11. Kamitua Anhar dan Penjaganya
15, Bulan Puncak. Tahun 1930.
Sudah dua minggu berlalu. Bagaimana kabar Caellan, ya? Selama ini Rayford tidak terlalu memikirkannya karena selain sibuk mempelajari banyak hal tentang pembangkitan desa, ia tahu sang abang memang tak perlu dikhawatirkan. Kekesalannya toh sudah mereda. Rayford bersyukur karena waktu itu memilih untuk menahan diri dari berkomentar macam-macam. Ia sudah belajar banyak hal dari kekacauan bertahun-tahun lalu, dan berharap bisa menerapkannya perlahan.
Deru arus sungai di bawah paviliun adalah satu-satunya suara yang terdengar di puncak malam. Waktu menunjukkan pukul dua pagi saat Rayford terjaga. Satu jam menuju jam awal Sembahyang Malam. Amar dan Abraham terlelap di dipan masing-masing, berlatar suara dengkur sang pemuda yang tak kalah nyaring dari gemuruh sungai.
Rayford merosot turun. Bayangan akan Caellan membuat rasa kantuknya hilang begitu saja. Maka ia mengendap-endap keluar paviliun dan merasakan kehangatan ruang terlibas oleh dinginnya angin malam. Rayford buru-buru kembali untuk mengambil sarung dan membebatnya ke dada dan lengan. Ia pun beranjak menyusuri tangga batu, mencelupkan kaki telanjang pada air sedingin es, dan cepat-cepat menuju Konservatori yang menjulang megah.
Bentang malam di lembah lebih gelap daripada di desa-desa di atas tebing, dan itu lumrah, tetapi pendar pepohonan perak dan sulur lumen sepanjang Konservatori membuatnya seolah-olah bintang-bintang telah jatuh terendam ke dasar sungai. Cahaya terpantul di permukaan air, berkilau lebih terang daripada saat cahaya keemasan matahari terbias lemah di siang hari. Cahaya putih kebiruan beriak lembut di sekitar kaki Rayford yang berkecipak nyaring. Baru kali ini Rayford menikmati lengangnya Konservatori saat para Guru sedang terlelap sejenak, dan kendati dinginnya malam menggigit sekujur kulit pucatnya, Rayford menyukai ini.
Barangkali inilah satu-satunya suasana sepi yang tidak dicemaskan Rayford. Meski sisi Par yang tersisa di dalam dirinya meronta tanpa suara hingga membuat Rayford merasakan kegelisahan konstan yang aneh, Rayford tidak mempermasalahkannya. Ini sudah pasti karena Par bersifat macam iblis, dan iblis mana yang betah berlama-lama di tempat sesuci Konservatori? Par sanggup bertahan di desa perguruannya dulu semata-mata karena keinginannya untuk merebut tubuh Rayford lebih kuat.
Rayford duduk di anak tangga terbawah yang tidak terendam air. Kendati ia kedinginan, Rayford lebih tak tahan dengan sensasi menusuk saat kakinya yang basah dihempas angin malam. Ia mencelup kedua kakinya sekali lagi, dan baru saja akan memulai renungan sendu tentang kehidupannya di usia delapan belas, saat terdengar suara familiar yang mengagetkan.
"Khass?" panggil Anhar, dan lebih dari sekadar kaget, Rayford merasakan bulu kuduknya merinding.
Ia buru-buru beranjak dan memberi salam. "Kamitua," sapanya. "Anda tidak tidur?"
Anhar menyunggingkan senyum samar yang membuat Rayford sempat mengira bahwa pria ini adalah jelmaan vehemos. "Aku tidak pernah tidur lebih dari empat jam sehari."
Rayford mencoba menghitung waktu dari jam istirahat para Guru tiap malam. Ah, sudah berlalu lima jam rupanya. "Anda seperti mendiang kamitua kami," kata Rayford berbasa-basi. "Beliau juga jarang tidur."
Senyum Anhar melebar, sekonyong-konyong membuat Rayford menundukkan pandangan. Ia ingin kembali ke paviliun saja dan mencoba tidur kembali.
"Kepikiran sesuatu, Khass?" tanya Anhar, dan nampaknya sang kamitua tidak akan segera beranjak. "Bukan pertama kalinya aku menemukan anak-anak muda termenung di tangga Konservatori."
"Yah ... banyak hal, Kamitua, meski saya yakin problematika remaja seperti saya tidak seberat apa yang Anda hadapi sehari-hari."
Alis tipis Anhar terangkat samar. "Tidak ada masalah yang pantas diremehkan," katanya pelan hingga teresap sempurna oleh pemuda itu. "Masalah-masalah itu ada untuk menguji tingkatan seorang manusia di mata Tuhan, bukankah begitu?"
Rayford tersenyum tipis. Akhirnya, sebuah obrolan yang sudah lama tidak didengarnya. Kendati bahasannya sederhana, Rayford takkan mampu membicarakan ini dengan Caellan, atau bahkan Antellina. "Benar," aku sang pemuda. "Dan salah satunya membuat saya sempat mempertanyakan tahun-tahun yang pernah saya lalui di masa belia." Tenggorokan Rayford pun mulai terasa kering. "Kamitua ... Anda sudah mendengar apa yang terjadi pada desa perguruan kami, benar?"
Anhar mengangguk. "Tiada hari tanpa aku memikirkan apa yang terjadi dengan peristiwa itu ... dan tidak, Khass, aku tidak menyebutnya sebagai bencana. Itu bukan bencana. Itu adalah hal yang bisa diperbaiki." Kini ia tersenyum lebar sekali. "Dan aku senang kau akhirnya datang kemari. Sebuah tempat yang sangat tepat untukmu, Khass. Proses pembangkitan desa di mana pun sama saja, tetapi hanya di sini, kau akan mendapatkan proses yang terbaik."
Rayford nyaris mundur saat Anhar mencondongkan tubuh sembari mengatakannya. Rayford mengangguk pelan. "Ya, Kamitua. Ya ... saya ... saya yakin."
Alih-alih menjawab, Anhar meniliknya selama beberapa detik yang terasa begitu mencekam. "Kau tidak cukup yakin. Kau tidak bisa segera memulai proses kalau tidak memiliki keyakinan besar." Kedua mata pucat Anhar sama sekali tak berkedip saat mengawasi pergerakan bola mata Rayford. "Ikut aku, Khass. Akan kutunjukkan sesuatu."
Rayford menghela napas lega saat Anhar beralih. Ia buru-buru mengikuti sang kamitua menaiki tangga, melalui lorong-lorongnya yang gelap dan beraroma amis ikan, dan mengitari Koservatori hingga mencapai sisi belakang yang menghadap ke kolam besar. Kolam itu sesungguhnya hanyalah badan sungai yang dikelilingi oleh dinding bebatuan sungai tinggi yang berlumut. Sulur lumen menjuntai rimbun hingga cahaya emasnya terpantul di permukaan kolam bagai ribuan kunang-kunang yang mengambang rendah. Anhar membawa Rayford menepi pada paviliun terbuka yang menjorok dari latar terbuka Konservatori, letaknya hampir di tengah-tengah kolam yang besar dan beriak deras, terendam setinggi tulang kering.
"Ini salah satu ruang sembahyangku," kata Anhar. Rayford terbengong-bengong. Apakah sang kamitua sembahyang dengan badan yang terendam separuh air? Luar biasa. "Aku hanya sembahyang di sini kalau vehemos kami muncul, dan kami akan sembahyang bersama-sama."
Rayford terpaku. "Vehemos desa ini, Kamitua?"
"Siapa lagi?" balas Anhar dengan ringan. Ia menatap Rayford lekat-lekat. "Kau sudah mempelajari proses pembangkitan desa bersama Abe di perpustakaan, kan? Bagus. Akan kuperjelas beberapa hal untukmu, Khass, dan jika kau sudah yakin, kita bisa memulai prosesnya nanti siang."
Rayford terhenyak. "Nanti siang, Kamitua? Apakah tidak terlalu cepat?"
"Mari kita lihat."
Anhar mencelupkan tangan pada kolam. Rayford sempat cemas, berpikir bahwa sesuatu akan terjadi seperti munculnya sang vehemos secara mendadak dari air, tetapi dugaannya salah. Tak ada yang terjadi selain Anhar membuat gerakan mengaduk-aduk. Bibirnya bahkan tidak komat-kamit membaca doa.
"Kami hanya memiliki satu vehemos penjaga, Khass," kata Anhar pelan. "Tidak seperti kebanyakan desa perguruan yang memiliki sekurang-kurangnya tiga vehemos. Tidak. Sejak awal, sungai-sungai dan laut-laut di sekitar Nordale hanya dikuasai oleh segelintir vehemos rendahan, dan mereka semua terlahir dari satu rahim vehemos kuno yang nyaris sama tuanya dengan usia dunia ini. Vehemos kuno itulah yang bersedia menjaga desa perguruan kami."
Rayford, jujur saja, tidak menyukai arah pembicaraan ini.
"Meski vehemos penjaga kami hanya satu, kau tak perlu khawatir." Anhar sempat menatapnya sekadar untuk memberi senyum. "Untuk membangkitkan desa, diperlukan seorang kamitua penerus, benar? Tetapi desamu sedang lenyap untuk sementara waktu, maka upacara pengangkatanmu dilakukan di sini. Dan, meski vehemos kami hanya ada satu entitas, engkau tak perlu khawatir," ulangnya. "Kesaksiannya seorang sebanding dengan empat vehemos di desamu."
Perut Rayford agak mulas. Tepat saat itu Anhar menarik tangannya kembali, kali ini dengan sebuah bel perak berukiran rumit yang ... astaga.
Rayford mendadak ingin pergi saat itu juga. Sisi Par di dalam tubuhnya memberontak, menyentak-nyentak Rayford agar segera beranjak, berlari, dan tak pernah berbalik badan lagi. Tetapi kengerian yang membanjiri tubuhnya membuat Rayford hanya mampu mematung dan menyaksikan Anhar beranjak. Sang kamitua mengangkat belnya, membunyikannya beberapa kali hingga suaranya menggaung pada dinding-dinding bisu itu.
Ketika air kolam mendadak beriak dan bergemuruh, sekujur tubuh Rayford gatal untuk memaksanya kabur.
"Wahai penjaga kami; wahai Ma'an, kebanggaan kami." Meski sudah bertahun-tahun tak mempraktekannya, Rayford masih mampu menerjemahkan Bahasa Tua yang dipakai di kitab-kitab itu. "Wahai Ma'an, aku memanggilmu; tamu yang kau tunggu-tunggu akhirnya tiba!"
Ketika air kolam mendadak membentuk pusaran kencang hingga airnya menciprati sarung Rayford, pemuda itu tahu bahwa waktunya kabur sudah kabis.
Oh Tuhan, batinnya, saat pusaran air mulai bergelung dan bergelombang, memecah dan menyambar-nyambar langit bagai tsunami kecil di dalam kungkungan dinding. Oh Tuhan, batin Rayford lagi, karena lidahnya terlampau kelu untuk mampu menghentikan Anhar memanggil vehemos kuno itu. Dan, oh ... Tuhan, suara batinnya bahkan merintih saat gelombang sungai itu akhirnya membentuk sebuah figur yang beriak di hadapan mereka, lebih tinggi daripada dinding, dengan berpasang-pasang mata hitam pada tulang-tulang sirip yang Rayford terjemahkan sebagai kepalanya.
"Salaam, Ma'an." Anhar merentangkan tangan. Puluhan pasang mata itu berkedip bersamaan, membuat Rayford menggelenyar geli. "Inilah pemuda yang kau tunggu-tunggu; dia yang kuceritakan kepadamu jauh-jauh hari akan desa yang menghilang itu. Desa yang dilenyapkan oleh saudaramu."
Rayford masih punya tenaga untuk mengerling ke arah Anhar dengan mata membeliak. Dilenyapkan oleh siapa? Bukan, tentu saja Rayford tahu siapa Ma'an, kalau tidak begitu sang pemuda takkan kehilangan keberanian dalam sekejap seperti ini, tetapi—
Bagaimana Anhar tahu?
Bukan. Siapa Anhar ini?
Pertanyaan Rayford tak sempat terjawab, karena Ma'an telah menyusut menjadi setinggi manusia dewasa. Ia menapak pada tepi paviliun dan Rayford seketika mengambil langkah mundur.
"Rayford Caltine." Pemuda itu terkesiap saat Ma'an menyebut namanya dengan sempurna. "Pilihan Par, saudaraku yang telah membuatmu merusak desa dan meninggalkan dunia kecil yang aman."
Rayford tidak tahu harus bereaksi apa. Dia bahkan tak tahu harus menambatkan pandangan di mana. Figur Ma'an benar-benar tak bisa dicerna oleh kata-kata. Kepalanya merekah dan menutup seperti insang ikan, tetapi rupanya lebih mirip sirip bergaris-garis yang tajam, dengan puluhan pasang mata bulat berwarna hitam yang senantiasa basah. Tidak cukup pusing untuk menentukan mata mana yang harus ditatap, Rayford masih terpaku pada lapisan-lapisan setipis rumput laut yang membentuk tubuh. Mana tangan? Mana kaki? Apakah itu lubang dengan belasan geligi tajam di bagian torso? Apakah pundaknya ... ya Tuhan, Rayford merasa seperti ditemui makhluk aneh di dalam mimpi paling absurd yang pernah dilaluinya. Kemana pun mata Rayford berlabuh, ia seperti melihat beberapa anggota tubuh sekaligus, yang berganti-ganti acap kali juntaian rumput laut itu tersibak oleh angin.
Hanya Tuhan yang tahu alasan penciptaan makhluk dengan rupa tak jelas ini. Kemampuan otaknya yang tak mampu menerjemahkan sosok Ma'an membuat sang pemuda ketakutan.
"Anda tahu saya?" hanya itu yang mampu ditanyakan Rayford.
"Tak ada Cortessian yang tak tahu namamu sekarang." Ma'an menerima sodoran bel dari tangan Anhar. Ia menelusuri permukaan peraknya yang berukiran bakung gunung khas lambang dinasti.
Rayford seketika menatap Anhar lagi, kali ini dengan pelototan penuh kengerian. "Anda Cortessian?"
Anhar tersenyum. Tak ada jawaban.
"Kenapa mengkhawatirkan hal-hal dangkal begitu, Rayford?" Ma'an menyentaknya. Rayford kini menatap sepasang mata di puncak kepala siripnya yang merekah. "Kau sudah bertemu dengan Andres sang Cortessor, tetapi baru kali ini kau bertemu denganku yang membangun Cortess bersama Par ribuan tahun lalu. Kau tak mau bertanya apa-apa padaku?"
Rayford ingin meleleh sekarang.
"S-saya tidak tahu." Rayford mendadak tergagap. "Saya bahkan ... saya bahkan tidak tahu kalau vehemos seperti Anda bisa terikat oleh ... oleh sebuah perguruan."
"Oh, Rayford. Kita semua sama-sama makhluk Tuhan. Bedanya aku mau beribadah, tetapi cecunguk yang menguasaimu itu justru menggerakkanmu untuk menghancurkan desa." Semua mata Ma'an berputar kesal. Kini sebuah tangan sungguhan terjulur dari balik juntaian rumput lautnya. Rayford memandang ngeri jemari yang panjang dan berkeriput itu berusaha meraih bekas luka di rahangnya. "Aku tahu apa yang kau inginkan, Rayford. Kau tidak ingin menanyakannya?"
Pemuda itu menahan napas. "Saya—saya tidak ingin menekan posisi Par dengan vehemos dari Cortess yang lain."
Rayford hampir lupa kalau Anhar berada di situ, hingga sang kamitua mendengus geli. Ma'an menoleh kepadanya, memperingatkan dengan puluhan pasang mata yang melotot. Anhar seketika mengalihkan pandangan.
"Bocah bodoh. Kalau kau ingin membalas Par, maka ini adalah cara terbaik untukmu." Ma'an mendorong wajah Rayford agar menghadap kanan dan kiri. "Bukankah Anhar sudah mengatakannya kepadamu? Segala proses yang akan kau lalui di sini adalah proses terbaik untukmu, Rayford. Kau tahu mengapa?"
Rayford tak berani menjawab, dan sebaiknya memang begitu. Ketika Ma'an mendekat dan memenuhi wawasan pandang Rayford dengan kepala siripnya yang merekah lebar, pemuda itu nyaris pingsan. "Karena akulah yang membentuk dinasti yang menguasai negeri ini. Yakinlah, hanya Energiku yang pantas mengalir di dalam nadimu, dan kau akan melampaui perbuatan Par dengan sebaik-baiknya pembalasan."
"A-aku—"
"Katakan ya, Rayford." Jemari Ma'an menumbuhkan kuku-kuku yang lebih tajam daripada bilah tulang Par, nyaris menembus kulit wajah yang dicengkeramnya. "Katakan ya dan terimalah Energiku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro