Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 7♨️Kisah Penjual Keripik Pare

"Harusnya aku nggak egois."

-Rio-

Genre: Slice of Life
Tema: Hidup

ᕙ⁠ ⁠(⁠°⁠ ⁠~⁠ ⁠°⁠ ⁠~⁠)

WARGA Kantong Semar hidup dari berjualan keripik pare. Warisan kampung turun temurun membuat mereka menyenangi usaha ini dan hidup sederhana.

Termasuk pasangan Rio-Ana yang memiliki satu anak pun hidup bahagia.

Sampai suatu masa, penjualan keripik pare ini menjadi kian sepi. Karena penurunan ini membuat perekonomian warga Kantong Semar pun kian sulit.

"Ya, udah, Mas. Kita jualan keripik yang lain."

Wanita bersurai sebahu itu menyarankan alternatif lain. Rio menyetujuinya. Begitupun warga Kantong Semar. Mereka mencoba berbagai usaha, anehnya, tidak begitu laku juga. Keadaan menjadi lebih sulit.

"Gimana ini? Kebutuhan juga makin membengkak!" pekik lelaki berparas tampan yang sudah stres dengan kehidupan ini.

"Kerja sama orang aja, ya, Mas."

Rio tak menjawab. Ia kurang suka bekerja seperti itu.

"Aku juga bakal bantu, Mas. Aku coba jadi PRT, ya."

Lantas keduanya mencoba bekerja seperti itu. Mereka mendapatkannya, tetapi gaji mereka sangat kecil dan masih membuat perekonomian sulit. Itu juga terjadi pada warga Kantong Semar. Mereka terlalu terbiasa menjadi penjual keripik pare.

"Coba pake sosmed, Mas. Jaman sekarang, kan, online."

Hasilnya pun tetap sama. Entah mengapa rezeki mereka begitu seret.

ᕙ⁠ ⁠(⁠°⁠ ⁠~⁠ ⁠°⁠ ⁠~⁠)

Rio sedang menjaga toko keripik pare. Ia menutup muka, entah mau mencari uang yang bagaimana lagi.

Seorang pelanggan pun datang. Rio menyambutnya.

"Mau berapa keripik parenya, Pak?"

Seorang lelaki bongsor dengan tegapnya mendekat perlahan.

"Saya tidak ingin membeli keripik Anda."

Rio mendengkus. "Kalau gitu, ngapain? Cari kerja? Nawarin keripik lain?"

"Bukan." Lelaki itu tertawa kecil sambil menyodorkan sebuah kartu nama. "Saya Bagaskara. Pengusaha tempat wisata Kampoeng Kemuning."

"Ada urusan apa?"

"Saya berniat membuat Kantong Semar ini menjadi tempat wisata juga. Saya mau membeli tempat ini sekaligus usaha Anda. Apa Anda berkenan?"

Rio mendelik. "Tapi tempat ini adalah hidup saya. Saya berjualan keripik pare mulai 1980."

"Saya tahu. Karena itu saya akan membayar mahal Anda dan para warga Kantong Semar."

Mendengar kata mahal, Rio tertarik. Juga ragu bagaimana menemukan tempat baru dan akan berbisnis apa.

"Nanti bisa pelan-pelan sama saya. Konsultasi juga boleh. Santai saja."

Rio belum memutuskan. Ia membicarakan hal ini pada sang istri.

"Mm, bagus juga tawarannya. Tapi paling nggak kita harus punya jaminan, Mas. Punya tempat tinggal baru yang bakal kita tempati, usahanya juga menjanjikan. Baru kita bisa meninggalkan tempat ini."

"Maunya begitu. Tapi Pak Bagas minta dalam waktu yang cepat. Beliau bilang bakal bantu kita nanti sambil jalan."

"Ini keputusan yang sulit, Mas."

"Tapi seenggaknya kita bisa merasakan uangnya dulu. Bayi kita juga nggak akan kekurangan. Gimana?"

"Coba diskusi sama Pak RT dulu, ya, Mas."

Rio mendengkus kesal. Ia tidak yakin dengan keputusan RT atau warga.

ᕙ⁠ ⁠(⁠°⁠ ⁠~⁠ ⁠°⁠ ⁠~⁠)

Setelah berunding, benar saja! Warga menolak tawaran Bagaskara. Tidak menjanjikan. Bagaimana usaha mereka kelak? Begini saja masih kesulitan. Rio sudah berusaha membujuk warga, tapi hanya beberapa saja yang setuju. Jika tidak semua, Bagaskara tidak bisa mengambil alih Kantong Semar.

Rio pun menemui Bagaskara.

"Saya tuh mau banget ikut rencana Bapak, tapi bagaimana? Warga keras kepala."

Bagaskara manggut-manggut.

"Begini saja. Saya punya cara."

Rio tertegun mendengar rencana Bagaskara. Ya. Apalagi jika bukan rencana yang licik. Namun, Rio memilih mengikuti hawa nafsunya.

Suatu hari terjadi kehebohan di Kantong Semar. Seorang pelanggan marah-marah.

"Keripik kalian ini sudah membuat orang diare. Membahayakan nyawa. Bagaimana ini? Saya dengar kebun kalian bermasalah!"

"Itu fitnah, Pak!" Seorang lelaki beruban mengelak. "Kebun kami baik-baik saja. Kualitas keripik pare juga terjaga."

"Kalau begitu, ayo kita buktikan!"

Mereka pun pergi ke kebun pare, satu-satunya bahan utama untuk para warga.

Di sana, warga tercengang melihat pare-pare yang membusuk.

"I-ini kesalahan. Pasti ada yang sengaja menghancurkan kebun kami."

"Halah, kalian pasti cuma alasan." Seorang perempuan tua yang elegan mengelak. "Saya nggak sudi dengan perlakuan ini. Bukti sudah di depan mata. Kalian semua akan saya tuntut!"

Kantong Semar terancam untuk ditutup usahanya. Sedangkan Rio dan Bagaskara terlihat senang di belakang sana.

Ana melihat keanehan keduanya. Ia mendekat, lalu tak sengaja mendengar.

"Rencana kita berhasil. Setelah ini, warga akan menjual tempat dan usaha sama Bapak."

Ana pun menepuk keras pundak suaminya.

"Jadi, ini semua kelakuan kamu, Mas?"

Rio dan Bagaskara terkejut.

"Hidup mereka hanya dari penjualan keripik pare. Kamu tega melakukan ini semua?"

"Ana Sayang," ucap Rio lembut, "ini semua demi kebaikan kita. Demi Ari, kita akan bahagia."

Ana menggeleng. "Enggak ada demi anak melakukan hal keji seperti ini."

Ana pun bergegas pergi ke kerumunan dan menjelaskan semuanya.

"Hah, benar itu?"

Wanita tadi berdecak dan langsung pergi. Tentunya, ini membangkitkan amarah warga.

"Jadi kamu pelakunya?"

"Eh, bukan, Pak," elak Rio, "saya bisa jel-"

Belum sempat bicara, Rio sudah dilempari sayuran ibu-ibu. Bagaskara pun kabur. Ana berusaha melindungi suaminya.

Ternyata, warga makin murka tiap harinya. Keluarga Rio pun diusir dan mereka menjadi gelandangan. Mereka tidur di depan toko dan tidak menetap. Ana makin kasihan dengan bayinya, tetapi nasib mereka terlalu buruk.

Rio menangis. "Maafin aku, Na. Harusnya aku nggak egois."

"Ya udah, yang penting sekarang jangan jadi orang jahat lagi. Jangan serakah."

Rio mengangguk. Lantas, ia mencari kerja dan akhirnya mendapatkan pekerjaan di sebuah toko. Pemiliknya sangat baik, mengizinkan tinggal di toko itu. Ini sebuah kemajuan.

Dengan sabar, mereka menjalani hidup.

Uang mereka sedikit demi sedikit mulai terkumpul. Sang pemilik juga memberikan toko itu untuk Rio. Sujud syukur Rio lakukan.

Dengan ketekunannya, Rio dan Ana terus mengembangkan usaha menjadi besar. Mereka usaha keripik jengkol dan laris manis.

Suatu ketika, mereka melihat televisi. Keduanya kaget melihat wajah seseorang yang sangat dikenal.

Bagaskara. Ternyata lelaki itu hanyalah seorang tukang tipu yang mengaku sebagai pengusaha dan mengambil alih usaha-usaha orang. Kini ia tertangkap.

"Ya ampun, Mas. Syukur aja Kantong Semar dulu nggak masuk jebakan dia."

"Iya, Sayang. Walau hidup kita jadi susah gara-gara aku."

"Itu cuma proses, Mas. Nyatanya, kita bahagia sekarang."

Rio dan Ana pun saling tersenyum. Rio berjanji tidak akan melakukan hal buruk lagi. Ia harus lebih bersabar.

ᕙ⁠ ⁠(⁠°⁠ ⁠~⁠ ⁠°⁠ ⁠~⁠)

~END~

Bagaimana menurut kalian?

Akhirnya selesai juga. Jangan sungkan buat kasih kritik dan saran, yang sopan, ya. Bukan menghujat. Terima kasih.💕

Dipublikasikan 11 November 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro