29. Meminta Maaf
Note:
Seluruh cerita oleh Andy Wylan hanya diunggah pada platform W A T T P A D. Jika menemukan cerita ini di situs lain, maka kemungkinan situs tersebut berisi malware.
Selamat membaca!
---------------------------
6, Bulan Awal. Tahun 1938.
Rayford kepikiran akan perbuatannya sampai terlelap.
Ia terbangun dengan perasaan serupa masih melekat erat. Ia bahkan tidak merasa benar-benar tidur. Sesekali matanya terjaga, merasakan sekujur tubuhnya menghangat di balik selimut dalam kekalutan yang tidak nyaman. Kepalanya berat dan lidahnya masam. Barangkali Rayford tersentak bangun untuk kesepuluh kalinya saat gaung Sembahyang Awal berkeriap di luar jendela, memecah kesenyapan tanpa batas yang meresahkan. Meski begitu Rayford tidak serta-merta bangun. Ia mencoba meresapi empat jam tidurnya yang teramat menggelisahkan, sekaligus menajamkan pendengaran. Adakah suara keriut pintu kamar Eran? Tidak. Atau sekadar suara kaki yang menapak lembut pada lantai? Tidak juga. Semakin banyak menit yang dilalui untuk menanti Eran bangun, maka semakin berat beban yang terasa di pundak.
Ia memang sama sekali tidak melihat wajah asli Eran selain topeng perunggu polosnya yang mengilap membosankan, tetapi Rayford selalu terbayang-bayang ekspresinya yang dingin, kesal, sekaligus tersinggung saat pria itu terus mendesaknya akan kabar Kamilla.
Bagaimana bisa Rayford tidak memedulikan para veiler yang berjaga sepanjang lorong? Ia teringat bulu kuduknya merinding kala semua veiler menolehkan wajah serempak kepadanya saat ber-Etad. Mengapa mereka tiba-tiba tertarik kepadanya? Atau jangan-jangan mereka telah mengenali gelombang Energi Eran yang berusaha ditutupinya?
Satu jam kemudian Rayford masih terapung-apung dalam laut kecemasan saat menunggu rebusan air. Ia melamun cukup lama, hingga terdengar pintu kamar Eran dibuka.
"Selamat pagi." Gadis itu menguap. "Tumben kau tidak tidur lagi?"
Rayford mengerjap, lantas menyadari ketel yang mulai berdenging. "Aku sedikit kesulitan tidur," katanya sembari mematikan kompor, menuang air ke cangkir, dan mencelupkan sejumput akar valerian.
Eran mengawasinya cukup lama sampai-sampai Rayford mengira akan menerima lebih banyak sindiran, tetapi gadis itu justru menghampirinya dan berkata, "Ada dua hal yang bisa kusampaikan kepadamu dari pesta semalam."
"S-sungguh? Apa itu?" Rayford tidak menduga akan mendengarnya secepat ini. Secercah perasaan bersalah kembali terbit, walau Eran tak nampak akan menerima permintaan maafnya sekarang. Ia bahkan tidak memikirkannya. Ekspresi gadis itu terlampau netral dan datar untuk menunjukkan sisa kekesalannya semalam.
"Dari kelompok pertama. Ada seorang Cortessian di antara tamu, dan dari gelombang Energinya aku tahu ia bermarga Cortess tulen, entah siapa. Tetapi bukan itu yang penting. Pembawa beritanya bilang kalau para Cortessian 'perlu membereskan masalah internal', atau semacam itu, sebab baginya 'semua masalah di aliansi seolah berakar dari Cortess'. Dan, barangkali aku hanya berusaha mencocokkan saja, tetapi kupikir penculikan Kamilla sudah jelas ada hubungannya dengan Cortess, bukan klan-klan di luar dinasti itu. Lagipula Kamilla bukan bagian dari Aliansi Lima."
Astaga, itu Flarteus. Rayford sontak menghela napas. "Terlalu awal untuk menetapkan kecurigaan di situ, meski rasa-rasanya ini yang paling masuk akal. Mereka memang menimbulkan banyak sekali masalah."
"Nah." Eran menjentikkan jarinya. "Karena aku juga tak tahu soal itu. Kalau begitu dengarkan dari kelompok terakhir ... dan, demi Tuhan, apa kau tahu kalau aku semalam mengobrol dengan Alvaguer?"
"Apa?"
Eran mengangkat tangan sebagai isyarat. Ia menggeleng-geleng tak percaya dengan nasibnya semalam. "Aku mendatangi kelompok terakhir. Pembawa beritanya mengenakan pakaian serba hitam dan topeng putih. Siapa mereka? Apakah benar-benar Riddleham? Pantas saja beritanya berbeda."
"Riddleham jarang sekali menghadiri pesta kalau bukan karena ada berita penting ... jadi, apa itu?"
"Dia tak menyampaikan gosip atau rumor, melainkan peringatan." Eran mendesah. "Dan gelombang Energi setiap tamunya amat kuat, tetapi pria ini, si Alvaguer, gelombangnya luar biasa raksasa! Aku ragu-ragu untuk menginjak bayangan mereka, tetapi sudah cukup bagiku untuk yakin." Gadis itu berhenti sejenak, lalu menyampaikan sisa peringatan pembawa berita Riddleham.
Rayford spontan memijat pelipis saat mendengarnya. Ia menyeruput teh hingga separuh cangkir. "Oh, kau telah masuk ke sarang pemangsa paling berbahaya," ujarnya. "Kau sudah bertemu Flarteus dan Anthoniras sekaligus—aku heran kau masih baik-baik saja sekarang. Terutama Anthoniras. Bagaimana bisa kau berada dekat-dekat dengannya?"
"Gelombang Energinya menarik perhatianku."
Rayford mengernyit dengan penuturan itu, dan memilih tak berkomentar lebih. "Kalau begitu apa kau familiar dengan semua tamu di kelompok itu?"
"Ya, aku tahu wajah-wajah mereka, tetapi tak mengenal namanya. Memori U'mbrate tak memberikan informasi selengkap itu."
"Wajah-wajah yang pernah kau lihat di surat kabar?"
"Tidak juga. Tetapi tak satu pun dari mereka terlihat berasal dari kalangan menengah."
Rayford beranjak. "Kalau begitu aku akan meminta tolong Jamen mengumpulkan potret para aristokrat Aliansi Lima. Kau coba ingat-ingat mana yang terasa familiar bagimu, dan akan kudatangi mereka. Bagaimana?"
"Ide yang sempurna!" Eran terkesiap riang. "Tapi bagaimana caranya Jamen akan melakukannya?"
"Oh, aku pun tak tahu." Rayford tersenyum. "Tetapi kita membicarakan Jamen, ia bisa melakukan hal yang bahkan kita para setengah monster tak bisa lakukan."
"Apa kau akan menemui Jamen sekarang?" Eran mengawasi pria itu keluar dapur dengan agak limbung. "Sebaiknya kau tidur ...."
"Aku memang mau tidur," tukas Rayford. "Jamen pasti baru kembali nanti siang."
"Bagus! Selamat tidur."
Kendati demikian Rayford tak segera beranjak. Ia memandang kosong ke arah secangkir seduhan akar valerian, lantas diam-diam tertambat pada Eran yang bergantian bertandang di dapur. Gadis itu tengah mencari sisa kue.
"Kenapa kau tak kunjung tidur, Ray?"
"Eran, aku minta maaf."
Gadis itu menoleh dengan alis terangkat. "Atas apa?"
Rayford mengatupkan bibir. "Karena semalam. Aku minta maaf atas sikapku yang kurang menghargaimu ... maksudku, semalam kau berada di situasi yang begitu riskan dengan mendekati Flarteus dan Anthoniras, bahkan nyaris ketahuan para Erfallen, tetapi aku hanya terus dan terus memikirkan Kamilla. Aku minta maaf, Eran. Sungguh. Dan sebenarnya itulah mengapa aku tidak bisa tidur nyenyak semalam."
Rayford tidak pandai menyembunyikan ekspresinya, sehingga ia juga tahu kapan lawan bicaranya tengah berusaha melakukan hal sama. Namun Eran berbeda. Tak ada sinar kekecewaan sama sekali di matanya. Wajah gadis itu tak mengungkapkan apa pun selain seutas senyum formalitas.
Rayford merasa amat terganggu dengan gadis ini.
"Tidak apa-apa," katanya, meski Rayford yakin betul jika benak Eran menyuarakan sebaliknya. "Kehilangan Kamilla tidaklah main-main. Tidak ada yang mengetahui keberadaannya, padahal dia bukanlah gadis tak diketahui yang sebatang kara atau semacamnya. Dia punya keluarga dan teman-teman yang memedulikannya. Itu lumrah."
Wow. Kata-kata Eran justru membuat pundak Rayford makin berat. Memangnya Eran juga tidak punya keluarga dan teman? Kalau keluarga Eran tahu bahwa Rayford mengeksposnya pada bahaya untuk orang lain, apakah keluarga Eran takkan marah?
Ketika Rayford tak mengatakan apa pun selain menghela napas dengan teramat berat dan penuh penyesalan, Eran menatapnya dengan sedikit gugup. "Apa aku mengatakan hal yang salah?"
"Tidak. Aku tersadar betapa aku ... memperlakukanmu dengan tidak seharusnya," keluh Rayford. "Aku benar-benar minta maaf. Sejak awal aku mencurigaimu sedemikian rupa, dan semalam aku ... oh, Eran, sungguh, aku tak berhak menganggapmu sebagai tawanan tim atau apalah."
Eran mengira matanya berdusta, tetapi kenyataannya wajah pria itu sudah agak memerah dan mata hijau pucatnya mulai berkaca-kaca. Hei, apa pria ini akan menangis? Demi Tuhan, Eran bahkan tidak—
"Kau punya trauma, benar?" kata Rayford. "Aku juga punya, dan itu teramat tidak menyenangkan saat harus menghadapinya lagi," lanjutnya dengan lirih. "Jadi, sekali lagi, maafkan aku karena tidak memperlakukanmu dengan baik, Eran. Tak lagi aku akan membawa-bawamu ke sekitar Erfallen, atau bahkan siapa pun." Dan sembari mengatakan hal ini, Rayford teramat menyesal karena tak bisa menceritakan bahwa Anthoniras Alvaguer adalah sahabat Edwen Erfallen. Apa jadinya jika Eran tahu? Gadis itu pasti takkan semudah ini menerima permintaan maafnya. "Apalagi kau masih orang baru di sini! Sungguh, seandainya mampu, aku akan memulangkanmu ke kampung halamanmu, tetapi sayangnya situasi sedang genting. Satu-satunya yang kau bisa andalkan adalah aku, sebab kau tak ingin Erfallen datang menjemput saat kau bersama keluargamu."
"Aku tahu. Terima kasih, Ray." Eran tersenyum. "Dan aku menerima permintaan maafmu."
Rayford menghela napas. "Baiklah. Kurasa aku bisa tidur sekarang."
Ketika Rayford bangkit dengan limbung, Eran memerhatikannya dengan geli. "Bisakah aku bertanya satu hal lagi padamu, Ray?"
"Hm?"
"Apakah Kamilla adalah kekasihmu? Sebab seorang teman tidak akan memedulikannya sebaik dirimu, kecuali kau memang adalah orang yang teramat penyayang kepada semua teman."
"Bukan," jawab Rayford, dan tentu saja wajahnya tak pandai bermuka datar seperti Eran. Ketika gadis itu menatapnya dengan sangsi, Rayford menghela napas. "Yah, kami pernah bersama selama beberapa bulan."
"Apa yang terjadi?"
"Dia bertunangan dengan orang lain."
"Oh ...."
"Begitulah." Rayford mengangkat bahu. "Tak ada apa-apa lagi."
Eran tak menyahut selain memerhatikan Rayford memasuki kamar dengan langkah diseret. Setelah pintu menutup, Eran menghela napas berlebih. Jemarinya refleks menyentuh dada, bergumam sejenak untuk menenangkan gejolak menyebalkan di sana, kemudian beralih ke konter dapur untuk bertandang. Tak sekali pun senyum terpatri di bibir, sementara bayangan akan Rayford yang terus-menerus memikirkan Kamilla kerap berputar di benaknya, tak peduli seberapa kuat Eran mencoba menyingkirkannya.
Rasanya sedikit nyeri, tapi ... ah, sudahlah.
Eran mengacak-acak kulkas untuk mengambil bahan-bahan makanan hari ini. Selama sesaat gadis itu memandang keluar jendela. Langitnya mendung. Kenapa langit Nordale setahun belakangan sering mendung? Gadis itu pun memutuskan untuk memanggang pasta, mumpung apartemen ini memiliki oven. Ia baru saja akan mengeluarkan sekaleng pasta tomat ketika cahaya ruangan itu meredup dalam sekelebat mata.
Eran terkesiap.
Selama sesaat gadis itu berusaha memahami bahwa sumber bayangan itu tak berasal dari lampu-lampu kecil yang menggantung rendah, melainkan jendela.
Uh, apa itu?
Dengan jantung berdentam-dentam nyaring, Eran mendekat perlahan ke arah jendela. Ia tak berani mengerahkan Energinya, sebab memori akan para veiler yang mengawasinya ber-Etad semalam membuat Eran mimpi buruk. Apakah mereka sekadar mengawasi, atau sudah curiga karena ada dua hadirin yang mendadak lenyap saat pesta kedatangan tamu besar? Atau, barangkali mereka sudah mengenali gelombang Energi Eran tak peduli seberapa kuat usahanya untuk menutupi?
Eran merapat ke jendela, mengintip takut-takut, namun tak menemukan apa pun selain mendengar gemuruh samar dari kejauhan. Ia mencoba untuk berani mengerahkan Energinya sejenak, sekadar mengetahui sisa-sisa dari keanehan tadi, dan sontak melompat mundur saat mengenalinya.
Veiler!
Eran menyapukan pandangan ke sekeliling apartemen. Tak ada tanda-tanda yang sama. Sepertinya veiler itu sekadar lewat di luar ... tetapi apakah benar sekadar saja? Bagaimana kalau—
"Oh, Tuhan." Eran tergesa-gesa kembali ke dapur. Oh, sungguh, apakah ia ketahuan secepat ini? Oh, oh, bagaimana caranya menyampaikan ini kepada Rayford, padahal Kamilla belum juga ditemukan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro