Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Bidak-bidak Perak


20, Bulan Puncak. Tahun 1930.

Papan catur itu agak berbeda. Bidak-bidaknya dari perak asli dan papannya berbentuk segitiga, diperuntukkan untuk tiga pemain yang tengah bersandar pada punggung-punggung kursi tinggi berlapis beludru. Setiap petak papan yang ditempati bidak tertentu akan berubah warna sesuai penggeraknya. Cortessor, misalnya, baru saja memajukan bidak kudanya, dan petak yang terlewati menyemburkan secercah asap merah.

Lawan mainnya di sebelah kiri seketika membalas, dan asap hitam membumbung rendah di meja. Kedua asap itu berpilin lembut sebelum menipis ke udara bebas.

Cortessor menatap Dewan Erfallen dengan dahi mengernyit. "Sabar sedikit, saudaraku."

"Aku hanya mempersingkat waktu." Dewan Erfallen mengerling ke arah pria di sisi kanan Cortessor. "Dewan con Caltine selalu memakan waktu lama."

"Aku tidak tergesa-gesa."

"Ini hanya permainan."

"Sedari dulu semua kau anggap permainan," tukas Cortessor, tepat ketika ketenangan ruangan itu terpecah oleh suara pintu menjeblak. Pilinan dahan-dahan kokoh yang membentuk atap seketika bergetar, merontokkan dedaunan kering berwarna hitam menjijikkan. Meski begitu tak ada sosok satu pun yang masuk, kecuali air kolam yang tergenang di luar ruangan mulai bergejolak, lalu perlahan membentuk sosok seorang pengawal. Setiap langkahnya yang mendekat meninggalkan jejak basah di lantai pualam, membuat Dewan con Caltine mengernyit jengkel.

Cortessor mengulurkan tangan dan pengawal itu menyambutnya, lantas meleburkan diri ke dalam tubuh sang kaisar. Selama sesaat Cortessor membeku. Kedua dewan di hadapannya saling mengawasi.

"Apakah engkau akan menghabiskan waktu sepuluhan menit lagi?" tanya Dewan Erfallen.

"Tidak sepertimu, aku tidak menganggap ini permainan." Dewan con Caltine akhirnya menggerakkan bidaknya sendiri. Papan bergetar pelan selama sesaat. Ia mengerling ke arah sebar bidak sang lawan, terutama pada pion-pion prajurit yang sudah tumbang. "Apa kau sudah berhenti mengambil gadis-gadis dari perbudakan?"

Dewan Erfallen tertawa. "Semua milikmu sekarang. Tidak ada lagi yang menarik perhatianku."

Dewan con Caltine mendengus. "Hal yang bagus, bukan? Karena untuk pertama kalinya, Dewan Cortess tidak tertarik untuk mengambil apa pun dari perbudakan generasi ini. Tetapi itu berarti kita harus menghabiskan semua yang ada ... terlalu banyak orang. Terlalu banyak orang, kau tahu?"

"Aku juga kesulitan mengirim gadis-gadis baru." Dewan Erfallen mengelus dagu. "Para pemuda normal di seluruh negeri mulai menipis, siapa lagi yang akan rutin berkunjung ke rumah-rumah pemandian? Gadis-gadis itu menganggur."

Dewan con Caltine menyipit. "Tidak bijak untuk menyalahkan orang lain karena rintangan yang kauhadapi di bisnismu, Sir."

"Aku tidak menyalahkan." Dewan Erfallen tersenyum. "Aku hanya ingin menyeimbangkan apa yang para con Caltine telah lakukan di Nordale. Erfallen juga perlu punya peran kan?"

Cortessor tersentak saat pengawal jelmaan itu melepaskan diri. Wajahnya yang semula suntuk kini berubah berseri-seri. "Sudah terjadi!" katanya, menatap satu per satu lawannya dengan senyum lebar. "Sudah kubilang, aku tidak keliru."

Sang Cortessor seketika menegakkan punggung dan memajukan bidaknya, yang otomatis memukul jatuh bidak-bidak Dewan Erfallen, dan beruntun pada bidak-bidak Dewan con Caltine. Keduanya terpaku sesaat melihat perubahan itu.

"Jangan buru-buru bergembira, Yang Mulia." Dewan Erfallen meraih cerutu yang sempat teranggurkan dan mengisapnya dalam-dalam. Seberkas asap hitam menyembur dari bibirnya. "Itu hanya pencapaian-pencapaian kecil."

"Kali ini bukan pencapaian kecil lagi." Cortessor tak kuasa menahan kegembiraan saat mengawasi Dewan Erfallen yang kehilangan taktik untuk membalasnya. "Ini sudah cita-citaku sejak dulu. Waktu berlalu sangat cepat dan tahu-tahu sekarang sudah tahun 1930! Sebelum masa kedudukanku habis, aku harus mewujudkan harapanku yang tersisa."

Dewan con Caltine tersenyum keji. "Berhati-hatilah, Tuan Erfallen. Akan ada lebih banyak anak-anak muda yang memberontak dinasti kita."

Jika ada satu hal yang Cortessor ingin sekali hentikan, maka itu adalah komentar sang dewan, tetapi beliau adalah ayah mertuanya—bahkan seorang kaisar dinasti pun tahu batasannya untuk bertindak. Sehingga, ketika ekspresi Dewan Erfallen mengeruh drastis, Cortessor seketika mencondongkan tubuh untuk menghalangi siapa pun melanjutkan permainan catur. Ia mengibaskan tangan dan bidak-bidak seketika ambruk.

"Permainan sudah berakhir, Tuan-tuan yang baik." Cortessor tersenyum, lantas memberi isyarat kepada pengawalnya agar segera kembali. "Ini waktunya jamuan teh dan kue-kue enak, benar?"

Dewan Erfallen tidak goyah. Dahinya mengerut samar dan asap hitam membayang di tepian figur tubuhnya. "Tuan con Caltine," ujarnya, dengan ketenangan yang mati-matian dipertahankan. "Barangkali, jika aku boleh memberitahu, dan seandainya ini tidak mencapai batas kelancanganku; calon pewarismu juga tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan yang sama."

"Benar," balas Dewan con Caltine. "Tetapi setidaknya dia tidak berikrar untuk melawan ayahnya sendiri."

Dewan Erfallen beranjak, namun Cortessor cukup cepat untuk mengangkat tangan. "Ah, ah." Jemarinya mengisyaratkan kepanikan. Wajah Dewan Erfallen telah memerah padam, dan kedua mata pucatnya nyaris semburat hitam. "Padahal aku tidak bilang apa-apa menyoal cita-citaku! Kenapa harus ada ketegangan di meja ini? Tenang, Tuan-tuan yang baik."

Cortessor baru saja akan meraih pundak Dewan Erfallen, tetapi pria itu sudah mengacungkan telunjuknya yang berasap. Sang kaisar seketika mundur teratur. "Kau akan menyesali keputusanmu, Yang Mulia," geramnya. "Ini bukan tujuh puluh atau seratusan tahun lagi. Anak-anak muda pembawa perubahan? Kau takkan mendapatkannya. Kita semua pernah muda, kita juga berusaha, dan kita pun menyaksikan bagaimana dinasti ini akhirnya berkembang. Anak-anak muda yang kau harapkan itu takkan ada bedanya."

Cortessor tersenyum tipis. "Ada celah-celah yang belum coba kususupi."

Dewan Erfallen menarik napas dalam-dalam. Amarah yang menari-nari di matanya pun padam, berubah menjadi seberkas kekecewaan dalam sekejap. "Kau tak memahamiku karena kau belum mengalaminya," katanya, dan saat baru saja akan berbalik pergi, ia kembali menuding pada sang kaisar. "Dan aku tidak sudi bersantap bersama orang-orang yang membahayakan rumahku."

Dewan Erfallen adalah orang pertama yang pergi meninggalkan ruangan itu. Setiap langkahnya menghanguskan daun-daun hitam yang tergolek di lantai. Para veiler—pengawal bertopeng kelinci—melebur dalam asap dan hilang bersamanya. Ketika pintu dibanting menutup, Cortessor menatap Dewan con Caltine dengan ekspresi bercampur aduk.

"Tidak ada kabar dari putranya, Yang Mulia?"

Cortessor menggeleng. "Bahkan aku tidak tahu-menahu keberadaan pewaris Erfallen. Dia lenyap begitu saja setelah ... setelah anakku mengalahkannya."

"Anthoniras sudah melakukan tugasnya dengan baik." Dewan con Caltine tersenyum. "Dan aku hanya perlu memastikan bahwa penerusku juga berada di jalan yang sama."

"Dan, anak-anak ini," kata Cortessor penuh dengan kehati-hatian. "Keturunanmu yang lain."

"Jujur saja, aku tidak tahu tentang itu, Yang Mulia." Dewan con Caltine beranjak dari tempat. Ia merangkul bahu sang kaisar untuk bersama-sama meninggalkan ruangan. "Aku tidak pernah peduli kepada mereka sampai kau yang membawa beritanya kepadaku. Sekarang coba pikirkan ini; apakah mereka sudi menemui seseorang yang berambisi membabat habis seluruh pemberontak?"

Mereka sempat berhenti melangkah. Ketika Cortessor menambatkan pandangan pada ayah mertuanya, Dewan con Caltine memastikan bahwa setiap patah katanya tidak terlewatkan. "Aku tidak mau kaisar dinasti mendahuluiku menggagas hal-hal yang kelak akan melawan keputusanku atas con Caltine—klanku sendiri."

"Aku rasa ... aku punya wewenang lebih untuk itu. Benar?"

"Benar." Dewan con Caltine meremas bahu sang Cortessor. "Tapi menantu yang baik takkan melawan ayah mertuanya, benar?"

Kemunculan pelayan-pelayan di ambang pintu adalah penyelamat terbesar sang Cortessor saat ini. Ketika mereka menyampaikan bahwa teh dan kue-kue telah terhidang, Cortessor dengan sukacita mempersilakan Dewan con Caltine agar segera menikmati waktunya.

"Bagaimana denganmu?"

"Anthoniras sedang berkunjung," katanya. "Aku akan menyusul Ayah nanti. Engkau bisa menikmati kue-kuenya dahulu."

Cortessor bergegas melewati koridor terbuka yang membelah kolam. Angin berembus sepoi-sepoi, menyusup di antara rambutnya yang diminyaki rapi. Akhir-akhir ini Cortessire sangat tenang. Vehemos Ma'an sudah lama tidak menampakkan diri, dan Par tidak lagi terdengar suaranya sejak diusir keluar oleh rekan sesama monsternya itu. Para vehemos yang lain hanya sesekali berkunjung, dan begitulah, tak ada kekacauan lagi selama tiga tahun terakhir semenjak runtuhnya situs-situs perbudakan. Masing-masing klan yang bertanggung jawab atas perbudakan itu sudah mengungsikan para tawanan mereka ke tempat-tempat lain yang tak terjamah pihak keamanan, dan para keluarga korban hanya bisa menangisi anggota keluarga mereka yang takkan pernah kembali. Semuanya tenang, tetapi hanya alam pikir Cortessor yang tak pernah diam.

Ia mengibaskan jemarinya. Ooh, semangat menjalar begitu deras di ujung-ujung kuku.

"Thony!" Cortessor berseru saat melihat putranya. Anthoniras tersenyum dan menyambut sang ayah dengan pelukan. "Bagaimana sekolahmu? Bukankah seharusnya liburanmu telah selesai?"

"Ya Ayah, karena itu aku menyempatkan kemari sebentar setelah kelas tadi pagi," jawab Anthoniras, kemudian seutas seringai muncul di bibirnya. "Aku mendengar kabar."

Barangkali hanya Anthoniras yang sama-sama gembira untuk menyambut berita ini. Cortessor pun melingkarkan lengannya di pundak sang anak. "Betul sekali," sahutnya. "Dan aku mau kau membantuku, Nak. Pertama-tama, sudah kau persiapkan kamar asrama untuk Rayford di Institut? Ingat; kau harus jadi pembimbing yang baik untuknya nanti."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro