Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Ketel yang Digosongkan

Note:

Seluruh cerita oleh Andy Wylan hanya diunggah pada platform W A T T P A D. Jika menemukan cerita ini di situs lain, maka kemungkinan situs tersebut berisi malware.

Selamat membaca!

---------------------------

29, Bulan Pekerja. Tahun 1930.

Caellan tiba di apartemen ketika waktu menunjukkan pukul dua pagi menit. Radio bergemerisik, sesekali terdengar pergantian dua saluran yang memutar musik yang syahdu, serta berita malam yang memuat ulang tentang perkembangan kasus perampokan bank. Ia mengira Rayford sudah terlelap, tetapi pemuda itu ternyata masih terpekur di tepi radio. Gelas teh di sisinya sudah mendingin.

"Kenapa kau belum tidur?"

"Ada apa?" tanya Rayford nyaris bersamaan. Matanya yang kemerahan mengerjap-ngerjap. "Apa kau tidak apa-apa?"

"Tenang. Aku hanya diminta kesaksianku," jawabnya, dan saat Rayford masih menatapnya lekat-lekat memohon lebih banyak penjelasan, Caellan menyerah. Dia melepas mantel dan mengusap wajah. "Ada pembantaian besar-besaran di pesta yang kuhadiri tahun lalu, tetapi aku tidak tahu karena aku meninggalkan pestanya duluan saat itu. Saksi satunya—pria botak tadi—adalah pelayan di sana. Dia bilang sempat melihat segerombolan vehemos di luar hutan saat meninggalkan pesta sejenak. Saat dia kembali, mansion itu sudah kosong dan dibanjiri darah." Seusai menceritakannya, Caellan mendadak merasa merinding. Setelah diingat kembali, dia meninggalkan mansion dengan berlari menerobos hutan. Dia sama sekali tidak menduga bahwa ada segerombolan vehemos yang juga bersembunyi di antara pepohonan terkutuk itu.

Rayford spontan menyebut nama Tuhan. "Apakah iblisnya sudah ditemukan?"

"Belum. Ini kepolisian umum, dan mereka selalu menolak kasus yang melibatkan vehemos. Mereka terpaksa mengusungnya atas permintaan Jenderal Curtis."

"Baiklah," gumam Rayford. "Aku hanya heran mengapa mereka mendesakmu seperti itu. Kukira kau yang melakukan pembantaian."

Beruntunglah Caellan tidak sedang minum, sebab ia bisa saja akan tersedak. Senyum lebar tersemat di bibirnya. "Jangan konyol," katanya. "Aku bukan pembunuh meski sama-sama butuh darah sepertimu."

Rayford tidak serta-merta percaya. Matanya mengekori Caellan yang menghampiri kamar. "Sudahlah, aku mau tidur. Jangan bangunkan kecuali aku bangun sendiri. Siapa pun yang bangun lebih dahulu bakal membuatkan sarapan."

Pintu kamarnya dibanting dan, dengan kecemasan yang merayap, Caellan meletakkan pistol di meja. Segala macam refleks yang ditunjukkan karena kebodohan tamu tak diundang mulai mengupas identitas asli Caellan perlahan. Rayford mengawasinya. Rayford juga sudah tahu kalau Caellan beralias sebagai Nikolan, dan kengerian terbesarnya terletak pada sejauh apa bocah itu mengenalnya sebagai orang terpenting ketiga di klan Vandalone.



Caellan terbangun sekitar pukul sembilan. Ketika ia membuka pintu, napasnya refleks terhela panjang karena melihat Rayford masih terkulai menahan kantuk di sofa.

"Kukira kau sudah menyiapkan sarapan."

"Aku baru tidur jam tiga," Rayford menjawab dengan suara serak. Ia buru-buru beranjak saat Caellan melipir ke dapur tanpa menanti sesaat saja. "Aku akan buatkan sekarang."

"Apa kau menggosongkan bagian bawah tekoku?"

"Ah ... maaf. Aku semalam membuat teh."

"Tak masalah. Teko itu murah. Jangan ledakkan kompornya saja." Caellan menguap sekali lagi dan memastikan tak ada barang di dapur yang dirusak oleh Rayford pada hari pertamanya di sini. Ia pun membasuh wajah di wastafel dapur, kemudian memasukkan beberapa lembar roti ke pemanggang. "Keluarkan susu dan siapkan selai dari kulkas, Ray. Ayo bangun, dasar Guru Muda pemalas."

Perpaduan kata 'Guru' dan 'pemalas' adalah kombinasi paling tidak cocok yang pernah didengar Rayford, dan itu membuatnya gusar. Caellan mengabaikan gerutuan samar Rayford dan memilih berkonsentrasi menyeimbangkan kewarasannya pagi ini. Kejadian semalam nyaris meledakkan emosinya.

Kedua bersaudara itu menyantap sarapan dengan santai. Potongan-potongan roti hangat dan susu dingin mulai memenuhi lambung kosong mereka, mengusir energi negatif pagi hari dengan kekehan geli yang mulai bermunculan. Mereka mendiskusikan banyak hal; rencana pembersihan kediaman Caltine di Appeton setiap sebulan sekali, penetapan Rayford sebagai penanggung jawab stok makanan sehari-hari, hingga para tetangga apartemen yang perlu diwanti-wanti.

Rayford pun akhirnya menyampaikan persetujuannya untuk membantu Caellan menyelesaikan kasus Mansion Delikus. Beribu obrolan pun dilalui dengan delapan lembar roti dan botol selai cokelat yang dikorek habis. Selama itu pula Caellan sempat melupakan kekesalannya. Ini lebih baik, meski untuk sesaat. Hari ini dia sudah punya jadwal untuk mengunjungi Mansion Putih.

Sekali lagi, dia harus mempersiapkan ketenangan diri.


+ + +


Ah ... lupakan tadi pagi.

Caellan sedang kepingin betul mengumpati Trevor Curtis sekarang.

Keparat. Trevor Curtis bajingan. Dasar botak tak tahu diuntung. Segala macam umpatan yang bisa dipikirkan Caellan sudah melekat pada nama sang Jenderal Arial kini. Kenapa masalahnya terus bertambah? Padahal masalah di Vandalone belum juga tuntas.

Kau ingat apa yang Caellan pertengkarkan dengan Donatino tiga tahun lalu, sesaat sebelum ia bertemu dengan Rayford di rumah orang tua mereka? Jika kau mengira masalah itu sudah selesai, sungguh, semua juga berharap demikian. Sayangnya, lima jam setelah Caellan bertolak dari apartemen Applebaker, suasana kembali memanas di Mansion Putih.

Terdengar suara meninggi dan gebrakan meja di balik sepasang pintu kokoh ruang kerja Donatino. Semua tahu jika sang bos lagi-lagi bersitegang dengan tangan kanannya. Astaga. Saking lumrahnya kejadian ini, tak ada lagi yang repot-repot menguping atau merasa khawatir. Hanya seorang tukang pukul yang berjaga di pintu, dan dia berusaha untuk tidak tertawa acap kali mendengar Donatino dilawan oleh Caellan yang lebih muda dua belas tahun.

"Aku sudah mencanangkan pertemuan perdana, dua minggu lagi. Kalau itu tidak cukup untukmu, aku melakukannya di Pelabuhan Applerock. Dalam pengawasan para setengah monster Arial itu, di dekat barmu!"

Caellan memutar bola mata. Kenapa setiap masalahnya sekarang juga melibatkan Jenderal Curtis dan antek-anteknya? "Aku tetap tidak setuju."

Donatino meremas ujung meja. Bibirnya terkatup rapat-rapat, dan setelah beberapa detik yang cukup menggelegak di kepalanya, Donatino memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Camon beringsut mendekat dan memenuhi gelasnya dengan anggur dingin.

Sementara Donatino meneguk anggurnya dengan cepat, Camon melotot kepada Caellan. "Ini adalah diskusi tanpa ujung paling lama yang pernah kudengar," keluhnya. "Tiga tahun dan masih tak ada kesepakatan! Ya Tuhan, aku akan berangkat ke Demania Raya minggu depan dan jika ini tidak segera tercapai ...."

"Sepuluh tahun pun tidak akan."

Donatino mengangkat tangan. "Pergilah."

"Lihat?" kata Caellan. "Inilah alasan kenapa aku bilang sepuluh tahun tidak akan membuat diskusi ini mencapai kesepakatan."

"Kau memang tidak pernah sepakat denganku!"

"Konyol. Cuma ini yang aku tidak setuju, tetapi kau gigih mempertahankannya." Caellan beranjak dan meraih rompi yang tersampir di punggung sofa. Wajah Donatino sudah merah padam. "Kecuali kau tidak melibatkanku sama sekali. Maka lakukan saja sesukamu."

"Kau tidak bisa seperti itu, Caellan. Ini bidangmu, dan Don akan segera menemui mereka dalam satu bulan," kata Camon. Nadanya paling lembut di antara mereka bertiga, dan itu sekonyong-konyong didasari oleh rasa lelah dan kecut. Ia menuang tetes terakhir anggur dingin ke gelas sang bos.

"Apa gunanya menunjuk jika suaraku saja tidak dipertimbangkan dengan baik?"

Caellan baru saja akan mencapai pintu ketika Donatino kembali berkata, kali ini sudah lebih tenang dan penuh waswas. "Kapan terakhir kali kau minum obat?"

"Obat apa?" Caellan mengernyit. "Oh, entahlah. Aku tidak ingat."

"Kalau begitu kapan terakhir kali kau melihat darah?"

Caellan tak serta-merta menjawab, selain menunjuk bibir dan Donatino. Sang bos terperangah dan menyentuh ujung bibirnya. Ada seberkas darah dan sedikit rasa perih. Tanpa sadar ia menggigitnya karena saking besarnya rasa kesal terhadap pemuda itu.

Donatino mendesah. "Lantas apa gunanya kau bergabung dengan para badut itu kalau masih tidak mengubah pendapatmu menyoal para monster? Apakah pengalamanmu hanya akan menjadi dongeng pengantar tidur cucu-cucumu ke—Nik! Dengarkan aku! Dasar bocah bajingan." Namun, Caellan sudah malas berdebat dengannya. Pemuda itu melambaikan tangan dan meninggalkan kedua saudaranya dalam ketegangan yang menggantung.

"Kenapa kau menanyakannya?" Caellan sempat mendengar Camon berbisik.

"Dia terlampau tenang, dan ...." Dan, pintu menutup. Caellan tak bisa mendengar apa-apa lagi, maka ia menyunggingkan senyum sapaan kepada sang tukang pukul penjaga. Pria bertubuh besar itu mungkin juga berpikiran sama. Tiga tahun yang lalu, Caellan masih seorang pemuda berusia dua puluh yang kadang-kadang cengengesan. Dia berusaha tertawa pada tiap lelucon rekan-rekannya, dan menyuarakan kekesalannya dengan agak emosi saat Donatino mengusirnya dari mansion. Sekarang dia dengan mudahnya memotong pembicaraan sang kepala klan. Memang bocah bajingan, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuat setiap rekan menyapa dengan lebih santun. Padahal tampaknya tak ada yang berbeda sama sekali dari Caellan. Dia mungkin hanya menjadi lebih tenang, tetapi bukankah itu baik? Dia sedang menuju fase kedewasaan.

Tampaknya membangkitkan secuil sisi Par di dalam tubuhnya juga tidak buruk-buruk amat ... kan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro