Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Secret Number - Three

《■■■■■》

Louise telah melaporkan peristiwa mengenaskan Rowena pada polisi. Setelah dua tragedi mengerikan terjadi, penghuni Vaggard sepakat untuk berdiam diri di ruang tengah hingga polisi datang bersama Odora. Odora adalah seorang gadis yang baru enam bulan pindah dari Xelonthus, namun ia sudah sangat banyak membantu Vaggard. Terkenal akan keterampilannya merangkai bunga, membuatnya mendapat tiket emas untuk tinggal di Vaggard. Siapa juga yang tak ingin mengharumkan nama tempat tinggalnya?

Disana tak ada satupun dari Louise, Hani, Abhigail, Ziggy, Zagga, maupun Ryan yang membuka pembicaraan. Semuanya sedang berperang dengan pikirannya masing-masing. Berharap semuanya akan berakhir, atau setidaknya pelaku tragedi ini harus ditemukan.

Draag.

Suara pintu yang terbuka terdengar jelas saat Odora muncul bersama beberapa polisi. Dengan senyum kelegaan di wajahnya, Odora membawa secerca harapan bagi seisi Vaggard.

“Kau tak membawa berita yang sia-sia kan? Gadis bunga?” celetuk Ryan ketika Odora mengambil kursi untuk duduk. Gadis itu tetap tenang dan tersenyum walau disambut dengan pertanyaan yang menyinggung kualitas pekerjaannya.

“Aku takkan bisa menduga respon kalian tentang hal yang akan kuungkapkan.” jelasnya hati-hati. Ia mengisyaratkan salah seorang polisi untuk memberikan berkas dan sebuah botol berisi cairan. Semua mata terpaku pada isi botol itu. Terlihat menjijikkan dan sedikit kental. Cairannya memenuhi dinding dalam botol walaupun tidak penuh.

“Cairan mengerikan apa itu?” tanya Ziggy penasaran, matanya memicing agar dapat mengidentifikasi benda yang dibawa Odora. Ia belum pernah melihat hal aneh dan langka seperti itu.

“Batrachotoxin.” ungkap Odora serius, ia menaruh botol dan berkas hasil otopsi di tengah-tengah meja. “Ini adalah racun yang berhasil membunuh Klaus di pos tiga belas. Hal itu terbukti dari disfungsi saraf di tubuhnya. Neuro toksin dari racun ini sudah menyerang pusat saraf Klaus sehingga berhasil memblokir semua sinyal yang harusnya dikirim ke otak.”

Semua orang terkejut dan tak percaya perkataan Odora. Mereka menatap satu sama lain tanpa arti, kebingungan, dan dipenuhi teka-teki rumit yang tumbuh makin banyak. Batrachotoxin adalah racun yang sangat mematikan. Bahkan hingga sekarang, ilmuwan belum bisa menemukan penawar yang cocok untuk racun jenis ini.

“Batrachotoxin? Tapi bagaimana bisa? Racun jenis ini hanya ditemukan pada katak panah. Dan mereka semua berhabitat di Avalon, kan? Dan hanya orang-orang Avalon yang tahu tempatnya.” tanya Zagga bertubi-tubi, berusaha melepas kebingungan.

“Mulanya juga aku tak percaya. Namun setelah diteliti lagi, ada bekas luka jarum di belakang telinga Klaus. Dokter berkata bahwa racunnya terinjeksi lewat sana.” sambung Odora. Semua orang berpikir lagi, menjadi semakin rumit, hanya sedikit clue yang dapat menuntun mereka menuju titik terang.

Louise mengulurkan tangannya untuk menggapai berkas yang dibawa Odora. Berulang kali ia membaca dan memastikan informasi tentang kematian Klaus. Mata hazel berkilau itu kemudian menatap para polisi yang masih siaga di belakang Odora.

“Siapapun pembunuh Klaus, kalau dia bukan orang Avalon, berarti dia sedang bekerja sama dengan para penghuninya. Kumohon gali lagi data-data orang yang tinggal di Athelier selama satu tahun terakhir! Sertakan data yang sejelas-jelasnya, para polisi hebat.” pinta Louise penuh harapan. Para polisi mengangguk, kemudian melenggang pergi dengan wibawa yang tak pernah mereka lepas.

“Hei, kau gila ya?” protes Abe tiba-tiba, berdiri dari kursinya dan memberi Louise tatapan tak setuju. “Bagaimana bisa orang Avalon memiliki keinginan dan kemampuan untuk membunuh para penghuni Athelier? Tak bisakah kalian berhenti menyalahkan orang-orang malang itu?”

“Aku hanya berasumsi karena informasi yang dibawa Odora bersifat factual! Apa masalahmu? Ada apa denganmu?” bela Louise tak kalah berani.

“Tapi Louise benar, Abe. Sekarang, kita hanya bisa lakukan itu untuk mencari petunjuk selanjutnya.” bela Hani. Gadis polos yang sedang memijit pelipisnya itu menghela napas berkali-kali. Keadaan menjadi sangat panas dan canggung, semuanya tak ada yang ingin memberi pendapat lagi.

“Tapi kita tidak perlu--” Abe ingin memulai debat lagi, namun pria tua berjanggut itu sudah lebih dulu memotong kalimatnya.

“Hei kau gadis muda! Berhentilah berdebat dan kendalikan emosi menjengkelkanmu!” nasehat Ryan di tengah-tengah keadaan. Ia mengambil cerutu kesukaannya dari dalam saku dan mulai merokok. Asapnya mengepul tinggi dan hilang dimakan oksigen ruangan itu. “Karena jumlah kita makin sedikit, pastikan kalian pergi dengan setidaknya satu orang.” usul Ryan dengan cerdas.

Ryan ada benarnya. Semua akan aman jika dilakukan berdua atau bersama bukan? Semuanya mengangguk setuju, tak terkecuali Louise dan Abe yang masih berkutat dengan amarahnya. “Aku akan pergi ke café. Kuharap kesalahpahamanku akan hilang dengan makanan.” kata Louise.

Melihat kepergian Louise, pinggul Odora ikut bangkit dari kursi. Menyusul pria kesayangannya itu dengan hati yang berbunga. “Aku akan pergi bersamamu, Lou.”


***


Louise dan Odora menyamakan langkahnya saat menjelajahi koridor. Sesekali, mata mereka melemparkan pandangan tersipu tanpa kata. Kedua tangan dan jemari yang berbeda ukuran itu makin lama makin mengeratkan genggamannya. Pertemuan manis bahagia ini terasa sangat manis. Seperti ada kupu-kupu yang memenuhi rongga perut mereka.

“Kita makan pancake kesukaannmu saja, ya?” usul Louise dengan kedipan matanya yang genit.

Odora tertawa cekikian, kekasihnya itu sangatlah pikun. Padahal sudah berulang kali ia menekankan kalau buah adalah kudapan favoritnya. “Sejak kapan aku suka pancake, hmm? Aku tidak suka makanan manis, kamu kan sudah tahu.” ujar Odora sambil pura-pura kesal, mengerucutkan bibirnya dan melepas genggamanan Louise.

“Aku belum selesai berbicara, manis. Pancake versi kita kan Potongan Ajaib Nanas Cantik Ala Kuli Elite. Kamu kan sudah tahu, hahaha. Skak Mat!” goda Louise terang-terangan. Sambil menahan tawanya,  Odora melenggang pergi mendahului Louise. Ia berniat untuk memberi prank yang setimpal pada kekasihnya. Mengejutkannya disaat ingin memasuki Café sepertinya sempurna.

Cepat-cepat Odora memasuki Café. Gadis itu merasa lega dan senang karena tak ada siapapun disana. Jadi, rencananya akan berhasil sembilan puluh sembilan persen. Odora mematikan saklar lampu dan menutup pintu rapat-rapat. Dirinya kemudian bersembunyi di dalam lemari makanan yang masih kosong. Sambil membawa whipped cream untuk menampar wajah Louise, Odora membayangkan betapa menyenangkannya menjahili lelaki yang telah dicintainya itu selama tiga bulan terakhir.

Gadis belia itu memantapkan niatnya ketika mendengar suara pintu Café terbuka. Langkah berat yang pelan namun pasti berjalan mendekati lemari tempat persembunyian Odora. “Louise ternyata lebih pintar dalam hal sembunyi-sembunyian.” batinnya dalam hati. Odora semakin bersemangat ketika ia sadar kalau pintu lemari mulai terbuka.

Krieett.

Seketika tangannya mengangkat mangkuk whipped cream dan bersiap melemparnya. Namun semuanya tak sesuai bayangan.

Seseorang bertudung hitam menggenggam pasak besi berkarat di tangan kanannya. Secepat kilat, ia menghujamkan benda tajam itu pada jantung Odora. Sementara tangannya yang lain menekan kedua tangan Odora di atas kepala gadis itu. Darah keluar bagai pancuran dari dada Odora yang malang. Odora berteriak sekuat tenaga, berharap pertolongan datang padanya. Namun ia tak bisa bergerak, hidungnya mencium bau anyir darah saat dadanya terasa tertimpa batu.

“Kamu kira semuanya akan baik-baik saja, hmm? Setelah kamu berlagak sok pahlawan seperti tadi, huh?” ucap orang bertudung itu, menggores pipi lembut Odora dengan silet berlumur cairan aneh, Persis seperti cairan yang dibawa Odora tadi. Rasanya perih dan panas. Ia menyadari sesuatu yang dingin menjalar dari ujung kakinya menuju ke atas.

Tak berhenti sampai disana. Pembunuh berdarah dingin itu menusuk-nusuk Odora lagi. Berulang kali hingga organ dalam Odora tak bisa dibedakan. Darah mewarnai lemari putih Café meenjadi merah menggenaskan. Senyum runcing gila orang bertudung itu samar-samar telihat, dari bayangan tudung yang menuntut kematian.

Setelah yakin kalau Odora tak bernapas, orang bertudung itu menghidupkan saklar lampu. Ia kemudian pergi lewat jendela. Entah kemana pendosa itu menghilang. Namun Louise tak berhenti mengusap matanya ketika melihat pemandangan mengerikan disana. Langkah kakinya melemas namun masih berusaha mendekati Odora. Jantung Louise berdemo tak setuju uuntuk berdetak lagi, pikirannya sangat kalut.

Suara langkah kaki bergemuruh datang dari luar Café. Beberapa detik kemudian, Ziggy dan Zagga muncul dan memberikan respon yang sama seperti Louise.

“Kenapa harus Odora-ku?” lirih Louise lemas, ia terduduk pasrah pada lututnya. Menangisi kepergian Odora dengan harapan yang telah pupus. Ingin hati memeluk gadisnya untuk terakhir kali, namun hal tersebut terlalu gila. Louise masih menatap wajah pucat Odora ketika Zagga menemukan sesuatu yang janggal.

“Aroma harum apa ini? Tidak mungkin dari mayat kak Odora kan?” tanyanya, mengendus ke segala penjuru. Lelaki belasan tahun itu menyurusi seluruh café. Jendela yang terbuka di samping lemari mengundang perhatian Zagga. Dari sana baunya makin tercium. Bahkan semakin kuat. Sambil memejamkan mata, Zagga mengingat-ngingat aroma harum apa yang tercium dari jendela. Namun sekuat apapun ia berusaha, tetap saja tak ada benda yang terlintas di benaknya.

“Aishh, itu aroma chamomile! Kau mengidentifikasi lama sekali!” celetuk Ziggy tak sabaran, memberi saudaranya tatapan kesal. Gadis kecil itu kemudian mendekati Louise yang masih termenung.

“Kak Louise tak mungkin membunuh kak Odora. Sebab tak ada hal pada mayat ini yang bisa dikaitkan dengannya. Tapi kak Louise, apa kau memakai parfum chamomile hari ini?” tanyanya. Louise menggeleng lesu.

“Lalu apa kak Odora senang merangkai atau menggunakan chamomile?” sekarang giliran Zagga yang bertanya. Ia memperhatikan mayat Odora dan bergidik ngeri. Louise menggeleng lagi. Seperti menemukan harta karun, mata Ziggy dan Zagga berbinar.

“Berarti aroma Chamomile ini … berasal dari pembunuh kak Odora!” seru mereka.

《■■■■■》

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: