Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

64. Toleransi Terkoyak

"Astaga, apa yang terjadi?" Jarred terbengong-bengong saat Ivan menggelepar jauh di bawahnya. Terlihat Rayford yang kini berbalik membanting sang Fortier dan menenggelamkannya di rawa-rawa. Perlahan, air merah jernih rawa semburat menjadi merah pekat yang memualkan. Peter berusaha menghindari hantaman si raksasa Fortier dan berlari ke arah Rayford, namun langkahnya sekali lagi terhalang oleh sang raksasa yang tidak puas.

Ashten menahan napas. Ia menepuk-nepuk juluran asap yang membungkus perutnya. "Airnya sudah tak mendidih! Eran, turunkan aku ke Peter!"

Asap hitam yang melayang-layang di udara, melilit tubuh kedua Tremaine yang mengawasi dari jauh, menjulurkan tubuh Ashten hingga cukup dekat ke rawa-rawa dan melepaskan lilitannya. Ashten pun menyerang si raksasa.

Jarred menelan ludah. Ia mengawasi Igor yang kini melepaskan diri dari sebagian asap hitam yang menyelubunginya. Igor mencengkeramnya dan kini asap hitam yang menahan Jarred beriak panik.

"Eran, bertahanlah." Jarred menggigit bibir. "Tak ada pengawal yang bisa kemari. Cuma mereka yang bisa kuharapkan mengejar Jess sekarang."

Eran dalam wujud asap beriak makin tak karuan. Di bawah sana, Igor mampu membelah asap menjadi dua, meremasnya kuat-kuat hingga juluran di tubuh Jarred melonggar. Sang Tremaine panik kala tubuhnya meluncur bebas ke rawa-rawa, untung ia cukup cepat untuk bereaksi. Lengan Jarred spontan memanjang, kulitnya mengeras dan berkeretak macam kulit batang pohon, dan ia menjejak pada dasar rawa. Ashten benar. Air tidak lagi menggelegak mendidih dan suhu kembali mendingin, seiring dengan Ivan yang nadinya meledak di bawah air. Gara-gara itu, para pengawal yang telah meleleh di air kini bangkit kembali. Berpuluh-puluh pasang mata menatap geram pada Jarred, sementara Rayford beralih kepada Igor yang berhasil menyiksa sebagian tubuh Eran di genggamannya.

"Lepaskan dia!" Rayford berseru. Suaranya menggelegar dan Igor nyaris saja menoleh menatapnya. Tetapi ia lantas teringat teguran Peter, sehingga Igor membakar sekujur diri sekarang. Api yang berkelebat di wajahnya memburamkan pandangan, berhasil menahannya agar tidak menatap mata Rayford yang semburat hitam pekat.

Igor mendesis. "Apa yang kau lakukan pada saudaraku?"

Rayford tak kalah berang. "Kau menyiksa Jamen."

Setelah sekian lama, seringai menyebalkan akhirnya muncul di bibir Igor. "Bukan itu niatku." Ia mengacungkan seberkas asap hitam yang berkedut-kedut kesakitan di genggamannya. "Ini maksudku."

Genggaman Igor tersulut api biru dan, dari kejauhan, terdengar suara ledakan.

Tanpa menoleh untuk memastikan apa yang terjadi, Rayford telah mencium bau kematian kala asap hitam terempas ke wajahnya.

"Tidak—Eran!" seruan Ashten menyergap kesadaran Rayford. Matanya membeliak, tangannya teracung, dan kepalanya ikut terbakar amarah tanpa batas. Bilah-bilah tulangnya mencengkeram wajah Igor.

Demi Tuhan, Rayford tak pernah menginginkan kematin seorang kawan lebih dari saat ini.

"Tatap aku!"

"Tidak!" Igor meraung, dan kini keduanya jatuh berdebam ke rawa-rawa dan berguling. Igor berhasil bertahan di atas Rayford, dan alih-alih menenggelamkan wajahnya, Igor menarik Rayford bangkit dari rawa-rawa.

Ivan goblok. Rayford punya sekelumit Energi dari Ma'an, vehemos air sekaligus tuan besarnya Dinasti Cortess. Menenggelamkan Rayford tidak akan melumpuhkan pria itu, dan kini kedua matanya justru semburat hitam!

Ivan goblok. Siapa pun yang menatap mata Rayford sekarang akan mendapati semua nadinya meledak di dalam tubuh. Dan, bodohnya Igor, karena sama sekali tidak menduga Rayford akan berubah secepat ini dengan sedikit gertakan saja.

Rayford kini mendorong kepala Igor untuk bergantian tercebur ke air, namun sejumlah bola api sontak mengerubungi. Mereka terserap ke wajah Igor dan mempertahankan api agar tetap membara di kepalanya, menghalangi sang tuan untuk menatap langsung mata Rayford.

Sang Guru Muda mendesis kesal. Ia telat untuk menghindari hantaman kaki Igor di belakang punggungnya. Rayford tersedak. Igor pun menghentaknya, membalikkan tubuh Rayford dan mengempasnya ke batang pohon terdekat.

Di sisi lain Ashten berhasil menjerat kedua kaki sang raksasa. Si Fortier meraung dan berusaha membakar jerat akar Ashten, tetapi Peter dengan cepat menimpanya dengan tinjuan bertubi-tubi. Ketika Ashten tak mampu menahan gejolak api yang membakar Energinya, Ashten melepaskan cengkeraman dan sang raksasa kehilangan keseimbangan. Akar menjulur dari bawah rawa, melilit tubuh sang Fortier dan membantingnya hingga tenggelam. Peter melompat ke atasnya dan melancarkan tinju besi terakhir dengan keras. Terdengar suara keretak menyakitkan dan gelembung udara yang pecah.

Ashten menjauh. "Apa dia mati?" pekiknya, dan tanpa menunggu jawaban Peter, Ashten berbalik untuk membantu kakaknya menghalau para pengawal yang kini jumlahnya mengganda. Sebagian besar bahkan tak perlu memadat menjadi sosok manusia. Mereka cukup menjadi bola-bola api yang melayang bebas, menyenggol dan membakar apapun yang mereka sentuh. Posisi kedua Tremaine tidak menguntungkan di sini. Setiap gumpalan tanah dan uluran akar akan tersulut api seketika.

Oh, Eran! Seandainya kau berhasil bertahan lebih lama!

Rayford, yang terjerembap lemas setelah dibanting ke pohon, mendapati Igor tengah menghampirinya. Sang Fortier tahu bahwa dirinya adalah satu-satunya tuan yang bertahan sekarang, dan itu nampak jelas dari suaranya yang sarat akan amarah dan kebencian.

"Kau tahu kenapa aku begini, Rayford?" tanyanya. Rayford tak menjawab. Lagipula Igor memang tak menantinya. Ia berkata lagi, "Karena kau menyebalkan. Kau dikejar-kejar sedemikian rupa supaya bergabung ke aliansi selama bertahun-tahun dan terus menghindar. Kenapa kau tidak masuk saja sih? Apa kau tak ingat kalau aku terus berusaha masuk dan justru ditolak? Terlebih-lebih Ayah malah memanggil Ivan untuk membantuku masuk!"

Igor mencengkeram wajah Rayford. Jemarinya berusaha mencolok kedua matanya yang semburat hitam. "Apa kau tahu betapa hancurnya harga diriku? Dan bukan aku saja, penolakanmu membahayakan semuanya."

Rayford tak mendesis, apalagi mengerang kesakitan. Igor lantas menyadari bahwa kedua jarinya tidak mencolok apa pun. Kedua jarinya masuk ke lubang mata Rayford tanpa penghalang, dan saat Igor menyadarinya, kedua bola mata Rayford tak pernah ada di sana. Mata Rayford bukan semburat hitam, melainkan menghilang.

Igor terpana. Namun segalanya sudah telat ketika ia mencoba untuk mengalihkan pandangan. Nadi di sekujur tubuhnya berdenyut keras dan sesuatu menyakitkan merayap di dalamnya, seolah berusaha menjebol hingga lapisan kulit. Igor memekik.

"Tuan! Berhenti!" ujar Peter lagi, kali ini mampu mendekat dan cepat-cepat merenggut Igor dari hadapan Rayford. Peter melemparnya ke arah para pengawal yang seketika menyerbu tuannya dengan api membara. Igor melayang di udara, tubuhnya berputar-putar hebat bagaikan angin beliung.

Rayford terperangah. Ia secara otomatis melangkah mundur, menjauhkan diri dari kerumunan para pengawal yang membawa tuannya beramai-ramai ke udara. Para pengawal yang berwujud manusia pun meleburkan diri dan bergabung dengan sesamanya, menyelubungi sang tuan dalam bola api raksasa bagaikan matahari mungil di langit. Bola api itu bergelung, memadat dan berkedut-kedut, kemudian melesat pergi tanpa aba-aba.

Suasana menghening.

Selama sesaat, Tremaine bersaudara terperangah akan apa yang terjadi. Napas mereka tersengal-sengal, ujung jemari mereka melepuh dan kulit wajah memerah.

Ashten yang pertama kali menjatuhkan diri di rawa-rawa, merendam tubuhnya dengan air yang telah mendingin. Samar-samar, terdengar suara katak saling berkuak dan pekikan burung yang melintas, menembus asap kelabu memuakkan dari sisa pembakaran tavva.

Jarred menghampiri kebun komoditi rahasia itu dengan mata berkaca-kaca. "Oh Tuhan," gumamnya. "Oh, Tuhan," ulangnya, tak mampu mengucapkan kata-kata yang tersangkut di tenggorokan. Setiap patah kata selanjutnya hanya akan menabur garam pada luka basah.

Sementara itu Peter menghampiri Rayford dengan tergopoh-gopoh. "Tuan." Setiap langkahnya yang berat senantiasa diiringi cipratan air besar. Sang tuan bersandar lemas pada sebuah batang pohon, tangannya menangkup wajahnya. "Tuan," kata sang vehemos lagi, sedikit gemetaran. "Tuan, mata Anda ... sembuhkanlah!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro