2. Apel Spesial
Melati merutuk saat menyadari ban sepedanya kempes. Untungnya ia masih di dekat rumah, jadi ia mendorong kembali sepedanya ke rumah dan memilih berangkat ke sekolah naik angkot.
Gadis dengan rambut dikepang dua itu celingak-celinguk menunggu angkutan umum berwarna oranye yang akan membawanya ke sekolah. Namun, sudah sepuluh menit menunggu, belum ada satu kendaraan pun yang lewat. Ia pun memutuskan untuk berjalan kaki dan berharap bisa menemukan angkot secepatnya.
Setelah berjalan sekitar 100 meter, barulah Melati melihat angkot berwarna oranye itu lewat. Ia pun segera melambaikan tangan dan naik. Sayangnya, baru lima menit melaju, angkutan umum yang Melati tumpangi malah ngetem lama di pertigaan dekat pasar. Gadis itu sudah geregetan ingin segera sampai ke sekolah. Ia beberapa kali mengecek jam tangan biru muda di pergelangan tangannya, berharap waktu bisa melambat.
Gerbang sekolah pasti sudah lama terbuka dan siswa-siswi rajin pasti sudah berdatangan. Melati khawatir ia tidak bisa menyimpan apel di kolong meja Dewa. Padahal apel kali ini spesial, menurut artikel yang ia baca, apel yang ia bawa ini bisa membuat orang yang memakannya jatuh hati padanya.
Ia semalam sudah membawa tidur apel ini, karena dari yang ia baca, apel adalah sebuah simbol cinta yang dalam pada hubungan romantis dan pernikahan. Pada abad pertengahan, bangsa Eropa memercayai kandungan apel dapat meningkatkan rasa cinta. Legenda menyebutkan jika seorang wanita ingin seorang laki-laki menyukainya, wanita itu harus tidur dengan apel di bawah lengannya dan meminta si lelaki untuk memakannya di kemudian hari. Mereka percaya bahwa si lelaki akan jatuh cinta setelah memakan apel.
Melati memang tidak sepenuhnya percaya Dewa akan jatuh hati padanya setelah memakan apel ini, karena toh artikelnya juga menyebutkan itu hanya sebuah legenda. Tapi tidak ada salahnya kan ia sedikit berharap Dewa bisa balik menyukainya? Meskipun Melati tidak berani menyatakan perasaan secara terang-terangan, bukan berarti dia tidak ingin dicintai kembali, bukan? Ia hanya kekurangan keberanian untuk jujur dan menyatakan rasa sukanya pada Dewa.
Setelah menaiki angkot selama dua puluh menit yang terasa satu abad, Melati akhirnya sampai di depan gerbang sekolah. Sekarang gadis itu harus mulai merancang rencana bagaimana ia bisa memberikan apel ini pada Dewa.
Masalahnya, di hari Senin seperti sekarang kebanyakan siswa pasti akan datang pagi untuk mengikuti upacara. Tidak terkecuali kelas Dewa, pasti di sana sudah banyak penghuninya. Tidak mungkin Melati bisa menyimpan apelnya tanpa ketahuan orang seperti biasa.
"Pagi, Neng. Tumben siang," sapa Pak Satpam tersenyum ramah pada Melati.
Gadis itu memasang senyum kecut, kenapa malah diperjelas sih kalau dia datang siang? Membuat suasana hatinya semakin buruk saja.
"Pagi, Mang. Iya, nih, tadi angkotnya ngetem lama. Saya masuk dulu ya, Mang."
Melati hanya bisa mengembuskan napas berat kala melihat ramainya halaman sekolah. Sudah jelas hari ini ia tidak akan bisa memberikan apelnya pada Dewa. Kecuali ada keajaiban waktu berhenti.
===== 🍎🍎🍎 =====
Dewa menopang dagu dengan tangan kanan, matanya menatap lalu lalang siswa di luar jendela. Sekali lagi ia menghela napas, lalu melirik kolong mejanya yang hari ini kosong. Tidak ada buah kesukaannya di sana.
Ini memang bukan pertama kalinya orang itu absen menyimpan apel di kolong mejanya, tapi tetap saja ia tidak tenang. Dewa khawatir orang itu sakit. Andai ia tahu siapa orang yang ia sukai ini, pasti semuanya lebih mudah.
"Wa, kenapa masih di sini? Ayo ganti baju."
"Ah." Dewa menatap sekeliling. Ia terlalu asyik melamun sampai lupa sekarang jadwal pelajaran olahraga. Pantas saja kelas jadi sepi, ternyata anak perempuan sedang berganti baju. Ia pun segera mengeluarkan seragam olahraganya.
===== 🍎🍎🍎 =====
"Mel, mau cuci mata gak?" ajak Nadia di samping meja Melati.
Guru yang mengajar di kelas mereka berhalangan hadir, beliau juga tidak memberi tugas, jadi kelas Melati langsung bubar jalan. Ada yang ke perpustakaan, ada yang tidur, ada yang belajar, ada yang ke toilet, dan bermacam-macam kegiatan lainnya.
Melati menggeleng pelan, ia fokus menggoreskan pensil di buku gambarnya. Hobinya selain mengagumi Dewa adalah menggambar. Hasilnya cukup bagus sampai ia bisa menjualnya. Melati menawarkan jasa gambarnya lewat Instagram, awalnya ia hanya iseng, tapi siapa sangka ternyata hasil goresannya cukup diminati. Ia jadi punya penghasilan tambahan untuk membeli apel setiap harinya.
"Ah, seriusan? Padahal sekarang giliran kelas Dewa loh yang olahraga."
Goresan tangan Melati berhenti. Gadis itu memejamkan mata sebentar, lalu mulai membereskan peralatannya ke dalam kolong meja. Ia segera berdiri dan menatap Nadia semangat.
"Cus!"
Nadia hanya mampu menatap Melati sambil bengong. Ia kaget dengan perubahan gadis itu yang terlalu cepat. Sahabatnya itu bahkan sudah menghilang dari pandangannya ketika ia sadar.
"Dasar bucin!" gumamnya tidak habis pikir.
===== 🍎🍎🍎 =====
Melati menatap Dewa penuh pemujaan. Ia sangat suka ketika cowok itu tertawa lepas bersama teman-temannya. Ia bersyukur Dewa sudah tidak memperlihatkan senyum menyeramkan seperti dulu lagi, saat pertama kali mereka bertemu.
Melati terus mengikuti gerakan Dewa mengoper bola dan berlari ke sana ke mari mencari peluang untuk mencetak angka. Tatapannya lalu memperhatikan seisi lapangan, semua anggota kelas Dewa berada di sana. Menikmati waktu belajar di luar kelas yang hanya terjadi satu kali seminggu. Melihat ini, Melati tiba-tiba mendapatkan ide cemerlang. Ia pun segera membalikkan badan dan berlari kembali ke kelas.
Di koridor, ia berpapasan dengan Nadia. "Loh, Mel, lo mau ke mana? Dewa gak ada di lapangan?"
Melati menjawab sambil lalu. "Ke toilet!"
Nadia mengerutkan kening heran. "Tapi toilet kan arahnya bukan ke sana." Ia pun mengedikkan bahu tidak peduli. Kelakuan Melati memang tidak mudah dimengerti oleh orang normal sepertinya.
===== 🍎🍎🍎 =====
Melati masuk ke kelas Dewa sambil mengendap-endap. Ia celingukan memastikan tidak ada orang yang melihat aksinya. Untungnya sekarang masih jam pelajaran, jadi sebagian besar siswa sedang belajar di kelasnya masing-masing.
Setelah memastikan keadaan aman, Melati berlari menuju meja Dewa dan bersiap meletakkan apel spesialnya di sana. Gadis itu tidak menyadari tingkahnya yang mengendap-endap menarik perhatian Dira.
Melati masih fokus menatap apelnya dan menyalurkan rasa sukanya pada buah merah itu ketika Dira berdiri di pintu kelas. Gadis itu memperhatikan Melati dengan tatapan menyelidik. Sebagai pengurus OSIS, ia harus memastikan keamanan di sekolah ini. Ia khawatir Melati mau mencuri karena tingkahnya sangat mencurigakan. Sayangnya, karena Melati membelakanginya, ia jadi tidak tahu apa yang sedang gadis itu lakukan di meja Dewa.
"Lo lagi ngapain?"
Suara tiba-tiba itu mengagetkan Melati, ia hampir saja menjatuhkan apelnya. Gadis setinggi 152 cm itu pun segera meletakkan apelnya di kolong meja Dewa dan berbalik. Di sana ia melihat seorang gadis dengan rambut sepunggung berwarna hitam yang digerai sedang menatapnya menyelidik, tangannya memeluk tumpukan buku yang ia tebak buku tugas. Dia pasti baru saja keluar dari ruang guru yang berada di ujung koridor.
"Ah, itu ... anu ... permisi." Melati segera kabur tanpa menjawab pertanyaan Dira.
===== 🍎🍎🍎 =====
Akhirnya aku bisa up bab 2!
Oh iya, sebelum lanjut baca, aku mau merekomendasikan salah satu cerita karya emakku yang jago banget bikin cover. Teman-teman juga bisa request cover di lapaknya, lho. Segera kunjungi aja ya akunnya, Dee14007. Mampir juga ke ceritanya yang berjudul Pelakor itu Temanku, ya.
Sekian.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro