Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10 - Apel untuk Dewa

Hari pertama masuk setelah diskors, Melati datang ke sekolah bersama Nadia. Selama tiga hari yang ia anggap sebagai hari libur tambahan, ia menghabiskan waktu dengan melakukan semua hal yang ia suka, termasuk menonton drama Korea marathon bersama Nadia dan kakaknya semalam.

"Nad, gue kok masih pengen diskors, ya? Kenapa cuma tiga hari, sih? Seminggu enak kayaknya, bisa liburan ke luar kota."

Nadia hanya menggelengkan kepala mendengar gerutuan sahabatnya. Ia yakin ia sudah terbiasa dengan kegilaan gadis itu.

Saat mereka melewati koridor jurusan IPA, Melati jadi ingat Dewa dan pacarnya. Apa gadis itu tidak apa-apa sekarang? Ia menyerangnya demi menghilangkan perasaan bersalah karena sudah membuat Nadia diskors, tapi setelah tenang, ia juga jadi merasa bersalah karena menyerang gadis itu dengan ganas.

Namun, semua rasa bersalahnya terbang bagai debu ketika tahu semua kenyataannya setelah Nadia membeberkan semuanya. Ia sangat marah dan merasa puas karena sudah menyerangnya dengan sepenuh tenaga walau harus akhirnya harus mendengar ceramah terus menerus dari tante, kakak, dan kedua orang tuanya yang jika dijumlahkan terjadi selama kurang lebih lima jam.

"Apa Dewa masih pacaran sama cewek itu, ya?" gumam Melati penasaran ketika mereka melewati kelas Dewa.

Nadia mengangkat bahu tidak peduli. "Dia bodoh kalo masih belum mutusin cewek setan itu."

Melati nyengir ketika mendengar kutukan Nadia, gadis itu memang paling tidak tahan dengan hal-hal jahat seperti itu.

Dewa yang melihat Melati lewat segera keluar dari kelas dan memanggil gadis itu.

"Yasmin?"

Melati berhenti karena terkejut. Itu adalah nama yang tidak pernah didengarnya lagi. Saat masih kecil, ia merasa nama Melati tidak keren dan meminta teman-teman yang ia anggap bawahan untuk memanggilnya Yasmin agar terlihat lebih berkelas.

Melati berbalik dan menemukan Dewa yang terlihat sedikit ragu untuk berbicara degannya.

"Lo Yasmin, kan?"

Melati menganggup singkat, kemudian memaksakan tawa. "Tolong panggil gue Melati aja."

Dewa tertegun sejenak, kemudian tersenyum.

"Oke, kalo gitu panggil gue Gara juga."

"Bukannya lo lebih suka dipanggil Dewa, ya?"

Dewa mendelik. "Lo lupa lo yang mulai manggil gue Dewa gara-gara menurut lo Dewa lebih cocok buat jadi musuh Yasmin?"

Melati mengingat-ingat kapan ia berkata begitu, tapi berhenti berpikir ketika sadar mereka menjadi pusat perhatian.

"Tapi namanya masih lo pake sampe sekarang, berarti lo juga suka, kan? Wah, narsis juga lo, padahal kan bisa dipanggil Angga atau Gara."

Dewa hanya memutar bola mata, saat pertama kali memperkenalkan diri setelah pindah rumah, karena sudah terbiasa dipanggil Dewa, ia tidak sengaja mengucapkan nama itu juga. Saat ia ingin dipanggil Angga, teman-temannya sudah terlanjur betah memanggilnya behitu.

"Ah, terserah. Gue cuma pengen bilang, lo mau gak pulang bareng sama gue nanti? Ada yang mau gue omongin."

"Oho?" Bukan Melati yang menjawab, tapi Nadia yang menatap keduanya tidak percaya. "Ternyata kalian akrab banget, ya."

Melati menjawab Dewa dengan kata oke, dan segera menyeret Nadia pergi dengan wajah memerah.

=====🍎🍎🍎=====

"Jadi, ngapain kita malah ke taman? Lagian kalo diinget lagi, bukannya rumah lo ada di arah yang berlawanan ya sama rumah gue?"

Dewa menatap Melati tercengang. "Lo tahu alamat rumah gue?"

Melati tidak menjawab dan mulai duduk di ayunan. Mau tidak mau Dewa pun mengikutinya dan duduk di ayunan yang lain.

"Yas, gue mau minta maaf. Pertama, maaf karena gue marahin lo pas pertama lo ngasih apel, waktu itu gue masih belum nerima kematian mama. Tapi berkat lo sekarang gue udah bisa merelakannya. Gue juga mau minta maaf karena kejadian sama Dira."

Melati mengangguk, sekarang alasan dia hanya bisa mendekat sejauh lima meter sudah terhapuskan.

"Tapi kenapa lo selalu kabur pas ketemu, sih? Padahal gue pengen minta maaf dari lama."

Melati menatap Dewa sebal. "Gue takut, lo nyeremin banget pas lagi marah. Gue juga kesel karena lo gak bisa ngenalin gue sama sekali."

Dewa menunduk meminta maaf. "Sorry, lo berubah banget dari yang gue inget. Dulu lo berani banget nyuruh-nyuruh orang, sekarang malah kelihatan manis banget, mana pakai gaya rambut kayak orang desa pula."

Melati mendecih. "Gue enggak berubah sejauh itu, lonya aja yang bego, masa gak bisa ngenalin gue setelah sering berpapasan setahun belakangan ini?"

Dewa tersenyum canggung menyadari kebodohan dan ketidak peduliannya.

"Lo cuma mau minta maaf aja? Oke, gue maafin, tapi lo harus traktir gue makan siang tiap hari sampe lulus."

Dewa terkesiap. "Lama amat."

"Anggap aja lo lagi memperbaiki hati dan perasaan gue yang hancur setelah lihat lo pacaran sama cewek itu."

Dewa tidak bisa mengatakan apapun dan hanya bisa mengangguk setuju dengan berat.

Wajahnya semakin serius saat sadar Melati membawa topik yang ingin ia bahas lebih penting.

"Yas, selama ini gue selalu nyari elo. Gue pengen tahu siapa yang selama ini ngasih gue apel, tapi lo jago banget ngumpet."

Melati mendengarkan sambil menatap langit yang beranjak sore. Ia sudah tahu ke mana arah pembicaraan Dewa dan sudah mempunyai jawaban pasti di dalam hatinya.

"Lo tahu, berkat lo gue bisa nerima kematian mama, gue juga bisa nerima ibu tiri gue dengan baik. Gue selalu pengen ngucapin ini sejak dulu, makasih udah hadir dalam hidup gue."

Melati mengangguk. "Sama-sama, lo emang beruntung bisa ketemu gue lagi."

Hati Dewa berubag kesal, tapi ia tidak bisa melewatkan momen ini hanya karena kekonyolan gadis itu.

"Yas, mungkin lo udah tahu dan udah sadar ini sejak empat hari yang lalu, tapi gue tetep pengen ngucapin ini langsung. Gue suka sama lo, Yas."

Tak sedikit pun kekagetan muncul di wajah Melati, tapi pipi gadis itu mulai memerah yang menjalar sampai ke telinga. Gadis itu menunduk dan menjawab dengan suara kecil.

"Gue juga suka sama lo."

Dewa tersenyum sumringah.

"Kalau gitu, lo mau gak jadi pacar gue?"

Berbeda dari harapan Dewa, gadis itu menggelengkan kepalanya tegas.

"Gak mau."

"Kenapa?" Dewa tidak bisa menyembunyikan kebingungannya.

Melati menatap Dewa serius. "Gue gak mau jadi pacar lo, titik. Alasannya rahasia."

"Terus? Hubungan kita gimana?"

"Ya, enggak gimana-gimana. Lo suka gue, gue juga suka sama lo. Kelar urusan."

Dewa semakin bingung. Apa sebenarnya yang diinginkan gadis ini?

"Kalo lo gak mau jadi pacar gue, berarti enggak apa-apa kalo gue pacaran sama cewek lain?"

Melati menatap Dewa tajam. "Jadi rasa suka lo ke gue cuma bohongan?"

Dewa mengacak rambutnya frustasi. "Bukan gitu, gue cuma pengen hubungan kita jelas. Biar gue bisa punya hak buat ngelindungin elo dan nunjukin rasa suka gue sebebasnya ke elo. Gue juga pengen punya hak buat cemburu sama lo dan mengklaim bahwa lo milik gue."

Penjelasan Dewa benar-benar menggoda, tapi Melati bersikukuh dengan pilihannya.

"Enggak. Gue gak mau jadi pacar lo dan gue juga enggak ngizinin lo punya pacar."

"Egois banget, terus lo bakal punya pacar?"

"Enggak. Tentu aja enggak. Gue gak mau jadi pacar lo, tapi gue bakal kasih lo semua hak yang lo minta tadi."

Bukankah itu sama saja dengan mereka berpacaran? Dewa benar-benar tidak bisa menebak jalan pikiran gadis ini.

"Gue bakal nunggu."

"Nunggu apa?" Dewa bertanya bingung.

"Gue bakal nunggu lo datang ke rumah dan meminta gue sama papa. Tentu aja gue gak bakal minta lo terburu-buru, makanya gue bilang bakal nunggu. Tapi jangan terlalu lama juga, karena bisa aja lo diduluin cowok lain."

Dewa kehilangan kata. Ia pun berdiri dan mulai memeluk Melati. Tidak ada kata yang mampu menggambarkan perasaannya saat ini. Ia merasa campur aduk dan tidak tahu harus berbuat apa.

Setelah Dewa melepaskan pelukan mereka, Melati membuka tasnya dan mengambil sebutir apel dari sana.

"Wa, lo tahu gak buah apel itu simbol apa?"

Dewa menggeleng dan menatap apel dengan perasaan yang masih campur aduk.

"Menurut artikel yang gue baca, apel itu lambang cinta dalam hubungan romantis dan pernikahan. Omong-omong, karena gue bukan orang pertama yang mulai hubungan romantis sama lo, gue pengen jadi orang pertama dan terakhir yang lo ajak ke pelaminan nanti."

Dewa hanya tertawa dan mengacak rambut Melati gemas.

END.

ALHAMDULILLAH YA ALLAH, AKHIRNYA TAMAT!

Mamiiiii PetogPingitan, noveletku udah tamat yaaaaaaaaaa. Aku udah bebas, yeay!

Terima kasih untuk semua yang membantu dalam pembuatan kisah Dewa dan Melati ini, maaf kalau gak sesuai ekspetasi kalian. Maaf juga alurnya benar-benar melenceng dari sinopsis dan outline yang telah aku buat. Tapi aku seneng banget bisa namatin cerita ini. Ini cerita keduaku yang tamat setelah Jatuh yang Pertama tamat dalam rangka ODOC.

Terima kasih juga buat teman-teman yang sudah membaca dan mengikuti kisah mereka, semoga kamu menikmatinya dan bisa terhibur.

Terima kasih buat semua orang yang udah ngasih aku dukungan dalam menulis cerita ini sampai tamat, tunggu ceritaku yang selanjutnya, oke?!

Aku bakal upload ulang cerita Jatuh yang Pertama selama bulan Juli, juga bakal lanjut cerita Istri Kontrak CEO sampai tamat, jika berkenan silakan mampir, ya.

Sekali lagi terima kasih semuanya, selalu jaga terus kesehatan, yaaaa.

JURUSAN TEENFICTION THE BEST UYEEE💃💃💃💃💃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro