57. Surat Situasi
7, Bulan Air. Tahun 1938.
Judan, hari ini Rayford berulang tahun. Kukira ini akan menjadi hari yang membahagiakan, jadi kami bakal bersenang-senang. Maka, tanpa mengurangi rasa hormatku, bisakah aku meminta sedikit waktu privasi untuk hari ini saja, tanpa perasaan diawasi oleh siapa pun? Waktuku juga tidak lama lagi untuk bersama dengannya.
Eran membaca ulang surat pendeknya sekali lagi, mengangguk mantap dengan harapan bahwa isinya takkan menyinggung sang kapten, lalu melipatnya dengan penuh penekanan. Dari luar pintu, terdengar gaung suara monumen jam di lantai dasar kediaman Caltine. Sudah jam enam pagi. Eran pun buru-buru memasukkan surat ke amplop khusus dan menyegelnya dengan kelopak poppy merah kering.
Eran mengendap-endap keluar kamar. Masih sepi. Selepas Sembahyang Awal, biasanya kakak beradik Caltine kembali tidur, kecuali Luna. Namun tak terdengar suara, barangkali sang Lady sedang mengunjungi pasar di kaki bukit. Kalau begitu sarapan hari ini lebih spesial. Eran menduga Luna akan membawa pulang sesuatu dari kedai-kedai favorit Rayford sepanjang perjalanan.
Kediaman Caltine teramat luas, meski Eran yakin ini tidak ada sebanding dengan kediaman utama para Erfallen. Eran hanya pernah mengunjungi markas para veiler, tetapi keagungan bangunannya yang mengerikan telah menegaskan kekuasaan klan itu. Sembari meniti tangga menuju lantai atas, Eran menyetujui gagasan pribadi bahwa apa yang sedang dilakukannya saat ini merupakan upaya menunjukkan loyalitas kepada para Cortessian.
Menyedihkan, tetapi Eran bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah rakyat biasa yang diancam dan dihimpit para penguasa negeri. Bisa apa dia?
Eran mencapai lorong gelap. Seharusnya di sini pengap, dan sarat dengan aroma cuka, walau jejak debu di sepanjang jalur lalu lintas lorong telah menghilang. Eran mengatupkan bibir. Semoga tak ada yang menyadarinya. Ia melangkah tanpa suara menyusuri lorong dan mencoba mengabaikan tengkuknya yang mendingin. Atau, hawa hangat yang mengilusi di sekujur kulitnya yang merinding. Kelegaan merebak saat Eran mencapai pintu di ujung lorong. Tiupan angin di luar pintu menggedor ringan.
Pintunya memang terkunci, tetapi Eran bisa membukanya dengan mudah. Asap hitam menjulur dari ujung jarinya, memenuhi ruang lubang kunci dan memutarnya. Nah, Judan mengajarinya hal ini, saat surat misterius nan menjengkelkan tiba-tiba mampir ke bawah bantal pada suatu malam. Dan, acap kali melakukannya, Eran menoleh sekilas ke arah kedatangannya tadi. Masih tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain.
Ketika pintu akhirnya terbuka, embusan angin musim panas di pagi hari menerjang kuat. Lorong gelap seketika bermandikan cahaya subuh yang terang dan berlapis-lapis emas. Eran menutup pintu dengan punggung, lalu menginjakkan kaki pada teras rahasia di puncak kediaman Caltine. Udara musim panas sama sekali tak terasa menyengat dari ketinggian tiga lantai di puncak perumahan. Dari jauh, matanya mereguk hamparan Kota Stentin yang sesekali tersemat pepohonan hijau raksasa bagai sesemakan rimbun. Bukit-bukit rendah menaung di latar.
Eran melirik amplop di tangannya lagi. Sudah beberapa kali ia melakukannya selama dua mingguan. Ia menjatuhkan amplop di atas serakan daun kering yang terkumpul dari guguran pohon-pohon tinggi di halaman belakang kediaman Caltine. Entah bagaimana caranya, angin akan menghempas amplop ini dari teras, kemudian melebur menjadi asap ketika terbebas ke ruang angkasa.
Eran menghela napas. Semoga Judan mengerti akan harapannya.
"Dengan siapa kau berkirim surat?"
Gadis itu melonjak kaget. Ia berputar dan mendapati Caellan berdiri ambang pintu, kakinya yang beralaskan sandal rumah menahan pintu agar tidak membanting-banting karena terempas angin. Derunya yang kencang di sini telah mengaburkan pendengaran Eran untuk menangkap bunyi keriut saat ia tengah melempar surat ke lantai teras.
Darah Eran berdesir. Oh ....
"Erfallen?" tanya Caellan lagi. Sang gadis tak mampu menjawab selain menyadari bahwa Caellan telah berpakaian dengan rapi. Tunggu, apakah dia tidak benar-benar tidur selepas waktu Sembahyang Awal?
"Ya." Tak ada gunanya bagi Eran berkelit. Ia sudah tahu sedikit banyak tentang pria ini. Bagaimana pun juga sel Par yang dibagikan kepada Eran berasal darinya.
Mata Caellan menyipit. Eran tahu hawa bengis yang menguar tipis dari bos para preman itu, dan ia mencoba untuk tidak goyah. Eran menghampiri dengan seutas senyum tipis.
"Kalau aku tidak melaporkan situasiku kepada mereka secara berkala, sementara Rayford tiba-tiba menjemputku begitu saja, maka mereka akan mengirimkan banyak pengawas kepadaku," katanya. "Surat-surat yang kukirimkan memastikan bahwa kehidupanku di sini baik-baik saja dan tak membutuhkan pengawasan."
Caellan mendesah. Ia memandang ke arah balik bahu Eran, dimana amplop itu akhirnya diterbangkan angin. Ketika melewati pagar pembatas, amplopnya seketika melebur menjadi asap hitam yang memburai ke udara.
Surat untuk tidak diawasi? Tidak mungkin.
"Aku tidak menceritakan hal-hal yang akan membaha-yakan kalian," jawab Eran lagi. "Seperti segala hal tentang kekacauan. Mereka lebih peduli perkara Tremaine dan apa yang kulakukan untuk itu."
"Adikku tidak tahu soal ini, bukan?"
"Kalau dia tahu, dia akan kembali gencar memintaku untuk menjauh dari Erfallen." Ketika Caellan mengangkat alis, Eran menambahkan dengan pelan. "Aku ragu-ragu dengan keinginannya itu. Maksudku, tentu saja Rayford menginginkan hal yang baik, tetapi"—dia mengangkat bahu—"aku hanyalah rakyat biasa, dan melepaskan diri dari cengkeraman Erfallen adalah mustahil. Ini diluar jangkauanku."
"Pemikiran yang baik." Puji Caellan setengah hati. Atau, dia memang tak menempatkan perasaan apa pun di sana selain kelegaan bahwa Eran tak sama idealisnya dengan Rayford yang menyusahkan. Eran merasakan gejolak familiar itu saat mendengar ucapan Caellan. "Jujur saja, jika ada satu hal yang bisa kuhargai dari usaha Alvaguer mengacaukan hidup Rayford, itu adalah menyingkirkan orang-orang yang berusaha menyulut idealismenya yang menyulitkan."
Eran meneliti kata-kata itu dengan saksama. "Bukankah kalian ingin menjauhkan diri dari dinasti?"
Alih-alih menjawab, Caellan hanya menatap Eran dengan penuh kehati-hatian. "Apa saja yang kaulaporkan kepada Erfallen? Seandainya kau lupa, aku berusaha menjagamu dengan sebaik mungkin di sini dan memberikan perlindungan semampuku. Aku tidak mengharapkan balasan dengan kehadiran lebih banyak Cortessian yang akan menambah-nambah beban hidup."
"Aku tahu. Ini hanya akan bertahan sampai misi Tremaine selesai."
Caellan mendengus, sebuah respon yang membuat Eran mendadak kehilangan kepercayaan dirinya. Mengapa dia membalas seperti itu? Apa? Apakah ada yang tidak Eran ketahui?
Eran menelan ludah. Ia harus melakukan sesuatu. "Atau ... kau khawatir bahwa apapun yang sedang kau rencanakan diam-diam akan hancur jika lebih banyak Cortessian mengenalmu?"
Orang awam mana pun akan tahu, bahwa tatapan Caellan seketika berubah saat mendengarnya. Alisnya tak berkedut, atau kelopaknya menyipit, namun kegetiran memancar deras dari kedua matanya yang pucat.
"Kau membagi selmu denganku, apa kau ingat? Kau tidak bisa memilah mana bagian darimu yang terbagi denganku, dan itu kekurangan dari berbagi sel."
Caellan mengatupkan gigi rapat-rapat. "Apa saja yang kau tahu?"
"Oh, entahlah. Biarkan aku menyusun potongan visual yang tercecer ini." Eran menggoyangkan jemarinya dengan mendramatisir di atas kepala. "Aku bingung. Bagaimana aku mengatakannya? Aku bisa menggambarkannya dengan jelas di dalam benakku, tetapi izinkan aku berspekulasi. Kau dan Rayford ... memang ingin keluar dari dinasti, tetapi dengan cara yang berbeda. Menariknya, Rayford sudah begitu terbiasa dengan tabiatmu sehingga apapun yang kau lakukan hanya akan dipandangnya sebagai kebiasaan."
Eran terdiam sejenak, memberi jeda untuk mengawasi perubahan ekspresi Caellan. Ia lantas tersenyum. "Tetapi," bisiknya, "Rayford telah mengabaikan kenyataan bahwa apapun yang kaulakukan adalah potongan kecil dari sebuah upaya besar yang kelak akan terkumpul di akhir. Benar?"
Caellan tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis. "Apa yang kulakukan, Eran?"
"Kalian adalah klan kecil. Klan yang teramat baru di dinasti tua ini. Kau percaya bahwa perlu terjadi sesuatu yang besar untuk mengangkat derajat Caltine di mata dinasti. Atau kalian akan selamanya dijadikan ... um, pion-pion yang diacuhkan dan dimanfaatkan saat dibutuhkan saja."
"Sungguh?"
"Ah, kurang tepat, ya? Maksudku—"
"Lebih tepatnya, dinasti akan menggagalkan upaya kami dan memastikan Caltine selalu berada di bawah cengkeraman mereka."
Eran terpukau. Ia sama sekali tak mengira pria ini akan menjawabnya dengan gaya yang begitu elok di bawah pancaran sinar subuh yang semakin benderang. Selama sesaat Eran memandang penuh takjub. Hanya deru angin berderak-derak yang menyesaki ruang pendengarannya.
"Tapi Rayford pasti takkan setuju dengan caramu, apa pun itu."
"Benar."
"Kau sudah merencakan ini sejak lama."
"Sejak Cortessor mengakui keberadaan klan kami, aku sadar ini tidak seharusnya terjadi. Harus ada sebuah usaha pembebasan diri yang lebih besar daripada itu."
Mata Eran membulat. "Sementara Rayford selalu menghindar, berpikir bahwa suatu saat dinasti juga akan mengabaikannya juga. Tetapi kau tidak berpikir demikian. Ada cara lain untuk melepaskan diri."
Caellan tersenyum. "Benar."
Eran melipat tangan. Ia bersandar pada ambang pintu dan menyelidik kembali pikirannya sendiri. Jadi inikah mengapa ia dengan entengnya mengusulkan agar Rayford menerima nasibnya saja dan berbalik menjadi Guru para Cortessian? Apakah ini juga ada pengaruhnya dari gagasan Caellan yang terserap ke dirinya?
"Katakan, Eran." Pria itu menyentaknya lagi. "Apa kau menyukai adikku?"
Mata Eran membulat dalam kegugupan. "Kenapa? Apa kau berniat memengaruhiku?"
"Begini mudahnya, Eran. Aku tidak tahu bagian mana lagi dariku yang telah kauserap, dan aku tahu tidak ada gunanya menghindar dari segala apa yang kaupikirkan tentangku. Benar. Itu benar. Apa pun yang kaukatakan barusan, aku tidak menampiknya.
"Tetapi satu hal, Eran, aku tidak suka ada orang yang hanya diam saja setelah mengetahui sesuatu. Aku memercayai prinsip bahwa jika sebuah masalah menimpamu, maka kaulah yang dipercaya Tuhan untuk menyelesaikannya. Ini adalah satu-satunya prinsip yang kupegang teguh bersama Rayford."
"Oh ... apa yang kauinginkan dariku?" perut Eran mulas. Lagipula, apa hubungannya dengan perasaan sang gadis kepada Rayford?
"Kau berhasil mempersuasi Rayford beberapa waktu lalu," kata Caellan, dan Eran seketika tahu kemana pembicaraan ini mengarah. Kepala gadis itu terkulai lemas ke dinding, menyesali akan pintu masalah yang baru saja dibukanya. Ruang dibaliknya kini menyedot dengan keras dan Eran takkan bisa keluar darinya.
"Kau ingin aku membujuk Rayford lagi?"
"Lebih dari itu," kata Caellan sumringah. "Aku ingin kau menemani adikku dan memastikan bahwa hidupnya berjalan sesuai dengan keinginanku, atau keinginan Alvaguer."
Eran merasa ada yang runtuh di dalam dirinya. Ini pernah terjadi, sekali, ketika Rayford membuang buku catatan Kamilia di hadapannya. Sekarang sebuah dinding kasat mata lain hancur berkeping-keping di dalam benaknya, memompa jantungnya untuk berdetak kencang dalam ketegangan.
"Yo, apa?" bisiknya. Wajah Eran sontak memucat. "Apa kau selama ini bersekongkol dengan Alvaguer?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro