Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Gadis Itu Bernama Verona - 3

Saat itu Trevor sering memanas-manasiku tentang Verona.

"Sayang sekali ia menyukaimu. Jika ia menyukaiku, mungkin sudah kujadikan pengantin."

"Sudah kubilang aku tidak memiliki perasaan apapun padanya. Bagiku Verona tak lain adalah teman saat berburu! Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis manusia?"

"Kau bohong," ucap Trevor dengan wajah jahil. Walaupun 500 tahun telah berlalu, ia masih saja bertingkah seperti itu.

Pagi itu aku bersiap untuk berburu. Dia tidak ada. Tak ada pula suara langkah kaki sepatu bot dari dalam hutan. Aku berburu sendiri untuk kunikmati sendiri seperti dulu. Saat hari mendekati siang, aku singgah ke rumahnya. Kosong. Ke mana dia pergi?

Seorang wanita tua berjalan mendekatiku.

"Bukankah kau anak muda yang selalu bersama Verona saat itu?" tananya bersuara serak.

"Bagaimana Nyonya bisa tahu?"

"Kalian menolongku saat wabah itu. Aku merasa berhutang budi atas kebaikan kalian.
Kau pasti datang mencari Verona. Ia sedang pergi ke makam ayahnya sejak pagi.

Apa kau tahu jika hari ini adalah hari peringatan kematian ayahnya?"

"Nyonya tahu di mana tempatnya?"

"Ayah Verona dimakamkan di sebelah timur desa. Makamnya tak jauh dari sini. Ibu akan mengantarmu sampai sana."

Wanita tua itu begitu baik. Beliau amat kenal dengan Verona. Aku baru tahu jika ia adalah gadis yang dikenal hingga seluruh penjuru desa. Ia tidak dikenal karena kecantikannya, tetapi karena kebaikan hatinya. Ia adalah seorang tabib yang tanpa pamrih membantu setiap warga, tak peduli jika mereka kaya atau miskin.

Wanita tua itu benar. Verona duduk lama di depan pusara ayahnya.

"Verona," ia menoleh ke arahku. "Apa aku mengganggu?"

"Bukankah kau tak ingin menemuiku lagi? Buat apa kau mencariku?"

"Aku hanya ingin meminta maaf."

"Apa kau memang tulus meminta maaf padaku atau kau ingin merayuku sebagai umpan agar bisa kau makan?"

"A-Aku tidak bermaksud seperti itu. Sungguh. Aku memang tulus meminta maaf padamu. Itu saja."

Seketika Verona terdiam dalam tatapan polosnya. Badannya condong ke arahku hingga membuatku terjatuh. Ia tertawa amat keras.

"Kau lucu. Aku menyukaimu karena kau lucu."

"Lucu? Aku bahkan tidak bisa melawak."

"Kau lucu."

"Ish. Aku tidak melawak."

"Aku serius. Kau itu lucu."

Verona adalah sosok gadis yang unik. Saat aku bercerita pada Trevor ia hanya tertawa.

"Aku tidak mengerti kenapa ia terus berkata kalau aku ini lucu?"

"Kau memang lucu saat kau sedang salah tingkah. Sudahlah, kau tak usah berbohong lagi. Bahasa tubuhmu sudah mengatakan kau menyukainya."

Begitulah Trevor. Tanpa kusadari, ia sengaja menjodohkanku dengan Verona hari itu.

"Omong-omong di mana bangsawan itu? Bukankah ia berjanji akan memberiku bahan-bahan obat langka?" Verona amat bingung.

"Trevor bilang jika kau memintaku bertemu di sini hari ini."

"Sejak kapan aku meminta bantuan bangsawan itu ke sini? Jika ada perlu pasti kukatakan langsung padamu."

Ia pasti bersembunyi di salah satu pohon di dekat sini. Ia pandai sekali memilih tempat, di atas bukit tak jauh dari desa.

"Kau berbohong saat mengatakan kau ini bukan manusia."

"Sudah kubilang, aku bukanlah orang yang suka berbohong. Tepatnya separuh. Ibuku adalah seorang manusia."

"Tapi aku tahu saat itu kau berbohong. Aku tahu kau sengaja melakukan itu agar aku tidak bersedih."

"Verona. Aku ...."

"Jujur saja. Aku tak peduli jika kau manusia atau bukan atau separuh. Bagiku, itu semua tak penting. Selama kau masih menjadi dirimu sendiri itu tak apa. Aku suka kau apa adanya. Kita baru saja bertemu namun rasanya seperti sudah lama kita saling mengenal."

Sayup-sayup suara Trevor bersorak kegirangan dari dalam hutan. Biarkan saja ia tertawa.

"Kau menyukai orang asing pada pandangan pertama? Orang aneh."

"Jika kita sudah berjodoh bagaimana?"

Sejak saat itu aku semakin salah tingkah. Begitulah Verona. Tiada hari tanpa hal baru yang ia suguhkan. Seminggu setelah kejadian itu, ibu Verona meminta kami segera menikah.

Menikah?

Bagaimana caranya? Aku bahkan harus meminta bantuan Trevor agar tidak gugup saat pernikahan berlangsung. Hal yang kutakutkan pun terjadi. Aku gugup saat hari itu tiba. Verona bahkan menertawaiku berulang kali.
******

"Jadi Tuan amat gugup saat menikahi Nona Verona?" tanya Killi.

"Bisa dibilang seperti itu. Ia sering mengatai jika aku ini lucu. Apa kau pikir aku ini orang yang lucu?"

"Tuan terlihat seperti orang yang tidak bisa melawak."

"Memang aku tidak pandai melawak."

"Bagaimana dengan keluarga Tuan? Apa Tuan masih berhubungan dengan mereka?"

"Sejak Verona meninggal, aku tak pernah bertemu dengan keluargaku lagi. Terakhir kali aku bertemu keluargaku itu pun dengan anakku sewaktu kecil. Kau tahu, aku sengaja memelihara ratusan ekor kucing di rumahku karena aku merasa kesepian.

Andai saja aku bisa berkumpul dengan anggota keluargaku."

"Rasanya aku punya ide. Apa hari ini Tuan sibuk?"

"Hari ini aku libur."

Killi mengajakku ke perpustakaan di kota, tampak jelas dari prasasti penanda di depan gedung. Lagipula aku belum sempat berjalan-jalan di kota ini karena kesibukanku. Ia membuka sebuah gulungan kertas tua besar di atas meja.

"Apa ini?"

"Ini Peta Silsilah. Kita bisa mencari keluarga yang hilang dengan peta ini. Setahuku peta ini hanya bisa menampilkan silsilah keluarga sebanyak dua belas generasi di sekitar kita. Coba saja Tuan teteskan darah Tuan di atas peta ini."

Killi adalah gadis yang baik jadi aku percaya saja. Saat kuteteskan darahku di atasnya, tampak jelas tulisan di sana. Kurasa sesuai namanya, benda ini merupakan artefak peninggalan para penyihir. Aku heran. Kenapa sejak tadi Killi terus diam?

"Apa kau menemukan sesuatu?"

"Semua nama-nama yang tertera di peta ini rasanya pernah kulihat di suatu tempat."

Ia lalu meneteskan darahnya di atas peta. Silsilah keluarganya terlihat di atas peta.

"Kenapa di atasku hanya tertera sebelas generasi? Seharusnya ada dua belas."

"Coba kulihat. Bagaimana cara menggunakannya?"

"Gerakkan saja jari Tuan ke manapun."

Aku menggerakkan jari di atas peta. Secara ajaib peta itu seperti menampilkan isi gulungan kertas. Aku melihat sebuah nama berada di urutan teratas.

"Verona Viridis."

"Tunggu sebentar. Jika ada nama istri Tuan dalam peta silsilah, berarti ...."

Namaku berada di urutan teratas. Jadi secara tidak langsung Killi adalah cicitku? Itulah jawaban dari semua kebetulan yang terjadi. Kami saling memandang dengan wajah bingung.

"Jadi, aku harus memanggil Tuan apa? Tuan terlihat seperti pemuda berusia 28 tahun."

"Pantas saja tingkah lakumu begitu mirip dengan Verona."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro