53. Membuka Mata
Profesor Rikarden lebih sehat daripada sebelum terluka. Tentu saja. Ia telah bersama keluarga besarnya dan dirawat oleh murid perempuan kesayangan. Kendati sebagian luka sayatan masih membekas di tubuh, itu sama sekali tidak memengaruhi keceriaannya. Ketika Rayford dan Eran masuk, sang profesor tengah menyantap puding bersama Kamilla, dan wajah-wajah bersemu kegembiraan itu menyambut dengan sukacita.
"Rayford!" pekik Profesor. Matanya tinggal segaris, terdorong oleh pipi seranum tomatnya kala tersenyum lebar. Ia merentangkan tangan. "Ray, anakku! Kemari!"
Rayford menyambut Profesor dengan sebuah pelukan. Sesaat mereka bertukar rasa rindu laiknya ayah dan anak yang terpisah. Berpasang-pasang mata terpusat pada mereka dengan penuh kehangatan. Oh, seandainya Profesor Rikard memiliki anak, pasti kecintaannya terhadap Rayford tetap melampaui daripada anaknya sendiri!
Sementara itu Kamilla beranjak untuk menyambut Eran, dan bagusnya tak ada paksaan untuk saling berpelukan seperti sang profesor. Eran menyembunyikan ketakutannya dengan sangat apik dan menarik kursi di samping Kamilla.
"Kalian hanya berdua saja?" mata mungil Profesor memicing. "Mana asistenmu?"
"Dia ikut dengan abangku." Rayford balas menyipitkan mata. "Mengapa kau bertanya seperti itu?"
"Kau tidak sedang menyibukkan diri dengan sebuah misi liar yang tidak penting, bukan?"
Rayford menahan napas. "Oh, Profesor," gumamnya. "Aku kemari karena kudengar ada kabar gembira, bukan untuk dicurigai. Kalau kau ingin tahu apa yang kulakukan, aku pergi ke Konservatori Puncak dan berulang kali menyetok herbaku. Meski, yah, tesisku sama sekali tidak tersentuh."
Ucapan Rayford justru memicu kekehan geli para penghuni meja yang lain.
"Kau gila kalau mengerjakan tesis di kala seperti ini," komentar Ashten masam. "Dan dia benar, Paman. Sudahlah, Rayford telah datang kemari bersama Nona Wilhart. Tak ada yang perlu diributkan lagi."
"Kau ini tidak sopan," cerca Profesor, kendati demikian sang tetua tersenyum terus-terusan. Dia menepuk tangan, kemudian para pelayan datang untuk menghidangkan puding-puding mint dan karamel kepada para penghuni baru meja. Sebuah perkamen undangan pun diletakkan di samping piring Rayford dan Eran.
"Apa ini kabar gembiranya?"
"Bukalah!" kata Jarred, dan meski kedua tamu itu sedang melepaskan untaian pita di perkamen, dia melanjutkan dengan gembira. "Kendati apa yang sedang terjadi, Mamma optimis untuk membuka perayaan empat ratus Tremaine dengan sebuah pesta internal. Internal, kuulangi lagi! Karena itu, kami hanya mengundang sedikit sekali tamu selain para Tremaine. Dan, ya, Tremainor akan hadir."
"Tremainor?" Eran mengangkat alis.
"Setara Cortessor, tetapi terkhusus klan kami saja," jawab Profesor. "Beliau telah mengepalai seluruh Tremaine sejak empat ratus tahun yang lalu—sejak pembentukan klan ini. Tremainor Theodore!"
"Idolaku." Rayford membeliak melihat tanda tangan asli sang Tremainor di perkamen undangan. "Oh Tuhan, aku akan memajang perkamen ini di atas meja belajarku."
"Aku tahu." Profesor menyeringai. "Karena itulah kalian harus hadir!"
"Siapa lagi yang mendapat undangan?"
"Mm, yah, orang-orang yang berjasa." Ashten menyeringai. "Anthoniras dan Cortessor—tentunya, kalian berdua, Kamilla, dan beberapa orang lagi yang terkait dengan Mamma."
Anthoniras. Nama itu cukup untuk membuat Eran membeku. Ia refleks menatap Rayford, dan kendati pria itu sama bingungnya, ia tidak tahu harus menambatkan pandangan ke mana selain ke perkamen di genggamannya.
"Baiklah ... pestanya satu bulan lagi?" gumam Rayford. Siapa pun di meja itu paham makna akan pertanyaannya, kecuali Profesor. Bukankah kapal jebakan akan berangkat dalam tiga minggu?
Mampukah kapal jebakan itu menjadi jembatan untuk penyelesaian masalah? Sebab, jika tidak ... nah, pesta internal ini jelas tidak akan semenyenangkan harapan Profesor.
"Kenakan pakaian terbaikmu, Ray. Kau akan menemui Yang Mulia Theodore," ujar Profesor. "Kupastikan kau bisa menyapa beliau."
"Aku menantikannya." Rayford balas tersenyum. Rona merah di mukanya niscaya membuat Eran seketika melupakan wajah sinisnya yang selama ini seringkali mampir, seolah-olah wajah masam bukanlah sisi Rayford yang sebenarnya. Sang Guru Muda barangkali terlalu banyak dihantui oleh iblisnya sendiri.
Pertemuan itu berubah menjadi makan malam sederhana yang hangat, kecuali Countess Tremaine yang tidak bergabung karena mengurus perkara pesta pembukaan. Namun demikian, Profesor pun tak bertahan lama di meja. Setelah menandaskan makan malam, seorang pelayan datang dan mengingatkan Profesor bahwa sudah waktunya sang tetua beristirahat, mengingat tubuhnya yang masih dalam proses pemulihan.
Setelah pintu ruangan ditutup dan Profesor menghilang dari pandangan, Ashten mencondongkan tubuh ke arah Rayford. "Ceritakan yang tadi," katanya.
Atmosfer seantaro meja memberat. "Ada apa?" tanya Kamilla cemas. "Ada sesuatu yang terjadi?"
"'Mari kita perjelas dulu," kata Ashten. "Beberapa hari lalu Rayford dan Nona Wilhart mengabarkan ketiadaan para pengawal kita di Kota Kornich. Aku sudah mengirim pasukan lain. Dari berita terbaru yang kami dapatkan, para pengawal yang kita tugaskan berjaga sejak awal memang menghilang. Mamma yang mengatakannya kepadaku tadi, tepat sebelum bertemu mereka di lobi."
"Ulah Fortier?" Rayford menegaskan, dan Ashten mengangguk. "Kalau begitu ini ada hubungannya dengan Jessine. Menurut informasi Jamen, dia mampir ke Kornich untuk mengantar keberangkatan kapal dagang mereka sendiri, tetapi aku yakin bukan itu saja kepentingannya."
"Dan sekarang aku bingung apakah sebaiknya kita mengirim pasukan tambahan, atau kita ke sana sekalian." Ashten mengacak rambutnya, lantas menoleh kepada saudara kembarnya. "Bagaimana ini, Jarry?"
"Apa saran Mamma?"
"Terserah kita, katanya." Ashten memutar bola mata. "Aku pun tak berani mendesak karena Mamma mengurus banyak hal. Ayah juga belum memberi kabar kapan kiranya akan kembali dari Toromish."
Meja itu menghening sesaat, memberikan ruang kepada Tremaine bersaudara untuk memikirkan langkah selanjutnya. Ashten lantas memecahkan kesunyian. "Sebentar. Ray, kau belum selesai bercerita kepadaku tadi. Mengapa kau tiba-tiba menanyakan Igor?"
"Aku ... melakukan kesalahan." Rayford mendesah. Ia menatap kepada Eran sejenak, dan untuk pertama kalinya gadis itu menyadari bahwa tak ada kekesalan di sana. Rayford menatapnya dengan pandangan penuh rasa penyesalan. "Jadi inilah yang terjadi: saat aku dan Eran datang ke pesta aliansi dulu, kami sempat ikut kelompok gosip Fortier. Beritanya tentang keluarga Igor, dan bodohnya kami mengabaikannya waktu itu. Intinya, saudara kembar Igor kembali ke Elentaire, dan tak ada yang terlalu menanggapinya."
"Igor punya saudara kembar?" Jarred mengernyit.
Kamilla mengangguk kalut. Berita itu pun membuatnya terkejut. "Kami berempat menghadiri kelas yang sama saat di tahun pertama dahulu."
"Apa yang terjadi padanya?"
"Dia cuti sekolah, entah karena alasan apa. Tetapi setelah itu kami menjadi dekat dengan Igor saat bergabung dengan kelompok studi Profesor. Bukankah begitu, Ray?"
Rayford membenarkan. "Dan," katanya muram, "tadi pagi, saat aku masih di Kornich, aku keluar sejenak untuk mengecek situasi dan ... yah, Ivan muncul. Dia menyerang."
Seisi meja terkesiap, kecuali Eran yang menyantap sisa puding dalam diam. Ketika Rayford tak mengatakan apa-apa lagi, gadis itu menambahkan dengan pelan, "Igor juga di sana."
"Tetapi dia tak menyerangku," timpal Rayford cepat. "Dia menghentikan pertikaian kami dan membawa Ivan pergi."
"Oh Tuhan!" seru Kamilla. Ia menutup wajahnya yang mulai memerah sendu. "Tidak mungkin Igor juga!"
"Kuakui aku mencurigainya sejak awal ... sebab Jess sialan itu selalu menggembor-gemborkan ikatan keluarga Fortier." Ashten mendesah. "Tetapi aku tidak ingin mengatakannya. Bagaimana pun juga Igor lebih baik daripada mereka semua. Tetapi, Ray, jawab pertanyaanku dahulu: apakah dia berhubungan dengan siapa yang melukai Paman? Sebab jika Igor ikut terlibat dengan ini semua, maka mau tak mau aku mencurigainya sekarang."
Rayford teringat dengan peristiwa tadi pagi, kala Rayford menanyakan apakah Ivan yang melukai Profesor. Tentu saja pertanyaan itu berdasarkan sebuah keinginan kuat, dan saat Ivan menampiknya, maka gugurlah keinginan itu.
Siapa lagi, kira-kira?
"Tak ada bukti nyata," jawab Rayford akhirnya.
"Kecuali Paman mau mengatakannya." Jarred merenung. "Sebab aku yakin Paman pasti sempat melihat wajahnya. Barangkali ... Paman menghentikan upaya timmu untuk melindungi Igor, Ray. Paman tipe orang yang seperti itu."
"Tentu saja dia tipe yang semacam itu." Ashten menggeram. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, Ray? Apakah kau akan menangkapnya, atau lebih baik kami yang melakukannya?"
"Beruntung kita belum mengirim undangan ini kepadanya." Jarred mendesah. "Atau dia akan membawa pasukannya untuk ikut bergabung ke pesta kita."
Sahut-sahutan si kembar membuat Rayford terhenyak. Bagaimana bisa mereka bertukar gagasan semudah itu? Sulit sekali bagi Rayford untuk mengakui bahwa kecurigaan Eran benar, dan tak sekali pun dia menyinggungnya secara gamblang. Lidahnya kelu saat menceritakan hal tadi, lantas bagaimana bisa Eran dan Tremaine bersaudara semudah itu mencurigai Igor?
Ada apa dengan orang-orang ini?
Tidak. Jangan-jangan, yang perlu dipertanyakan adalah Rayford sendiri?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro