Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Terkupas Perlahan, Satu per Satu

Apartemen Caellan terletak di distrik Applebaker, tepat bertetangga dengan kawasan Korporasi Arial. Distrik ini termasuk paling ramai di seantero Stentin, dengan ribuan pendatang dari berbagai Nordale yang direkrut dadakan oleh Arial karena menjadi penyintas uji sel di perbudakan dahulu. Trem lebih sering beroperasi dan sepeda-sepeda menguasai jalan raya. Mobil hanya diizinkan lewat pada jam tertentu, dan menggunakan jalur khusus yang berada di tengah-tengah jalan raya. Distrik ini boleh saja paling ramai, tetapi tak banyak ditemukan jalan beraspal. Rumah-rumah bertingkat tiga dan apartemen-apartemen menumpah ruah, berimpit-impitan tanpa cela dan dipisahkan oleh gang-gang sempit yang mengular tanpa ujung.

Caellan memarkir mobil di kawasan khusus, lantas membawa Rayford menyusuri puluhan gang hingga mereka mencapai jalan berpaving yang lebih berdebu dan sunyi. Jendela-jendela tertutup rapat dan aroma anggur tercium samar dari salah satu rumah. Berbeda dengan apartemen kebanyakan, katanya, apartemen yang dibeli Caellan ini tidak memiliki akses masuk dari dalam bangunan. Apartemennya yang terletak di lantai tiga hanya bisa diakses oleh tangga besi hitam berkarat, dan pintu keluarnya cuma satu. Di sebelah apartemen Caellan yang tak bernomor maupun memiliki bel, ada toko roti kecil yang dijalankan sepasang mantan perampok. Mereka sekarang berafiliasi dengan Vandalone berkat Caellan.

"Aku sudah menggandakan kunci," kata Caellan sembari menaiki tangga terlebih dahulu. Rayford menerima sodoran kunci itu dengan senang. "Aku pergi dan pulang sewaktu-waktu, kau tidak usah terpaku pada kegiatanku. Ini juga apartemenmu, jadi, ah—bisakah kau sesekali membersihkannya untuk ketenangan kita?"

"Baiklah."

"Kau mampu memakai kompor?"

"Tidak. Orang-orang desa masak dengan tungku."

"Tak masalah. Akan kuajarkan nanti." Caellan membuka pintu. "Ada peraturan khusus di sini, Rayford. Jangan bukakan pintu untuk siapapun kecuali mereka yang mengetuk seperti ini." Caellan mengetukkan buku jarinya dengan irama tertentu di pintu. "Atau, kalau kau yakin itu adalah temanmu sendiri. Orang-orang yang sering bertamu kemari sudah tahu."

Rayford hanya mengangguk. Bentuk-bentuk rahasia semacam ini membuatnya gelisah, tetapi tak ada yang ingin dibahasnya. Ia mengekori Caellan memasuki apartemen. Matanya langsung tertuju pada ratusan buku yang menumpuk bagaikan balok-balok kayu serampangan di pelabuhan. Tingginya bahkan nyaris mencapai lampu bohlam yang menggantung rendah di atas sofa.

"Ini dapur. Itu ruang santai. Apa aku perlu menjelaskan?" kata Caellan, lantas menunjuk pada dua pintu di sisi kirinya, tepat di sebelah dapur. "Pintu itu adalah kamar mandi, dan di ujung sana adalah kamarku. Kamarmu di seberangnya."

"Dan pintu di sebelah kamarku?"

Alih-alih menjawab, Caellan menghampiri pintu yang tak disebutkan dan mengisyaratkan Rayford untuk mendekat. Sesuai keinginannya, ketika pintu didorong membuka, Rayford terbengong-bengong dengan mata berbinar. "Ini semula ruang kerjaku," katanya, "tetapi aku sudah memindah segala barangku di kamar, dan kau bisa memakai ini untuk hal-hal yang kausenangi. Meracik obat, atau sekedar bersembunyi dari tamu-tamuku yang mengerikan."

Rayford mendekat dan seketika disambut aroma tangkai busuk yang direndam pada air keruh selama berminggu-minggu. Caellan nampaknya lupa, atau tidak terbiasa, mengurus bunga-bunga hidup yang dibeli dari toko bunga di pojok gang. Sebuah meja kayu yang telah dipernis ditaruh di bawah satu-satunya jendela besar berbirai renggang, dengan tabung-tabung dan gelas-gelas kaca milik mendiang ayah mereka. Gorden renda putih kusam bergerak pelan disenggol angin yang menyusup dari jendela tak tertutup rapat. Dua rak buku setinggi langit-langit diletakkan berlawanan pada meja, dan tak banyak buku yang terdapat di sana kecuali koleksi Caellan yang tak bisa dipamerkan di ruang santai. Ada sebagian buku milik Rayford yang dihadiahkan Caellan selama masih direhabilitasi. Lilin-lilin dalam wadah kuningan ditata bergerombol di atas meja dan rak-rak.

"Keren."

"Aku tidak tahu dengan apa kau biasa meracik obat, tapi aku bawakan alat penelitian Da dari Appevile."

"Itu bisa kugunakan. Terima kasih."

'Kau senang? Kalau begitu pergilah ke kamarmu."

Ada apa ini? Rayford merasa agak malu sekaligus senang saat mempercepat langkahnya ke kamar sendiri. Tak pernah seumur hidupnya menerima hadiah. Saat Rayford mendapati setumpuk pakaian baru di dalam lemari, dua sepatu mengilap di bawah jendela, serta dua topi di kapstok, pemuda itu spontan memuji Tuhan. Pandangannya pun berakhir pada amplop yang diletakkan di atas kasur. Rayford melongo melihat ketebalan tumpukan uang di dalamnya.

"Apakah ini semua untukku?"

Caellan tersenyum. "Selamat ulang tahun, Ray. Meski telat dua bulan, kuharap kau tidak keberatan."

"Tidak." Rayford bisa saja menangis sekarang, tetapi pemuda itu sudah lebih tenang daripada sebelumnya. Wajah pucatnya merona dan senyumnya tak bisa dibendung. "Terima kasih banyak! Sungguh. Semoga Tuhan membalasmu," katanya, lantas mencoba menghitung jumlah uang, dan berakhir menyerah. Perguruan tidak mengajarinya untuk menghitung uang dalam jumlah banyak. "Berapa semuanya?"

"Tiga ribu Pont." Rayford melotot mendengarnya. Dia bisa makan steik sebanyak enam ratus kali dengan uang sebanyak itu! "Gunakan selama aku tidak ada di sini, Ray. Aku tidak akan sering-sering mengunjungi Stentin, dan kau perlu tahu kalau harga makanan di sini lebih mahal daripada semua kota di Nordale. Kau bisa membeli tiga roti dengan satu pont di Gerbang Utara, tetapi kau cuma bisa mendapat setengah di sini."

"Aku akan mencoba memasak."

"Apa kau bisa memasak?"

"Memanggang ayam ... dan menumbuk kentang?"

"Kau tidak berpikir akan menemukan ayam hidup-hidup di sini, lantas menyembelih dan mencabuti bulunya dengan tanganmu sendiri, bukan?" tanya Caellan, dan ketika Rayford tak menjawab apa pun selain mengerjap, senyum sang abang melebar. "Kau akan dianggap gila dan kampungan di sini. Yang benar saja. Belilah ayam yang sudah dikuliti di pasar. Kau bisa membumbui dan memanggangnya, atau ... ah, beli saja makanan siap saji di kedai-kedai. Tak masalah, uang sakumu sudah pasti cukup."

Rayford tak tahu harus merespon seperti apa. Bagaimana cara memanggang di kompor? Tetapi, Rayford juga sungkan kalau terus-terusan memakai uang pemberian Caellan, meski tak dipungkiri lagi Rayford mulai terbiasa dengan makanan siap saji. Menu masakan di pusat rehabilitasi membuat Rayford cepat gemuk—yang itu berarti, dia terlihat cukup proporsional seperti anak usia delapan belas tahun pada umumnya.

"Selama kau mencoba mencari tahu cara memasak dan sebagainya, gunakan tiga ribu itu sesukamu."

"Tenang saja. Aku akan menghemat dengan baik."

"Mm, yah ... dan setahuku gaji algojo tidak besar, tapi mengingat kau bisa kenyang semusim tanpa membeli darah ... itu sudah lebih dari cukup."

Rayford mengangguk tanpa suara. Ia tidak mengatakan kepada Caellan akan perdebatannya dengan Antellina saat ditawarkan pekerjaan itu. Ketika Dane menawarkan posisi menjadi algojo—tepat pada ulang tahun kedelapan belasnya—Rayford sempat berang. Bagaimana bisa ia disuruh melakukan hal yang paling traumatis sebagai pekerjaan? Namun, Antellina dengan kalem terus berkelit. Apa kau terpikirkan cara lain untuk mengatasi trauma sekaligus mendapat stok darah yang sangat besar? Daripada Rayford mencari mangsa setiap minggu atau setiap bulan dan meneguk kira-kira hanya segelas, lebih baik baginya mengisap seutuhnya dari seorang terpidana mati dan kenyang selama kurang lebih satu musim. Lagi pula pekerjaan itu tidak diberikan setiap hari. Saat mendengarnya, Rayford tidak tahu apakah Antellina sedang berbicara sebagai psikiaternya atau sebagai sesama dehmos.

"Aku bukan iblis," kata Rayford waktu itu. Suaranya serak.

"Memang bukan. Siapa yang mengataimu iblis? Kau masih seorang Guru Muda yang mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dengan khidmat. Orang sepertimu akan sulit untuk berbelok ke jalur yang salah, jadi mengapa tidak ambil saja pekerjaan ini? Yakinlah, Ray, tak ada yang dirugikan."

Antellina memang benar, tetapi Rayford yakin itu karena dia belum memiliki argumen yang pantas untuk mendebat sang Lady. Barangkali dengan melahap semua koleksi Caellan di apartemen, Rayford bisa menjadi lebih pintar dan berpikir ala orang-orang di luar desa.

"Kalau kau sudah resmi bekerja, kita akan mengurus ulang surat-surat keluarga kita," kata Caellan, lantas berpikir sejenak. "Atau ... barangkali kau ingin bersekolah? Kalau tidak salah Antellina pernah menawarkanmu untuk mempertimbangkan Institut ... Institut apa namanya? Aku lupa, tapi aku sudah cari tahu soal itu, dan isinya para setengah monster semua."

Rayford termenung. Dia memandang Caellan dengan seksama. Apakah dia perlu bersekolah? Satu-satunya pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah perguruan di Konservatori. Dia mampu berhitung, lancar membaca dan suka sekali menulis, tetapi Rayford lebih pintar menghapal dan memaknai kitab-kitab daripada menghitung jumlah uang di tangannya.

"Aku ... tidak tahu. Apakah sekolah menyenangkan?"

"Mm, menyenangkan," kata Caellan datar. "Aku tidak terlalu ingat masa sekolahku kecuali berkelahi di luar dan menjadi murid kesayangan di kelas."

"Bukumu banyak sekali. Kau pasti pintar."

Caellan mengangkat bahu. "Aku selalu peringkat satu di sekolah."

"Peringkat satu!" kata Rayford. Di Konservatori, itu setara dengan seorang murid yang mampu menghapal satu kitab hanya dalam tiga bulan. Rayford pernah mencapainya ketika masih belum mengenal Par. Iblis itu memang mengacaukan segalanya.

"Itu tidak ada artinya kalau aku tidak menjadi seorang profesor." Caellan tertawa. "Pada akhirnya, yang lebih berguna adalah kemampuanku berkelahi di luar sekolah, atau kemampuanku berdebat di kelas."

"Kalau begitu aku tidak akan buru-buru menghadiri Institut." Rayford tersenyum tipis. "Aku ingin menyelesaikan masalahku dengan desa dahulu."

"Baiklah. Sesuaikan saja dengan situasimu," kata Caellan. "Kalau pun kau ingin tahu apa yang kupelajari semasa bersekolah dahulu, kau boleh ambil buku-buku di tumpukan paling bawah. Aku jamin kau bakal tertidur setelah membacanya satu jam."

Rayford terkekeh. Oh, dia sudah tidak sabar untuk mencoba menguliknya. Perlahan-lahan Rayford meresapi kehidupan sehari-hari di kota metropolitan ini. Dinding kayu gelap, sofa kulit berkaki besi, lampu bohlam gantung yang tidak cocok dengan kemewahan furnitur apartemen itu, dan aroma anggur yang melapisi setiap jengkal permukaan. Caellan pasti banyak minum, dan Rayford sempat mendengar pemuda itu memiliki sebuah bar besar di pelabuhan. Ya Tuhan, kenapa kehidupan abangnya begitu berkebalikan dengannya? Bagaimana caranya menggosok aroma anggur agar terlepas dari semua furnitur ini?

Rayford merenungi kekayaan Caellan dengan mulut terkatup. Sementara Rayford menghabiskan seumur hidupnya makan semur daging dan kentang tumbuk, serta tidak memegang uang sama sekali karena tak pernah keluar desa, Caellan justru menenggelamkan dirinya pada kemewahan sederhana seorang bujangan kota metropolitan. Mengabaikan fakta bahwa mereka sesungguhnya adalah keturunan dinasti penjajah negara ini, Caellan sendiri mengambil porsi warisannya untuk membeli apartemen dan mobil, menjadi orang ketiga tertinggi di sebuah klan terpandang, dan merupakan murid paling pintar di sekolahnya dahulu. Rayford? Nah, dia menghabiskan porsi warisan untuk membiayai fasilitas rehabilitasi yang luar biasa, sehingga tak berkesempatan menyicip uang sebanyak itu. Ia pun merasa lebih malu saat mengingat perbedaan mencolok mereka pada pertemuan pertama dahulu di bukit desa.

Ternyata dia kampungan.



Sepanjang hari itu Rayford melalui harinya dengan belajar banyak hal. Caellan mengajarinya cara menjerang air dan memanggang roti, lalu menakar berapa banyak sabun yang perlu dipakai untuk mencuci baju—atau, jika terlalu malas, cucikan saja di seberang toko bunga—dan cara membayar tagihan listrik dan air seandainya Caellan tidak bisa pergi ke Stentin. Wow. Sekarang Rayford sudah ditagihi listrik. Dia masih ingat masa-masa ketika hanya dibutuhkan lima pilin tangkai lumen untuk menerangi kamarnya, atau menimba dari sumur kecil milik Kamitua di belakang Konservatori. Ia bahkan tak perlu membayar untuk mandi di sungai yang begitu jernih dan mengalir deras.

Ketika mata Rayford mulai memberat saat menekuni buku "Biografi Para Tukang Roti yang Menjadi Agen Ganda", waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Caellan sendiri telah terlelap sejak satu jam yang lalu. Rayford sedikit heran dengan kebiasaan sang kakak. Ia kira pemuda itu bakal menikmati malam dan tidur kala waktu mencapai pukul tiga dini hari. Tidak. Caellan sudah berselimut pada jam sembilan malam dan sekarang Rayford menikmati kesendiriannya ditemani lantunan musik yang lembut.

Rayford melonjak kaget ketika pintu utama digedor. Tidak ada irama khusus. Lantas siapa? Rayford buru-buru menghampiri pintu dan mengintip dari lubang kecil. Dua orang polisi dan seorang pria dalam balutan pakaian khas pasien rumah sakit. Wajahnya pucat dan ceking.

Polisi itu kembali menggedor. "Selamat malam!" serunya. "Selamat malam, Tuan Vandalone!"

Vandalone! Rayford cepat-cepat menghampiri kamar Caellan. Ia mengetuk pintu, memutar kenopnya, dan Caellan refleks memutar tubuh dengan mata menyipit. Dia sungguh-sungguh sudah tertidur dan keriut pintu langsung menyentaknya bangun. Rayford refleks mundur saat Caellan menatapnya bengis.

"Apa?"

"Maafkan aku," kata Rayford. "Tapi—tapi ada dua polisi dan mereka meminta untuk bertemu denganmu ... sebagai Vandalone."

Caellan sontak melompat dari tempat tidur. Ia menyambar mantel untuk menutupi tubuhnya yang hanya terbalut kaus dalam dan celana piyama. "Apa?" desisnya. Ia menyambar pistol yang tergeletak di atas meja dan Rayford mendengarnya menceracau tentang "usaha bunuh diri" para polisi. Rayford terpaku di tempatnya dengan ketakutan merayap.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro