66. Gempita Gelisah
29, Bulan Air. Tahun 1938.
Jamen memekik nyaring.
Lalu dia tertawa keras-keras, jatuh berdebum tanpa sebab, dan menggelepar. Rayford menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa asistennya selama delapan tahun tengah mengatupkan mulut dan mata merahnya melotot. Tiba-tiba Jamen berteriak lagi, kali ini mengaduh kesakitan karena tubuhnya terasa terbakar.
Tak ada api, tak ada apa pun. Jamen bahkan berada di sudut bawah tanah paling dingin, terkungkung di balik jeruji yang senantiasa membeku.
"Fortier benar-benar kalah, kan?" tanya Caellan menegaskan. "Karena Fortier kalah, kukira Jamen menjadi semakin ... menggila. Aku sudah mengontak Tremaine kemarin, dan Jarred bilang tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi. Sebenarnya, mereka juga sudah mencoba membawa beberapa tabib dehmos, tetapi tak ada yang bisa dilakukan. Jamen bukan dehmos maupun Host, dan menjadikannya salah satu sementara sudah ada sel inang di tubuhnya akan berakibat fatal."
"Aku tahu."
"Ya?"
"Aku tahu," kata Rayford. Matanya menatap nanar kepada Jamen. Sang asisten bahkan tak mengenalinya. Menurut Caellan, Jamen masih bisa menyebut namanya dan mengenali wajah sang bos, tetapi sejak kekalahan Fortier, Jamen menjadi tidak karuan. Tubuhnya ceking, sebatas kulit yang menggelambir dan berkerut-kerut yang membungkus tulang ringkihnya. Pipinya cekung, matanya melotot dan semburat hitam. Bercak merah dan keunguan seperti bekas terbakar secara misterius muncul di beberapa titik, dan setiap benturan yang mengenai lebam itu akan membuat Jamen melolong kesakitan ... hei, bukankah ini seperti Mel, gadis pertama yang Rayford saksikan kematiannya di sel perbudakan dahulu, ketika organ tubuhnya menjadi hidup dan menjebol keluar melalui kepalanya?
Mereka berdua sama-sama dihantui sel vehemos yang tidak cocok dengan tubuh. Bedanya Mel disuntik, sementara Jamen di ... entahlah. Tak ada yang tahu. Apa yang terjadi sebelum kejadian tabu di apartemen waktu itu masih menjadi misteri.
"Ini persis seperti di perbudakan," tambah Rayford lagi. Setiap kata yang diucapkan niscaya membuat tenggorokannya tersayat. "Dan ... Jamen beruntung bisa hidup sejauh ini."
Caellan tak tahu harus membalas apa. Apakah dia harus mencoba bersimpati? Kenyataannya, tidak ada yang mampir di benak Caellan selain pertanyaan prioritas. "Apa dia bisa disembuhkan?"
"Belum ada yang berhasil melakukannya."
Caellan merasa telah memberikan pertanyaan yang salah. Mata Rayford berkaca-kaca sekarang. Oh, tidak. Satu jam lagi pria ini akan berangkat ke pesta Tremaine. Apakah Caellan akan menghancurkan suasana hatinya di hari penting ini? Ah, tidak! Rayford sendiri yang memaksa datang, beralasan bahwa dia akan baik-baik saja sementara Fortier telah kalah. Caellan seharusnya menahannya lebih keras.
Rayford mendesah. "Aku harus pergi."
Caellan refleks menghela napas lega. "Oh, baiklah."
"Dan tolong beri Jamen makan. Meski dia seperti itu ... dia tetap butuh makanan."
"Ya, tentu. Tentu. Kami selalu memberinya makan."
Rayford mengira Caellan telah berbohong. Kalau Jamen sudah sekarat seperti itu, Caellan pasti lebih memilih untuk membiarkannya megap-megap hingga mati ketimbang mempertahankannya hidup. Ya Tuhan. Memikirkannya saja membuat Rayford makin nelangsa.
Ia bergegas dari tempat itu. Suara terakhir yang didengarnya adalah erangan Jamen yang cukup panjang. Tak ada alasan dan sebab. Hanya erangan sembarang.
Lokasi pesta internal Tremaine tak terlalu jauh dari kediaman Caltine, sehingga Rayford bisa hadir tepat waktu. Ketika ia menginjakkan kaki ke aula mahaluas dan bertabur kandelir kristal, para Tremaine telah menyesaki ruangan. Canda tawa membahana, bersaing dengan alunan musik mistis yang bergema dari balkon lantai dua. Pesta itu benar-benar mencerminkan Tremaine—sulur-sulur merambati setiap pilar raksasa dengan pekat, menjulur dan menjalin rapat pada langit-langit dan menghias setiap jengkal dengan gemerlap lumen. Hidangan disuguhkan di atas piring rotan dan gelas kayu. Di tengah kerumunan yang berdansa, vehemos kebanggaan Tremaine—sesosok monster jelmaan pohon ek—telah menyesuaikan ukuran tubuhnya dengan para manusia setengah monster, berputar dengan riang di pusat lantai dansa dan menghujani para Tremaine dengan dedaunan hijau.
Pesta ini seharusnya menyenangkan dan menjadi saat-saat yang paling dinantikan, namun tak ada yang Rayford pikirkan selain kegalauan memuncak. Kedua mata Jamen yang melotot masih membayang jelas, apalagi saat seorang pelayan melintas di depannya. Jamen biasanya disewa sebagai pelayan pesta ... kau tahu itu, bukan? Melihat seragam khas itu cukup untuk memunculkan kembali memori mengerikan akan Jamen di sel penjara Caellan satu jam lalu.
Rayford bergidik, berusaha menyingkirkan pikiran itu. Tak boleh ada yang tahu perkara Jamen selain para Caltine dan Tremaine bersaudara. Tidak, bahkan kepada Profesor dan Kamilla.
Omong-omong, mari pikirkan hal lain yang lebih genting: apakah Erfallen juga diundang? Seharusnya tidak. Tremaine bersaudara tidak bilang kalau mereka akan mengundang Erfallen, lagipula untuk apa? Klan itu tidak membantu sama sekali atas kasus Tremaine, kecuali nama mereka yang membayang di balik Eran. Meski begitu Rayford tetap mengedarkan pandangan secara singkat, antara berharap dan takut akan kemunculan mereka.
Rayford menyerah. Sebaiknya dia mendampingi Profesor saja. Sosoknya terlihat di salah satu paviliun, didampingi oleh Kamilla yang setia. Gadis itu nampak elok seperti biasa. Sayang, Rayford tidak lagi sanggup memuja rambut pirangnya yang bergelung lembut atau senyum berlesung pipitnya yang manis. Lagipula gadis itu tidak pernah mempertimbangkannya untuk hal yang lebih serius. Bangsawan berlimpah kekayaan lebih nyata memberikan jaminan keamanan kepada seorang putri Gubernur ketimbang Guru Muda idealis yang kucing-kucingan dengan dinasti penjajah.
"Oh, Profesor. Rayford akhirnya datang." Kamilla riang saat Rayford muncul di ambang paviliun. Ia menyerbu dengan pelukan. Namun, Rayford yang sama sekali tak membalas pelukannya membuat Kamilla cepat-cepat melepas dengan canggung. "Ada apa denganmu?" tanyanya, menyadari ekspresi Rayford yang tak terbaca. Ada apa dengan pria ini? Bukankah dia menanti-nantikan pesta untuk datang, lagipula dia yang turut berjasa mengalahkan Fortier!
Rayford menggeleng pelan. "Apa kau ingat siapa saja para tamu asing yang diundang?"
Kamilla mengangkat alis. "Kita, Tuan Anthoniras dan Yang Mulia Cortessor, dan ... entah! Beberapa teman Countess Tremaine, kalau aku tidak salah ingat."
Tak ada Erfallen.
Tak ada Erfallen. Rayford terus menggaungkan keyakinan itu di dalam dirinya dan mengangguk. "Aku akan menyapa Profesor," katanya lugas. Kamilla menyaksikan punggungnya menjauh, menghampiri sang Profesor yang bersandar pada sebuah sofa bersama semangkuk kacang berlapis cokelat beku. Profesor menyambutnya dengan tepukan ringan di punggung.
Kamilla bergabung. "Apa kau baru datang, Ray? Kau sendirian?"
Rayford menelan ludah. "Ya."
"Eran? Bukankah dia menginap di rumah abangmu sementara ini?"
Wajah Rayford sontak memucat. Itu cukup untuk menimbulkan pandangan curiga di mata Kamilla. "Dia—dia pergi. Aku tidak tahu ke mana."
"Apa yang kau bicarakan?" sahut Profesor. Suaranya paraunya tenggelam oleh hentakan musik. "Gadis itu sudah datang. Dia bersama—ah, siapa tadi, Kamilla?"
Apa?
Rayford membeliak. Ia spontan menatap Kamilla dengan jantung berdebar, terutama ketika gadis itu mengangguk ragu. "Kukira kau datang bersamanya, sehingga aku heran ketika kalian datang terpisah, terlihat lesu pula!"
Jantung Rayford berdebar. "Di mana dia?"
Profesor mengedikkan dagu ke arah ruang temaram di bawah balkon panggung musik. "Tadi aku melihatnya berkeliaran mencari kue di situ."
"Sebentar, Profesor. Aku akan kemari lagi."
"Ya, ya. Apa kalian bertengkar?" tanya Profesor, meski tahu bahwa Rayford takkan menjawabnya karena pria itu keburu pergi. Ia menyaksikan Rayford turun dari paviliun dan tenggelam dalam kerumunan dengan geli. "Ada apa dengan mereka, Kamilla?"
Sementara itu Rayford membaur, mencoba mencari tanda-tanda keberadaan Eran Wilhart di antara kerumunan para Tremaine yang melimpah ruah. Tidak hanya Tremaine dari Nordale, seluruh Tremaine dari berbagai penjuru dunia hadir di sini! Kasak-kusuk para anggota yang menyebutkan bahwa sang Tremainor akan tiba membuat kuping Rayford tergelitik, tetapi ia tidak di sini untuk diam dan mendengarkan. Matanya jelalatan menyisir puluhan orang untuk mencari seorang gadis pendek, berambut hitam sebahu, dan berekspresi menyebalkan.
Eran ada! Itu mustahil, bukankah dia seharusnya sudah ... astaga, Rayford bahkan tak bisa memikirkannya, selain menduga akan satu hal yang lebih mencekik dan mengerikan. Ia menyibak kerumunan, menyapa beberapa orang yang dikenalnya—termasuk Jarred yang menggandeng tunangannya—hingga mencapai meja bufet yang dimaksud Kamilla. Musik terdengar menghentak keras di sini, karena bagaimana pun juga balkon panggung terletak tepat di atas kepalanya. Meja bufet juga menyuguhkan khusus hidangan manis, sehingga lebih banyak muda-mudi Tremaine yang mengerubungi. Rayford mendekat, mencari keberadaan Eran. Semoga ia benar-benar berada di dekat meja bufet, atau Rayford harus berkeliling tanpa arah lagi untuk mencarinya. Setiap detik yang ia lalui tanpa hasil niscaya dibersamai dengan detak jantung yang bertalu-talu, dan—
"Ray?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro