Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 - Sahabat

Entah ada angin apa, Melati semakin rajin beribadah. Bukannya Nadia tidak suka, tapi kelakuan sahabatnya itu benar-benar menyebalkan.

Jam 8 pagi.

"Nad, udah sholat duha belum? Kalau belum nanti bareng, ya!"

Dzuhur.

"Nad, ayo buruan ke mushola, biar bisa sholat berjamaah!"

Ashar.

"Nad, jangan lupa sholat qobla-nya!"

Magrib.

"Nad, abis sholat jangan lupa baca Al-Qur'an sampai Isya."

Isya.

"Nad, sholat witirnya jangan kelewat."

Jam 3 pagi.

"Nad, ayo sholat tahajjud, jangan lupa doanya!"

Nadia muak. Bukannya ia benci diajak beribadah. Tapi Melati benar-benar mengganggunya setiap saat. Ia bahkan sampai trauma ketika ponselnya berdering.

"Pagi, Nad." Melati menyapanya dengan senyum ceria.

Wajah Nadia benar-benar kusut. Ia tidak punya tenaga untuk sekadar membuka mulut dan mengomel. Melati sudah mengganggunya lebih dari sebulan. Jika bisa, ia ingin menghapus Melati dari muka bumi.

"Lo enggak lupa berdoa, kan?"

Nadia menempelkan pipi ke meja. Muak, ia sungguh muak. Sahabatnya ini benar-benar butuh dirukyah.

"Mel."

"Iya?"

"Gue berdoa tiap waktu."

"Seriusan? Wah, makasih banget udah bantuin gue ngedoain Dewa putus sama pacarnya."

Nadia mengangkat kepalanya dan menggeleng, ia kemudia tersenyum cerah menatap Melati.

"Maaf, gue enggak minta itu sama Tuhan."

"Lah, kok gitu sih! Terus lo minta apa?"

"Gue berdoa tiap saat semoga Melati Harum Mewangi, sahabat yang paling gue sayangi sekecamatan bisa segera masuk surga."

Melati kehilangan kata-kata sejenak, kemudian mulai menyerang Nadia dengan gelitikan di pinggang.

"Oy! Tega bener lo."

Nadia berusaha melepaskan diri, pinggang benar-benar kelemahannya. Ia mulai meronta dan menatap Melati sebal.

"Berhenti, aduduh, stop, oke gue nyerah! Ampun, duh, ampun!"

Melati baru melepaskan Nadia ketika gadis itu sudah berkaca-kaca. Ia melipat tangan di dada dengan ekspresi jumawa.

"Makanya jangan berani ngelawan Melati Harum Mewangi."

Alih-alih benci, Nadia jadi tertawa ngakak. Nama dan kesombongan Melati benar-benar tidak cocok. Teman sebangkunya ini benar-benar bahan lawakan yang bagus.

"Heh. Mel, gue kasih nasihat nih, ya. Lo kalo mau mereka putus, ya lo usaha sendiri lah deketin si Dewa. Rebut dia dari pacarnya pake apel lima kilo, kek. Atau apa gitu. Bukannya malah doa doang. Bagus sih lo jadi banyak ibadah, tapi niat lo itu sesat banget. Lagian doa tanpa usaha itu sia-sia."

"Abisnya gimana lagi, gue gak punya kepercayaan diri buat ngerebut dia. Deket dia lima meter aja udah jadi jelly. Apalagi ngalahin pacarnya, gue enggak sanggup. Dia cakep banget, pinter, terus anggota OSIS pula. Gue gak punya senjata."

"Bener juga. Lo emang gak punya kelebihan apapun."

"Jangan setuju gitu aja, woy! Lo harusnya nyebutin kelebihan gue dan bikin gue percaya diri."

"Ogah. Gue gak bakal dapat duit dari nyemangatin lo."

"Lo temen gue bukan, sih?"

"Bukan."

"Ish! Gue santet juga lo."

"Daripada nyantet, mending lo belajar pelet. Atau pake susuk sekalian biar si Dewa kecantol."

Melati terdiam sejenak. Ia mulai memikirkan saran Nadia dengan serius.

Melihat ini Nadia mulai panik. "Gue barcanda, woy. Jangan dipikirin. Udah mending lo ibadah aja yang banyak, nanti gue bakal terus berdoa biar Dewa sama pacarnya putus."

"Serius?"

"Iya." Biar lo gak ganggu gue terus, lanjut Nadia dalam hati.

=====🍎🍎🍎=====

Nadia kembali ke kelas setelah membeli roti rasa melon untuk makan siang. Ia sedang malas makan makanan berkuah, terlebih setelah istirahat nanti adalah pelajaran ekonomi. Ia harus membaca lagi materi karena guru killernya itu hobi memberikan pretest.

Saat akan menaiki tangga, ia melihat penampakan aneh. Bukan hantu tentu saja, sekarang masih siang. Tapi gadis dengan rambut dikepang dua yang sedang nemplok di tembok di dekat taman. Sepertinya ia kenal dengan gadis itu, tapi lupa siapa, wajahnya juga tidak terlihat karena posisinya membelakangi Nadia.

Setelah naik lima undakan tangga, seketika ia menepuk jidat.

"Ah, bukannya itu Melati?"

Nadia pun turun kembali dan menghampirinya.

"Woy, ngapain lo nemplok di situ kek cicak?"

Melati menoleh kaget, kemudian menempatkan jari telunjuk di depan bibir.

"Ssst, diem lo, Nad. Gue lagi dalam misi pengamatan."

"Hah?" Nadia mengerutkan kening tidak mengerti.

Melati menarik tangan Nadia agar mendekat padanya, kemudian menunjuk ke pohon Akasia dengan dagunya. Di sana ada Dewa dan pacarnya yang sedang makan siang.

"Lo lagi ngintip orang pacaran?"

"Ini bukan ngintip, orang mereka pacaran di publik gitu, kok."

"Lah, terus lo ngapain sembunyi sambil nemplok di tembok gitu kalau namanya bukan ngintip?"

"Gue cuma lagi ngisi tenaga."

"Hah?" Kening Nadia kembali berkerut karena tidak mengerti. Setelah Dewa punya pacar, sepertinya otak Melati semakin gesrek saja. Terlebih ia sudah tidak bisa melakukan hobi gilanya menyimpan apel di bawah kolong meja cowok itu. Apa ini efek dari akumulasi stres karena tidak bisa menyalurkan cintanya?

Ah, tidak. Nadia menggelengkan kepala. Melati memang sudah stres dari sananya. Seharusnya ia sudah maklum sekarang karena mereka sudah bersahabat lebih dari dua tahun.

"Itu, gue mau ngeliat Dewa kayak dulu. Biasanya kan istirahat gini dia suka main bola di lapangan sama anak cowok yang lain. Tapi setelah punya pacar, dia udah jarang main. Taunya malah mojok di sana. Gue kan jadi susah mau nyetok kegantengan dia buat gue kagumin di rumah."

"Lo makin gila aja, Mel." Nadia menatap gadis itu takjub. "Kalau diinget lagi, dulu pas mereka jadian, lo bilang bakal menghargai pilihan Dewa dan gak bakal ganggu dia lagi. Tapi sebulanan ini lo malah menganiaya gue buat doain mereka putus. Dasar gak konsisten."

Melati nyengir. "Gue emang gak gangguin dia lagi, kan? Gue udah enggak ngasih dia apel lagi. Kalo soal doa, anggap aja gue nikung dia di sepertiga malam."

"Cih, harusnya kalo mau nikung lo berdoa sendiri aja. Ngapain ngajak gue?"

Cengiran Melati semakin lebar. "Soalnya gue inget perkataan guru ngaji gue. Katanya doa orang yang terdzalimi itu bakal mudah dikabulkan."

Nadia kehilangan kata-kata. Rasanya ia ingin segera menghapus keberadaan Melati dari muka bumi. Ia mengalihkan pandangan dari Melati dan mulai menatap dua sejoli yang sedang dimabuk cinta. Mereka terlihat sangat bahagia.

"Mental lo kuat banget, Mel. Lo gak sakit hati lihat cowok pujaan lo lagi pacaran sama cewek lain?"

Melati termenung sejenak. Kemudian menatap dua orang yang sedang duduk di bawah naungan pohon Akasia.

"Hm, yah, lagian gue lebih fokus ke Dewa. Gak guna juga natap pacarnya."

"Tapi kan dia keliatan."

"Hm, lo pernah nonton drama teater?"

"Pernah. Kenapa jadi nyambung ke sana?"

"Lo tau kan di sana ada peran pohon? Nah, anggap aja pacarnya juga gitu."

Nadia kembali kehilangan kata-kata. Entah dia harus merasa bagaimana untuk keadaan Melati sekarang. Senang? Sebal?

"Nad, energi gue udah terisi penuh. Ayo balik ke kelas. Cewek itu bikin mata gue sepet."

"Katanya tadi cuma anggap dia pohon."

"Tetep aja lihat cewek yang lebih cakep dari gue jadi pacarnya Dewa bikin mata sepet. Kalo bisa, gue pengen kutuk dia biar jadi macam Laverna."

Nadia mengembuskan napas pasrah. "Bilang aja lo sakit hati lihat mereka bareng, dasar pencari penyakit! Ayo balik ke kelas!"

tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro