ugh ... setelah kau berkata begitu, perutku mulai keroncongan," ujarnya dengan wajah memerah. "Tapi ... di mana kita bisa mencari makan?"
Anok menyeringai, pertama kalinya bagi Talis melihatnya tersenyum, dan dia tak bisa berbohong, dirinya tersipu. Semua berkat mimpi itu.
"Mau balas dendam pada hama kecil pembawa masalah itu? Kenapa tidak tunjukkan padaku seperti apa cara hiu di atas sana bertarung."
Perasaan canggung itu sontak berubah jadi keterkejutan. "Apa?! Maksudmu ... Takuta makan hiu pemotong kue?! Kita akan makan mereka?!"
"Tidak. Ew. Siapa yang mau makan mereka? Biar kutunjukkan padamu cara berburu di Abyss, hiu besar." Anok kembali berenang maju, dan Talis bersusah payah untuk menyusulnya.
"Jadi apa sebenarnya yang akan kita makan, kalau begitu?"
Anok meliriknya sekali lagi. "Kita akan memakan telur-telur mereka."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro