Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

63. Perusak Pesta

Perkebunan tavva adalah tempat yang seharusnya indah, tetapi sebagian telah tumbang terinjak. Ketika mereka berlima ber-Etad ke perkebunan rahasia itu satu jam kemudian, Rayford mengira bakal langsung disambut segerombolan pengawal Fortier—atau lebih buruknya, si kembar—sehingga menginjakkan kaki pada rawa dangkal yang senyap sama sekali tak diduganya.

"Kita harus berhati-hati," bisik Jarred, nyaris tak terdengar dan menggema pelan di benak masing-masing anggota. Bisikan apa pun tak boleh lebih lantang daripada katak-katak yang saling berkuak atau dengungan lalat. "Segerombolan makhluk api sedang menghancurkan daerah berair. Camkan itu."

Rayford membatin. Bagaimana bisa mereka menumbuhkan tavva pada rawa-rawa? Kendati Tremaine adalah pengemban Energi tanah yang janggal; mampu menumbuhkan berbagai tanaman di segala jenis tempat, termasuk kaktus pada tepi laut, tetap saja ini mengherankan baginya.

Ashten memberi isyarat agar mereka menyeret kaki dan Eran memasang ekspresi jelek. Kenapa mereka tidak bilang kalau lokasinya di rawa-rawa? Sepatu dan kaus kakinya terendam air sekarang! Selama sesaat gadis itu sibuk memikirkan bagaimana caranya menyingkirkan kaus kaki tanpa memperlambat gerak keempat orang lainnya. Ia sudah tertinggal di belakang, dan dengan panik Eran menyusul, namun Peter berbaik hati menunggui. Sang monster mengisyaratkan Eran agar berada di depannya, meredam sejenak kepanikan sang gadis saat menyadari bentangan suasana yang semula terhalang punggung raksasa Peter.

Mengabaikan aroma khas rawa-rawa yang sarat akan pekat ganggang dan telur busuk, sinar matahari subuh di musim panas mulai merasuk di antara bald cypress. Bias sinarnya bagai taburan kristal dan pantulan ribuan lilin pada pilar-pilar rawa mahabesar, menciptakan fatamorgana udara yang semburat dalam berbagai warna memabukkan; gelayut paduan ungu, merah, biru, dan hijau yang memusingkan menggantung di udara, beriak lembut menggoda acap kali sepasang mata berusaha berkonsentrasi meneliti. Ganggang yang mengapung pekat berwarna hijau semburat ungu, berkilau saat memantulkan matahari yang menyorot sempurna, hingga menghantarkan kehangatan di atas air jernih kemerahan yang menggigit kaki. Alang-alang berdaun hijau kebiruan bergoyang lembut tanpa angin yang berembus. Pada mata Eran yang menyerap kegelapan, ia melihat berkas asap kelabu menyusup di antara alang-alang, meremas dan menyesap ujung kebiruannya hingga layu kelabu menjijikkan.

Eran menarik lengan baju Ashten, menunjuknya, dan sang Tremaine mengatupkan bibir marah. Tangannya mengepal.

Jarred menoleh dan mengacungkan telunjuk, tahu apa yang nyaris dilakukan kakaknya kalau tidak segera diperingatkan. Ashten, masih tanpa suara, menunjuk sebaran lili ungu yang bersembunyi di alang-alang, mulai bergoyang gelisah ketika kelopaknya perlahan mencoklat layu.

Rayford menatap Eran cemas. "Bisakah kau teliti itu?"

Eran mengangguk ragu. Masih dengan Peter setia mengekori, gadis itu menepi ke segerombolan alang-alang yang lemas, memohon-mohon untuk diselamatkan sebelum mencecap air merah dengan ujung daun yang merunduk kehilangan martabat. Eran menyentuh ujung beberapa daun, menyerap asap yang menginangi alang-alang dan lili ungu, lantas merasakan geliat memualkan di perutnya.

Eran mengerucutkan bibir tidak suka. Omong-omong bagaimana caranya berkomunikasi melalui pikiran masing-masing? Gadis itu membuat timnya menunggu sekali lagi saat dia kembali ke tempat semula. Duh. Dia harus belajar telepati setelah ini.

"Bahaya," bisiknya ngeri. Ia mengisyaratkan dengan gerak tangan, menunjuk ke arah serong. "Mereka sangat jauh di sana, tapi asapnya sudah sampai sini."

"Kita harus cepat, Jarry." Desak Ashten. "Atau kita akan tiba saat mereka sudah menghancurkan semua."

"Kebun pasti sudah hancur." Jarred tak memungkiri. "Yang terpenting adalah kita bisa menangkap mereka. Kebun bisa dibuat lagi, tapi mereka ... mereka akan terus datang untuk menghancurkan."

Ashten pasrah. Maka mereka memperlebar langkah menuju arah yang ditunjuk Eran, memastikan air yang berkecipak tidak memecahkan gaung kesenyapan yang khas. Semakin dekat mereka melangkah, semakin terasa udara yang memanas. Gelombang warna yang bergelung di atas mereka beriak makin cepat, memantul pada keringat tipis di bawah mata. Mereka mulai merasa gerah saat peluh mengalir di punggung, sementara kaki mulai gatal-gatal oleh air yang membanjir di dalam sepatu.

Rayford menarik Eran. "Kita akan ke sana dulu."

Jarred menoleh kaget. "Tidak!"

"Tidak, Jarred, harus ada yang di sana dahulu sehingga kalian punya cukup waktu untuk memanggil bala bantuan tambahan—kalau perlu." Nada Rayford menyimpan kecemasan berlebih. "Eran bisa menyembunyikan kami. Ayo."

Eran setuju kali ini, sehingga tidak keberatan untuk merenggut lengan Rayford. Mereka melebur menjadi asap, menyaru pada gelayut kelabu yang semakin nampak jelas berbaur dengan fatamorgana.

Ketika mereka menapak lagi, kaki-kaki itu nyaris kehilangan keseimbangan di atas sebuah dahan yang kokoh. Rayford refleks memanjangkan tangan dan mengalung pada batang pohon yang lebar, sementara satunya lagi mencengkeram Eran kuat-kuat. "Kenapa kau bawa kita kemari?"

Eran mengedikkan dagu. Di bawah sana, sepuluhan meter di depan, sekelompok pengawal Fortier tengah mengerumuni ... ah, Igor! Rayford merasakan hatinya mencelos, dan bertambah kacau-balau saat menyadari Ivan tengah memegang kepala seorang pengawal yang berlutut di rawa-rawa. Perlahan tapi pasti, tubuh sang pengawal melarut menjadi api, dan air di sekeliling mereka menguarkan asap tipis dan gelembung panas. Si Fortier bertubuh besar, yang pernah melawan Tremaine bersaudara di Parasian, juga hadir dan sedang berkeliling untuk mengawasi sekitar. Makhluk-makhluk itu tengah menyaksikan sebagian dari mereka menggumpal menjadi api, menceburkan diri ke air atau menyasak ke antara tetumbuhan berdaun biru keunguan. Tavva. Para pengawal itu membakar tavva dari akar hingga ke pucuk daun!

"Ahh ... mereka benar-benar menghancurkannya secara utuh," komentar Eran.

Rayford menghela napas. "Baiklah, ini rencananya: aku akan alihkan perhatian, dan kau buatlah kegaduhan, atau tanda apa pun dengan asapmu. Tim di belakang akan tahu berapa banyak pengawal Tremaine yang harus dipanggil."

"Dan mengapa mereka tak membawanya sejak awal?"

"Mana kutahu?"

Eran terpana ketika Rayford menepuk bahunya dengan lembut. "Ingat, Eran. Kalau kau perlu menghindar, menghindarlah," katanya, dan belum sempat Eran mempertanyakan maksudnya, Rayford melompat turun.

Semua mata seketika tertuju padanya.

"Rayford!" seru Ivan, dan sesuai dugaan, pria edan itu tersenyum lebar kepadanya. "Senang melihatmu lagi! Kenapa aku tak terkejut, eh?"

Rayford mencoba tersenyum, meski matanya tak bisa beralih dari Igor yang menatapnya tajam tanpa kata. Sementara si raksasa Fortier telah mengepalkan tangan dengan satu kaki di depan seolah siap menyeruduk Rayford. Para pengawal sisanya bersiaga, tetapi Ivan mengangkat tangannya sebagai isyarat.

Rayford menarik napas dalam-dalam. "Kalian tahu aku tidak suka berkelahi, jadi tolong hentikan ini."

"Kau tahu jika permintaan sesederhana itu juga takkan menghentikan kami kan?"

Rayford tersenyum kecut. Mulutnya getir untuk mengakui. "Tentu tidak."

Ivan mendorong kepala pengawal di tangannya hingga meleleh seutuhnya ke dalam air, menggosongkan tavva yang telah layu hingga luruh tenggelam ke rawa-rawa. Oh Tuhan—oh! Rayford merasakan sayatan nyeri di hatinya. Mereka sama saja seperti meleburkan emas atau membakar habis uang. Orang-orang ini gila. Sungguh gila.

Suhu panas air akhirnya mencapai kaki Rayford. Pria itu sontak mengeraskan kakinya menjadi tulang, sekaligus—mau tidak mau—bersyukur bahwa dirinya pernah menerima Energi air sang vehemos air. Suhu setinggi ini masih bisa ditolerir oleh kaki pucatnya yang perlahan memerah.

"Apa kau takkan menyerang, Ray?" gertak Ivan lagi. "Lihatlah. Tavva yang menggosong! Tidak menyentil hatimu sama sekali?"

Gertakan kekanakan itulah yang justru membuat Rayford jengkel. Apakah Ivan menganggap Rayford serendah itu?

Alih-alih menjawabnya, Rayford justru mengerling sekali lagi kepada Igor. Ia nampak biasa saja, bahkan sekadar menunjukkan ketidaksukaan atas apa yang sedang terjadi. Ya Tuhan! Bukankah pria itu juga murid Profesor Rikard? Apakah dia telah kehilangan hati nurani, atau selama ini dirinya tidak sungguh-sungguh menjadi seorang murid jurusan Herbologi? Tidakkah dia merasakan ada kecintaan pada ribuan jenis tumbuhan kering yang digantung pada cincin-cincin raksasa di laboratorium Profesor, atau aroma apak meja kayu dan lembapnya tanah?

Paham jika Rayford tengah menanti reaksinya, Igor mengangkat tangan ke samping, dan sebaris tavva di bawah rentangan tangannya sontak terbakar.

"Menunggu ini, Ray?" tanyanya, dan tanpa memberikan kesempatan Igor untuk sekadar membentuk seutas seringai di bibir, bilah-bilah tulang menjulur dari balik rawa-rawa dan menyergap kakinya.

Igor melompat dengan umpatan keras. Si raksasa merangsek, tangan teracung dengan api membara di bagai bongkahan tebing. Sejuluran asap hitam melebat di depan wajahnya, menabrak si raksasa dan bergelung cepat di atas kobaran api tavva. Asap itu memadat, menggumpal dan berdenyut-denyut hingga membesar. Ivan menarik Igor menjauh tepat ketika gumpalan besar asap meledak di angkasa.

Bagus, Eran! Namun, Rayford spontan kehilangan arah. Asap hitam menggantung pekat bagai kabut dadakan yang mencekam. Hanya suara kecipakan dan raungan para pengawal terdengar bersahutan, dan sebelum Rayford mampu memetakan arah, tiba-tiba bola api melesat dari arah sampingnya. Rayford berhasil menghindar tepat ketika Ivan menembus kabut dengan marah.

"Lawan aku, Rayford!"

Rayford mengangkat kedua lengan berlapis tulangnya untuk memblokir serangan Ivan. Namun pukulan itu ter-lalu keras. Rayford terdorong hingga hampir menabrak pohon tempat Eran bersembunyi. Oh! Semoga gadis itu baik-baik saja, tetapi Rayford tak punya waktu untuk me-mikirkannya. Ivan mengacungkan tangannya yang satu lagi dan Rayford menghindar, tetapi tahu-tahu si raksasa sudah ada di sampingnya.

Rayford ber-Etad, melingkupi dirinya sekali lagi dengan rasa mual tipis ketika menapak pada seberang rawa-rawa. Jantungnya berdentam-dentam dan peluh membanjiri pelipis. Tinju api sang raksasa menghantam pohon dan membuat lubang gosong cukup besar di batang, sampai-sampai pohon itu mulai goyah. Eran! Oh, Rayford harap ia sudah berpindah ke pohon lain!

"Lawan, Rayford!" Ivan meraung, memecah kesenyapan janggal rawa-rawa. "Jangan menghindar saja, ayo serang aku!"

Rayford mengawasi Ivan mengangkat kedua tangan berbalut api. Apa-apaan itu? Kenapa dia ingin sekali Rayford menyerangnya? Apakah yang dikatakan Anthoniras tentang dirinya menjadi tangan kanan Jess benar? Kalau begitu—

Rayford terkesiap saat Igor tiba-tiba ber-Etad di belakangnya, sejuluran api membebat kedua tangan Rayford dan menguncinya di belakang punggung. Api itu tidak panas, tetapi ikatannya luar biasa kuat! Rayford berkutat untuk melepaskan diri, tetapi percuma. Igor berbisik jengkel di belakang telinga. "Mana teman-temanmu, Ray? Aku tak melihat seorang pun. Apa kau datang sendiri? Tidak? Melihatmu terkejut, seharusnya kau memang tidak datang sendiri."

Rayford tak menjawab, sebab matanya mengawasi si raksasa menyerbu ke arahnya sekarang. Ivan, berdiri jauh di belakangnya, tertawa keras-keras. Pria sinting. Apa yang dilakukannya selama cuti dari institut?

Raksasa Fortier itu setinggi Peter, dengan tinju bagaikan bongkahan tebing yang selalu dibalut api membara. Tinju itu pula yang menjadi lawan Tremaine bersaudara di Parasian, dan sekarang terarah kepadanya—

Asap hitam kembali muncul dan, diikuti suara ceburan keras dan cipratan penghalang mata, Peter menghadang si raksasa. Sang Fortier tak bisa berhenti berlari, menghantam Peter, dan kedua makhluk tinggi besar itu saling menyeruduk.

Igor berdesis kesal. Ia spontan menarik Rayford ber-Etad ke sisi lain rawa-rawa tepat di hadapan Ivan. Si Fortier bercodet terkesiap. Ia segera memukul Rayford dengan bertubi-tubi.

"Kenapa kau tak mau menyerang?" Igor berseru keras-keras di antara hantaman. "Apa kau belum akur dengan tuan vehemos-mu?" Sang Guru Muda tak menjawab, melainkan menerima setiap pukulan dengan tubuhnya yang sekeras tulang. Percuma! Rayford juga sudah bertahun-tahun tidak berkelahi dengan seseorang seperti ini. Ia berusaha mengelak setiap ajakan berkelahi, dan melewati semua permintaan Anthoniras untuk bergabung dengan aliansi.

Ivan sadar bahwa sekadar pukulan saja tidak akan berhasil memancing Rayford. Dengan geram Ivan membakar rawa-rawa sekali lagi, memanaskan air lebih dari seharusnya hingga menguarkan kabut tipis dan gelembung-gelembung besar yang mendidih. Raungan Peter mengejutkan Rayford. Oh astaga, vehemos itu bukan pembawa sel air seperti Rayford! Ashten dan Jarred juga pasti tak mampu kemari karena kaki-kaki mereka justru akan mendidih terpanggang!

Dan, astaga, belum ada pengawal Tremaine yang datang satu pun!

Panas dan denyut nyeri seketika menyergap ubun-ubunnya. Rayford berbalik, tetapi ikatan Igor semakin menguat dan Ivan menyandung kakinya. Rayford jatuh terjerembab ke air. Tangan Ivan menyahut wajahnya dan menahan kepalanya untuk tetap berada di dalam air yang mendidih. Rayford spontan panik dan kakinya berusaha menggapai-gapai. Igor tertawa melihatnya.

"Mati kau, Rayford!" seru Ivan. Suaranya amat samar dan tak terjemahkan di dalam air. Ujung kukunya yang tajam menancap pada wajah Rayford. Ia menahan kepala Rayford cukup lama, sampai gelembung-gelembung udara lenyap dari permukaan air, dan kakinya berhenti menghentak.

Tenang.

Air rawa beriak oleh gerakan si kembar sendiri dan tak ada reaksi dari Rayford.

"Hati-hati, Ivan." Igor mengamati dengan curiga. "Dia tidak melawan dari tadi."

"Aku akan membakar wajahnya," seru Ivan. Tangan satunya meraih pundak Rayford yang keras, mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi dengan Energi monsternya. Rayford pasrah. Ia sontak batuk-batuk dan kepalanya terkulai lemas, matanya terpejam rapat.

"Ya ampun, bung." Igor mendesah. "Aku jadi tidak tega ...."

"Keparat kau, Igor!" sentak Ivan. "Jangan goyah!" tambahnya, dan api menjulur dari kedua pangkal lengan. Terdengar suara jeritan Peter yang berlari ke arah mereka, namun si raksasa menghadang. Peter memukulnya, sayang emosi terlalu menguasai si monster. Raksasa Fortier berhasil menghantam lebih keras.

Api nyaris merambati ujung-ujung jemari Ivan. Pria itu menantikan dengan mata menyala-nyala merah, memantulkan cahaya api yang menari di kedua bola matanya. Namun api seketika padam ketika Igor tahu-tahu memekik di belakangnya. Kakinya menendang-nendang ke udara saat asap hitam menyergapnya tanpa aba-aba, menjerat leher Igor dan membantingnya ke sisi lain rawa.

"Beginikah caramu main, Ray?" Ivan mendesis kesal. Ia menatap Rayford yang masih saja memejamkan matanya. Oh, keparat ini! Ivan memberang. Ia membanting Rayford sekali lagi ke dasar rawa-rawa dan menghantamkan tinju bertubi-tubi ke wajahnya, berlatar suara Igor yang berusaha melepaskan diri dari kepompong asap hitam yang menahannya untuk bangkit dari air. Igor menghentak kakinya panik. Air mendidih terus merasuk melalui hidung dan telinganya, dan ia berusaha keras untuk menguapkan air itu, namun posisinya di bawah air sangat tidak menguntungkan.

Ivan mengangkat tubuh Rayford lagi dari air rawa. Api menjulur sangat cepat hingga mencapai pipinya, dan alih-alih terbakar, api seketika padam saat menyentuh kulit wajah Rayford. Ivan terkesiap. Peluh yang merembes dari tubuhnya memadamkan bara api Ivan, namun kejutan tidak sampai di situ. Bilah tulang telah tumbuh sempurna dari tangan Rayford, memotong ikatan Igor, dan kini ia mencengkeram balik wajah Ivan.

Rayford membuka mata dan, tidak berbatas pada sang Fortier saja, hitam pekat yang menyelubungi mata membuat si empunya ikut ketakutan.

Ivan menjerit saat merasakan sekujur tubuhnya tiba-tiba berdenyut keras. Seluruh nadinya berkedut-kedut, berusaha menjebol kulitnya seolah memiliki kehidupan sendiri, dan Ivan meraung.

Dari jauh, Peter menyeru. "Tuan! Tutup matamu!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro