Apa pun Dirimu 18
Sekalian Promo. Putra Yakuza (Sasu fem Naru) ada di wattpad say. Monggo tengok.
Cahpter 18
Ungkapan Hati
Mereka bertiga telah berkumpul di kamar Nagisa. Memandang wajah yang telah kembali merona. Setelah mendapat perawatan dari Dokter yang baru saja pulang. Baik Satoru maupun Haruka, belum ada yang berani membuka suara. Hanya dapat menatap punggung Nagisa yang tidur membelakangi mereka berdua.
"Sudah cukup Nagisa. Kau telah membuatku cemas setengah mati. Dan kau tetap tidak mau mempedulikan kami?" kata Satoru dalam tekanan batin.
Nagisa bergeming. Masih memalingkan tubuh dari orang-orang yang kini mencemaskannya.
"Apa kau sangat malu pada perubahan fisikmu?" Satoru naik ke ranjang dalam posisi berlutut di atas kasur. Menginginkan Nagisa berbalik untuknya. Ia menyentuh pundak Nagisa lembut, mencoba untuk membalik tubh itu agar mereka saling berhadapan, tapi malah ditampik oleh Nagisa dengan tega.
Haruka sedikit sebal melihat kelakuan sahabat interseksualnya, mulai bersuara, "kami bukan orang baru Nagisa, kami tahu siapa Nagisa kami. Tolong jangan menderita sendiri." Wanita itu mengerutkan kening. Kemudian beranjak duduk di ujung ranjang sambil mengawasi dua orang di depanya.
Sejenak keheningan tercipta. Ketiganya tidak saling pandang, dan memutuskan untuk tenggelam dalam pikiranya sendiri-sendiri. Nagisa yang menangisi nasipnya, Satoru mencoba mencari cara untuk meykinkan Nagisa, dan Haruka dengan pasrah menyerahkan seluruh tanggung jawab menyadarkan Nagisa pada Satoru.
"Apa yang kau takutkan? Kami menganggapmu aneh? Kami menjauhimu? Kalau memang aku bermaksud seperti itu, kenapa harus saat ini? Saat aku telah menjadi ayah dari anakmu." Akhirnya Satoru menemukan ide yang tepat untuk situasi mereka, karena kali ini Nagisa langsung berbalik dan bermaksud menyahuti.
"Kau bukan ayahnya, kau akan menjadi ayah dari anak kandungmu. Bayiku, yatim sejak lahir ... aku hanya perlu menjelaskan itu padanya kelak," kata-kata menyakitkan keluar dari bibir yang sedikit pucat, membuat Satoru ingin berteriak sekencang-kencangnya tentang sebuah kebenaran. Namun tercegah oleh situasi.
"Dia anakku. Raito anak pertamaku, kenapa kau selalu meragukannya? Itu adalah janji seorang pria Nagisa!"
"Karena aku ingin kau berubah pikiran," jawab Nagisa. "Setelah semua ini terjadi, seluruhnya tidak akan sama lagi. Aku, tubuh, dan statusku sudah sangat tidaklah jelas. Aku tidak tahu pandangan masyarakat kelak saat anakku lahir. Memiliki ibu pria aneh yang berpayudara. Mungkin ia akan di jauhi teman-temanya, atau orang tua mereka akan melarang anak-anaknya berteman dengan anakku. Karena aku hanya sumber masalah bagi mereka."
"Apa ini karena perkataan Ibu Satoru padamu?" Haruka langsung menaggapi saat sadar akan sebuah topik yang terbawa pada pembicaraan mereka.
"Apa yang kau bicarakan Haruka?" Satoru menanggapi Haruka memabahas sesuatu tentang Ibunya.
"Ya, kalian harusnya menuruti keinginan ibu Satoru, untuk menjauhkan diri dari pembawa masalah sepertiku," kata Nagisa.
Rahang Satoru mengeras, ia tidak tahu kapan dan bagaimana perjumpaan Nagsia dengan Ibunya. Namun, yang Satoru pahami, bahwa situsi tidak pernah berakhir baik bila menyangkut ibunya.
"Nagisa, kau sudah tahu siapa ibukku. Dia memang seperti itu. Ia sudah berusaha sekuat tenaga mengimbangi Ayahku. Mulai mengikuti acara-acara amal, menyumbang bencana alam, ikut organisasi peduli pendidikan, tapi semua itu tidak dapat mengubahnya untuk selalu membenci ... kalangan bawah," Satoru menjelaskannya seolah sifat buruk Naomi itu termasuk dalam sebuah hobi.
"Itu seperti hanya sifat alaminya. Seberapa pun indah sebuah tas, kalau bukan dari brand yang dia kenal, maka itu hanya seperti sebuah kantong plastik bagi Ibu Satoru," pengandaian Haruka. "Apa? Ibumu memang seperti itu!" Haruka menyalak tidak terima oleh plototan Satoru.
Satoru mengalihkan pandangannya dari Haruka untuk kembali pada Nagisa. Tiba-tiba dalam otaknya terlintas sebuah ide yang mungkin bisa membuat calon ibu itu menerima kondisinya.
"Nagisa, kau menyayangi anakmu kan?" tanya Satoru perlahan. "Pernah terpikir bahwa saat ini kau telah diberi kesempatan. Karena dengan tumbuhnya payudara, kau memiliki kesempatan untuk dapat memberikannya ASI."
Nagisa tersentak dan memandang Satoru dalam tatapan eureka. Benar kata Satoru, dirinya akan menjadi seorang ibu. Dan sudah menjadi hak bagi anaknya untuk meminum susu dari tubuhnya. Kesempatan untuk memenuhi tanggung jawab kasih sayang sebagai ibu yang memberi pangan pada anak-anaknya.
Ia merasa sangat egois bila hanya berpandangan pada dirinya saja, bahkan tidak terfikir baginya fungsi dari tumbuhnya payudara dalam masa kehamilan. Nagisa mulai sadar dan menerima kodisi fisiknya. Saat ini tidak ada yang paling penting selain anaknya. Hal tersebut sudah cukup untuk mengubah presepsinya dalam sekejap.
"Nagisa," Satoru memegang tangan Nagisa lembut. "Semua orang memiliki Ibu, tapi tidak semua dapat memiliki kasih sayangnya. Kisah tentang Ibumu yang selalu membacakan cerita pengantar tidur, memberi kejutan di hari ulang tahun, merawat dirimu yang sakit, menemani ketika belajar, dan segala kenangan berhargamu tentangnya. Semua itu, terdengar seperti mitos bagiku." Sebuah senyum getir mengakhiri kalimat panjang Satoru. Namun, mata sayu yang syarat kesedihan, tidak dapat membohongi Nagisa maupun Haruka tentang rasa dalam setiap tuturnya.
Semua sahabanya tahu, tentang hubungan Satoru dengan Ibunya, hanya seperti induk penyu dan telur-telurnya. Sang induk hanya menelurkan mereka, kemudian meninggalkanya begitu saja.
Begitulah bagaimana Satoru memandang seorang Ibu. Seorang yang punya tugas melahirkan anak-anak sehat sebagai penerus keluarga, memberinya kehidupan makmur, dan setatus sosial yang baik dalam mata masyarakat. Hanya itu. Tidak ada kecupan sebelum tidur, tidak ada pelukan setelah pulang sekolah, tidak ada makan malam bersama keluarga.
Dia hanya menerima segalanya, selain rasa cinta.
Satoru bukan orang yang rumit. Ia suka hal-hal hangat seperti pelukan, ucapan terimakasih, maaf, kata-kata yang tentang perasaan, dan pandangan syarat kelembutan. Namun sayang, dia tidak pernah mendapakan semua itu di dalam keluarga. Ia hanya belajar dari sahabat-sahabatnya. Bagiamana caranya menggunakan hati, tentang empati, mengasihi, menghargai, mengkasihani, mencintai, dan dicintai. Semua itu adalah pelajaran paling berharga, yang tak akan pernah dia temukan di dalam kediaman Hasegawa.
Salah bila Dokter Ito berpendapat Nagisa adalah yang paling diuntungkan dari persahabatan mereka. Karena Satoru pun juga sungguh berterima kasih oleh keberadaan tiga sahabatnya. Tanpa mereka, Ia tidak akan menjadi Satoru yang mengerti cinta, bahkan tidak akan menjadi Satoru yang mencintai seorang Nagisa.
"Bersyukurlah, karena kau telah mendapatkan kasih sayang seorang Ibu walau hanya sebatas usia 10 tahun. Karena aku tidak lagi mendapatkanya, bahkan sebelum aku dapat berjalan."
Nada yang terpancar dalam tiap bait kata yang terucap, seperti sebuah silet yang kembali membuka sayatan lama. Membuat otak Satoru teringat lagi, masa-masa saat dirinya begitu merana, kesepian, dan sendirian. Kakaknya yang sudah sangat sibuk dengan segala jadwal di usia belia, Ibu yang hanya dapat ia jumpai sekali dalam rentang satu bulan, kemudian ayah yang seolah lupa di mana alamat rumah mereka.
Satoru lima tahun hanya senang memandang gerbang, mencari anggota keluarga yang membawa kabar bahagia mengenai kepulangn salah satu dari mereka. Keinginan yang sangat sederhana itu, bahkan sangat sulit untuk terwujud dalam hidupnya.
"Apa pun yang dikatakan Ibuku. Aku tidak ingin kau menurutinya. Karena walau dia seorang ibu, dia bukan contoh yang baik dalam perannya." Satoru mengakiri kaliamatnnya sambil berpaling dan mengusap sesuatu di pelupuk mata.
Nagisa bangun dari posisi tidur, merentangkan tanganya lebar, dan memeluk pria di depannya. Bersahabat dengan Satoru dan Haruka, menyadarkan Nagisa bahwa setiap kehidupan selalu punya dua sisi.
Tidak ada kehidupan yang tercipta dari kata kebahagian mutlak, walau kau telah bergelimang harta, walau kau orang paling sehat di dunia, atau kau adalah orang paling tampan dan cantik sejagat raya. Bila ada yang merasa dirinya paling menderita, dan tidak memiliki apa pun di dunia, itu hanya sebuah asumsi orang-orang iri, yang mencari-cari kelamahan diri, dan tidak mensyukuri apa yang telah dimiliki. (Quot: ruru_AD)
"Maafkan aku," kata Nagisa tulus dalam pelukanya dengan Satoru. Kemudian melepaskanya dengan hati-hati, untuk memandang Haruka dengan tatapan penyesalan, untuk pelukan sepontan yang ia lakukan pada sang tunangan.
Haruka tersenyum manis melihat ekspresi Nagisa yang memelas, sebelum sebuah kata darinya meluncur dari mulutnya.
"Suka duka ditanggung bersama*, kalian harus ingat sumpah kita. Kau harus lebih sering bercerita." Mentap Nagisa."Kita harus saling bercerita." Beralih memandang Satoru penuh arti.
"Dan apa kau tahu kenapa aku bisa menjadi tunangan Satoru?" Haruka melanjutkan sambil tersenyum riang, "Karena aku orang pertama yang menaklukan kengerian Naomi Hasegawa," kata Haruka kembali pada tabiatnya.
Satoru tersenyum oleh pernyataan Haruka. Ia teringat bagaimana Haruka 12 tahun mampu membuat ibunya terpesona. Haruka bukan wanita biasa, ia memilki kemampuan untuk membuat orang lain berpihak padanya. Sifat seorang pemimpin yang ia warisi dari darah politik yang diturunkan dari keluarga. Membuatnya mudah dipercaya, dan disukai banyak orang, termasuk ibu Satoru.
"Kau tidak perlu takut padanya. Dia hanya orang kaku yang sedikit tahu arti kata kelembutan. Aku menjinakannya dengan kecerdikanku, tapi aku merasa kau yang akan dapat mencairkannya dengan ketulusanmu," Haruka tersenyum, mencoba menyemangati Nagisa dalam sebuah rayuan.
Ketiga sahabat saling memandang. Merasa menjadi orang-orang paing beruntung karena memiliki orang-orang yang dapat diandalakan dan dipercaya dalam hidup. Karena persahabatan mereka lebih berhaga dari dua jam milik Haruka yang setara seratus dua puluh man yen. Juga tidak lebih berharga dari celengan katak penuh koin antik milik Nagsia.
Dan dari semua itu, Satoru bahkan beranggapan, persahabatan mereka, jauh lebih berharga dari pada keluarganya.
Bersambung .....
Vote + Comment say...
Sayangi sahabatmu. Mereka jauh lebih berharga dari orang-orang yang hanya numpang lewat dalam perjalanan hidup.
Promo lagi ah ....
Yang udah pernah baca di ffn, monggo baca lagi di sini say. Putra Yakuza sasu fem naru. Jangan lupa Vote + Comment.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro