Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Secret Number - One

Afterall the world is a stage and the stage is a world of entertainment.
-Alastor

《■■■■■》

Bumi sudah tamat, mungkin hanya menunggu waktu hingga benar-benar hancur.

Mulai dari hewan sampai manusia sudah banyak kembali alam, sudah menyatu.

Sementara para manusia yang tersisa kini dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok atas, menengah dan bawah.

Mereka yang berkuasa dan punya banyak uang, tinggal di bagian bumi paling baik. Athelier namanya. Bangunan megah, air berlimpah, makanan layak, kehidupan tenang dan nyaman. Tidak ada hal yang kurang. Semua berkecukupan bahkan lebih.

Mereka yang pintar dan memiliki kemampuan tinggi, tinggal di bagian bumi layak. Paraghon namanya. Bekerja sama dengan penghuni Athelier, menghasilkan dan membangun fasilitas-fasilitas yang akan dinikmati oleh kaum Athelier juga nantinya. Semua hal disokong penuh hingga mereka tidak kekurangan.

Dan sisanya dipilih untuk diperkerjakan secara keji atau dibiarkan mati.

Pada mulanya aku lega karna termasuk dari seratus dua manusia yang dipilih untuk diperkerjakan. Tapi kelamaan, kemanusiaanku dipertanyakan, apalagi kewarasanku. Para pekerja seperti kami dituntut untuk tidak berekspresi dalam bentuk apa pun, tidak boleh tertawa, tidak boleh marah dan tidak boleh menangis tanpa izin dari mereka.

Tidak ada yang tahu kenapa.
Yang kami tahu hanya bagaimana cara bertahan hidup di bagian bumi yang hampir hancur ini. Gersang dan tidak bersahabat, jangan sebut laut, pohon saja jarang terlihat. Tanahnya memerah dan terkadang berasap saat malam hari, Avalon namanya.

Orang-orang atas itu sering kali membuang limbah mereka, tidak peduli lalu tertawa, dan kami tidak diizinkan marah.

Pekerjaan yang kami lakukan pun tidak ada yang terasa normal, menjadi bahan uji coba adalah salah satunya. Seperti apa yang mereka lakukan padaku dan sebelas orang lainnya beberapa tahun lalu. Mereka melakukan uji coba tentang batas maksimal manusia mengalirkan air mata.

Selama hampir tiga puluh enam jam kami dipaksa untuk menangis, berbagai cara dilakukan. Mulai dari pengancaman hingga penyiksaan, ditusuk dengan jarum yang sudah dibakar sampai dipaksa agar mata tidak tertutup.

Semua mereka lakukan agar uji cobanya berhasil, aku terlalu ngeri untuk menjelaskan detailnya. Ingatan itu masih menjadi mimpi buruk bagiku sampai detik ini.

Tapi sekarang aku sudah bisa bernapas lega, sudah bertahun lamanya. Aku sekarang sudah baik-baik saja, sudah bisa aku tertawa, sudah bisa aku menangis bahkan marah. Namaku Abighail, satu-satunya penghuni Avalon yang berhasil menyusup masuk ke Athelier.

Aku sudah muak tinggal di tempat sial itu, sudah tidak bisa lagi aku bertahan. Karenanya, mengorbankan satu, dua temanku bukan hal besar. Toh mereka tidak akan bisa bertahan hidup, jadi lebih baik mereka mati untuk kehidupanku daripada mati dengan sia-sia.

Akan aku lakukan apa pun untuk tetap bisa hidup di sini, bagaimana pun caranya aku tidak boleh ketahuan.

***

"Abe? Kau bangun?"

Aku tersentak. Segera kuperhatikan sekitar, ruangan luas dengan dinding berwarna putih, meja kayu bulat penuh makanan, sofa besar dan jendela dengan gorden emasnya. Aku ada di ruanganku, aku ada di Vaggard, aku masih di Athelier. Ya, aku penghuni Athelier.

Napasku kembali tenang dan beraturan, mimpi sialan itu selalu saja datang mengganggu kehidupan tenangku.

"Iya, aku bangun, masuklah." Aku menjawab suara yang ada di luar pintu sembari beranjak dari kasur. Meraih gelas kosong dan mengisinya dengan cairan hangat dari dalam teko otomatis yang akan menyala setiap paginya, aku terbiasa minum teh pada pagi hari.

Klik.

"Kau tidur seperti orang mati, aku yakin kau tidak tahu kalau seisi Vaggard sudah berkumpul di ruang tengah," jelas seorang wanita dengan rambut berombak berwarna merah gelap, berdiri dan membiarkan punggungnya tersandar di pintu. Matanya menatap penuh tanda tanya padaku.

Ada apa?

Aku menaikkan sebelah alis kebingungan karna pernyataan gadis ini, seisi Vaggard berkumpul di ruang tengah pada akhir pekan? Terdengar seperti dongeng untukku.

Vaggard adalah salah satu kluster di Athelier yang berisi sepuluh orang, mereka mengatur siapa-siapa yang akan bekerja untuk penghuni Athelier dan sebagainya.

"Ada apa? Aku ketinggalan berita? Sepertinya aku sangat mabuk semalam, mataku berat dan sulit terbuka," jawabku setengah tertawa.

"Klaus terbunuh, mayatnya ditemukan di pos tiga belas. Keadaan tubuhnya baik, tidak rusak, sepertinya karna racun. Dokter dan polisi sedang dalam perjalanan ke sini," terangnya tanpa mengubah posisi. Aku mendelik, mematung dengan mulut setengah terbuka bahkan gelas yang kupegang sudah terjatuh ke lantai.

"Apa?"

"Mengejutkan, memang. Karena itu, sebelum polisi datang, aku ingin tanya padamu lebih dulu, kalian tidak bertengkar, 'kan? Semalam? Tidak berselisih, 'kan? Jam berapa kau kembali ke kamar? Jam berapa kalian berpisah? Apa ada orang lain di pos tiga belas?" Gadis dengan kulit putihnya itu berjalan mendekat ke arahku yang masih mematung.

"Abe," panggilnya. Telingaku berdenging, perutku seperti diaduk, aku mual.

"Tunggu sebentar Rowena, tunggu sebentar. Aku baru saja bangun dan mendengar berita yang sulit dipercaya, lalu kau menuntutku dengan berbagai pertanyaan. Rowena ... kau mencurigaiku?" Aku balik bertanya pada gadis yang dekat denganku selama setahun belakangan ini.

Rowena mengalihkan pandangannya, ia menggeleng dengan raut wajah sulitnya.

"Aku hanya ingin dengar alibimu, aku hanya ingin memastikan jika kau tidak ada hubungannya dengan kematian Klaus. Selama ini kalian selalu bersaing, selama ini kalian selalu memperebutkan posisi ketua. Aku hanya ingin pastikan ...," ucapnya terputus.

"Kalau bukan aku yang membunuhnya? Rowena, jika aku benar-benar ingin membunuh Klaus, tidak akan aku sebodoh itu. Tidak akan aku biarkan mayatnya ada di sana, tidak akan aku tinggalkan jejak, tidak akan aku biarkan diriku dicurigai. Rowena, aku tidak bodoh."

Ya, seperti saat aku mengorbankan temanku satu persatu untuk menipu kalian, seperti saat aku berjuang naik ke atas sini. Tidak akan aku biarkan satu pun mencurigaiku.

Rowena mengangguk. Tubuh kurusnya kini duduk di atas kasurku dan kepalanya mendongak.

"Karenanya, karenanya aku ada di sini. Apa yang terakhir kali kalian bicarakan semalam?"

"Ini tolol. Tidak banyak yang kami lakukan, kami ...," jelasku tidak tersambung. Tunggu sebentar, apa yang terjadi semalam? Setelah memeriksa tugas terakhir pada pukul enam sore, aku melihat Klaus di pos tiga belas. Aku mendekatinya dan kami sedikit berdebat tentang peraturan baru di Athelier, di mana akan diadakannya kesempatan bagi penghuni Avalon untuk bekerja di sini. Lalu ... lalu, aku tidak ingat.

Rahangku mengeras, raut wajahku sudah pasti terlihat tegang dan cemas. Aku paksa otakku bekerja, aku paksa ingatanku kembali pada apa yang terjadi semalam. Aku tidak bisa menjawab Rowena, bukan, bukan tidak bisa tapi aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

Ingatanku berhenti sampai di situ.

《■■■■■》

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: