Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Topeng yang Tertanggal

Note:

Seluruh cerita oleh Andy Wylan hanya diunggah pada platform W A T T P A D. Jika menemukan cerita ini di situs lain, maka kemungkinan situs tersebut berisi malware.

Selamat membaca!
----------------------------

30, Bulan Pekerja. Tahun 1930.

Keesokan harinya, Caellan menerima surat baru. 

Berkebalikan dengan situasinya, Caellan ternyata bisa tidur cukup nyenyak semalam. Barangkali karena sudah lama tidak merasa selelah ini, maka dia pun mengabaikan kekacauan di luar pintu kamarnya selama beberapa jam. Kemudian, ketika angin di penghujung musim panas mulai menelusup ke dalam kamar, Caellan pun terbangun, dan butuh waktu beberapa menit baginya untuk menyerap kesadaran seutuhnya.

Ia melakukan rutinitas pagi sebagaimana biasanya, seolah-olah Rayford tak pernah tidur di apartemen itu. Ia agak jengkel. Untuk sementara ini Caellan akan menganggap sang adik takkan pulang dalam waktu lama, bahkan menganggapnya masih mendalami proses rehabilitasi. Biarlah Rayford berlaku sesuka hati untuk saat ini. Nanti, kalau masalah masing-masing sudah beres, Caellan bertekad untuk memukul bokongnya dan mengajarkan beberapa hal.

Dengan secangkir teh di tangan, Caellan melangkah gontai ke arah pintu, mengambil sepucuk surat yang diselipkan di bawah celah dengan sedemikian rupa. Setelah menyadari siapa pengirimnya, beribu kata umpatan meluncur tanpa suara dari mulutnya.

“Ada apa?” 

Caellan lupa, kendati ada aroma keju dan oregano yang menguar dari dapur, bahwa ada seorang gadis yang tengah menyiapkan sarapan terenak di Stentin untuknya. Dia bekerja nyaris tanpa suara, kecuali desing ketel dan desis mentega yang berpadu sempurna. Sudah lama Luna tidak hadir di apartemen ini, terlebih-lebih semenjak Caellan mengumumkan bahwa Rayford akan keluar dari pusat rehabilitasi, dan Luna sesungguhnya tidak heran ketika Caellan tiba-tiba memintanya datang lagi.

“Dari Rayford?” tanya Luna kembali saat Caellan tak mengatakan apa pun.

“Mana mungkin?” tukas Caellan. “Ini dari kepolisian yang kuceritakan kemarin.”

Benar. Surat pemberitahuan resmi datang dari kepolisian, mengabarkan bahwa penyelidikan Mansion Delikus akan resmi dimulai pada awal bulan mendatang. Bagus, bertepatan dengan absennya Rayford dari kehidupan! Namun, Caellan takkan mengulangi kebodohan yang sama lagi. Ia sudah tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Luna menaruh lembaran roti pada lelehan mentega. “Ironis,” komentarnya sinis. “Itulah mengapa aku berulang kali mengingatkanmu agar memperlakukan Rayford dengan lembut.”

Caellan mendengus. Ia melempar surat ke sembarang tempat. “Kau berkata seolah-olah mengenalnya.”

“Kau selalu menceritakannya—”

“Kau tidak pernah bertemu dengannya.” Cara Caellan menyela sudah cukup membuat Luna mengunci mulut dengan pasrah. Ia nyaris saja menabur segenggam garam di porsi sarapan Caellan, tetapi ia tak mau menanggung perihnya keretak yang melebar di hatinya nanti. 

“Dan aku sama sekali berusaha tidak marah!” seru Caellan, kini meraih surat yang dilemparnya dan menaruhnya dengan benar di atas meja. “Kau sudah mengatakan itu berulang kali sampai rasanya aku ingin menyumpal telingaku dengan granat. Kau dengar itu? Mana mungkin aku tidak mengingatnya—tetapi, kutekankan padamu, Rayford adalah bocah paling lemah perasaan yang pernah kukenal.”

Caellan meneruskan ceracauan sementara Luna mengelap konter. 

“ ... dan aku bahkan tidak lagi kepikiran untuk mempertemukan kalian berdua. Kalian sama-sama terlampau lembut hatinya, meski kalian punya hal-hal menakjubkan yang tidak kupunya. Tapi mengapa pula aku dikelilingi oleh satu-satunya adik dan kekasih yang sama-sama mudah rewel? Apa kau mendengarkan aku?”

“Apa kau punya cadangan orang yang bisa membantumu?”

“Ah, ya. Ada. Tentu saja ada.” Luna mengembuskan napas lega saat Caellan berpindah ke meja telepon. “Jam berapa ini? Aku tidak bisa menelepon mereka kalau bukan jam kerja.”

“Masih pukul delapan.”

“Kau tidak pulang?”

Luna membanting piring sajian roti panggang. Caellan seketika melotot kepadanya saat terdengar suara yang terlampau nyaring, dan Luna refleks menyunggingkan senyum. “Ya, tentu saja aku akan pulang setelah ini.”

“Aku tidak ingin menahanmu dan membuatmu terlambat membuka kedai,” tambah Caellan. Ia merasa sedang mendengar Luna menghela napas, tetapi Caellan menganggap itu hanya dugaan saja. Mana ada orang yang bersikap kesal ketika Caellan berusaha menghargai waktu mereka? Caellan tak ingin menyita waktu siapa pun. Heran. Rayford juga tidak sependapat dengannya mengenai keharusan menyelesaikan masalah-masalah genting dahulu, padahal bersua dengan kawan-kawan itu bisa dilakukan belakangan.

“Aku akan pulang sekarang saja.”

“Tidak mau sarapan denganku?” 

“Kau terlihat sibuk.”

“Bukan terlihat lagi. Aku memang harus cepat-cepat menyelesaikan ini semua.” 

“Apa sih yang kau buru?”

“Ketenangan?” 

Tak ada balasan lagi setelah itu selain suara langkah kaki menyeret menuju kamarnya. Sementara itu Caellan meraih buku catatan kecil yang memuat sederet nomor telepon di laci bawah. Ia mencari sebuah kartu nama yang terselip. Sepertinya dia menyimpannya di buku ini, atau jangan-jangan di buku lain?

Ketika Caellan akhirnya menemukan kartu nama yang dimaksud, Luna menghampirinya. Rambut emas panjangnya sudah diikat, cenderung asal-asalan, dan pemerah di pipinya sama sekali tidak membantu untuk menyegarkan wajahnya yang muram.

“Aku sudah menyiapkan beberapa makanan di lemari pendingin. Habiskan itu tidak lebih dari satu minggu.”

Caellan akhirnya meletakkan perhatian seutuhnya kepada Luna. Ia memandang lekat-lekat gadis itu, lantas mengerutkan dahi saat melihat penampilannya. “Terima kasih, tetapi kenapa kau seperti ini?” tanyanya, sembari menyelipkan anak rambut yang mencuat ke belakang telinga Luna. “Tersenyumlah, Sayang. Ini pagi yang hangat untukmu.”

Luna memaksakan senyum. “Aku ingin berbicara sesuatu padamu.”

“Ah, Sayang, ini bukan waktunya ....”

“Tenang saja, bukan hal yang baru,” kata gadis itu saat Caellan mengiringi menuju pintu depan. “Aku hanya ingin menyampaikan kalau beberapa hari lalu pemuda itu datang lagi.”

“Cecunguk yang berusaha melamarmu itu?”

“Dia menemui Ayah.”

“Kau tahu Paman ragu-ragu kepadanya.”

“Ya, karena Ayah mengandalkanmu.” Luna tidak tahu kalau kata-kata itu terasa sangat pahit di mulutnya sekarang. “Tapi ... tapi apa kau akan menemui Ayah?”

Alih-alih menjawab, Caellan membukakan pintu untuk sang gadis. Bahkan setelah Luna melangkah keluar dan menatapnya dengan mata membulat penuh harap, Caellan hanya tersenyum.

“Apakah ada gadis lain yang pernah kupanggil dengan penuh kasih sayang selain dirimu?”

“Tidak.” Luna menelan ludah. “Bahkan saat kau masih mengencani gadis-gadis lain di sekolah.”

“Kau tahu aku selalu menyukaimu sejak kecil,” kata Caellan lambat-lambat. “Saat kau menjadi orang pertama yang mau menemaniku, setelah Paman menyelamatkanku dari teror iblis sialan itu. Dan ... perasaanku tak pernah berubah padamu bahkan setelah delapan belas tahun berlalu. Kau pula satu-satunya yang tahu segala hal tentangku, luar-dalamku, termasuk hal-hal yang tidak diketahui Don maupun Rayford.”

Pipi Luna bersemu sungguhan sekarang. “Oh, Caellan ....”

“Jadi? Kau tidak punya alasan untuk meragukanku.”

“Aku tidak meragukanmu. Aku hanya ingin tahu kapan tepatnya kau akan menikahiku, atau pemuda yang kemarin itu—”

“Biarkan aku menyelesaikan masalahku dulu.” Dan begitulah, Luna hanya bisa termangu saat Caellan mendaratkan kecupan perpisahan di bibirnya.

“Apa kau tak akan mengantarku ke halte?”

“Jangan khawatir. Preman sekitar sini sudah tahu tentang dirimu.”

Luna benar-benar ingin menangis sekarang. “Semoga urusanmu lekas selesai, secepat-cepatnya.”

“Hati-hati, Sayang.”

“Sampai jumpa, Ca—”

Caellan menutup pintu, sekali lagi mengajukan kesenyapan sebagai pengiring sang kekasih untuk melangkah ke halte.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro