Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Secret Number - Five

《■■■■■》

Abe tampak gundah sesampainya di kamar. Berulang kali ia memandangi jam dinding di kamarnya. Ada perasaan bersalah bercampur takut dalam dadanya. Ia masih tidak percaya bagaimana bisa Rowena yang beberapa saat yang lalu bersamanya kini telah dibunuh dengan keji.

Ya ampun! Apa ini yang kudapat setelah berhasil tinggal di Athelier? Di mana semua perasaan tenang yang selama ini kuidamkan?” gumam Abe. Nyatanya pertanyaan yang sama selalu muncul dalam pikirannya, Memang sejak kecil dirinya selalu menjadi lelaki yang overthinking pada segala hal. Terlebih saat dirinya mengenal alkohol dan sejenisnya. Semakin pikiran-pikiran tersebut membebaninya, semakin banyak botol alkohol yang ia habiskan untuk menenangkan dirinya.

Tiba-tiba ia teringat akan perkataan Rowena.

“Apa aku memang membenci Klaus? Ah kurasa tidak. Mungkin aku seringkali berseteru dengannya. Bahkan tak jarang pula kami berkelahi hebat. Namun itu bukan berarti kami saling membenci, bukan?”

“Aku ... aku hanya ....”

***


Beberapa jam yang lalu di Pos Tiga Belas.

“Klaus, apa kau tahu kalau orang-orang Avalon akan bekerja di sini?” tanya Abe memulai pembicaraan.

“Tentu dan itu terdengal konyol bagiku.” jawab Klaus sinis.

Baru-baru ini terdengar rumor tentang para penghuni Avalon yang akan dipekerjakan di Athelier. Bahkan rumor tersebut dikonfirmasi oleh para petinggi di Athelier lewat pengumuman di tiap kluster. Berita ini tidak terlepas dari pro dan kontra para penghuni Athelier yang lain.

“Apa maksudmu konyol? Ini kesempatan mereka untuk hidup layak! Lagipula manfaatnya akan kita rasakan juga!”  jelas Abe.

“Itulah yang kusebut konyol tadi, Abighail. Sudah takdir dari orang-orang itu untuk hidup dan menderita di bagian bumi yang sudah hancur itu. Mereka tidak perlu repot-repot berusaha apalagi bersaing untuk mendapat tempat di sini. Tidakkah cukup bahwa tempat semegah Athelier memiliki pekerja-pekerja yang jauh lebih baik?”

Abe mencengkeram kerah baju  Klaus, “Jaga ucapanmu, Klaus! Bagaimanapun mereka adalah manusia seperti kita! Kau tidak berhak−”

“Tunggu dulu, Abighail. Mengapa kau gusar? Apa perkataanku salah? Sampah akan selalu berada di tempat sampah dan tidak ada alasan bagimu untuk meletakkannya di atas ranjangmu!” Klaus berusaha melepas cengkeraman.

“KLAUS!” Abe telah siap untuk mengarahkan tinjunya ke wajah Klaus. Sebelum akhirnya...

“ ... atau mungkinkah kau bagian dari orang-orang itu?”

Abe tiba-tiba menghentikan gerakannya. Tubuhnya bergetar seolah disetrum jutaan volt listrik.

Melihat respons yang tidak biasa dari Abe, Klaus segera menyadari sesuatu, “Aha! Sekarang kutahu alasannya, dasar muka dua!”

“Sejak awal aku sudah melihat ada yang aneh dari sikapmu, Abighail! Tiap orang yang kutanya tentang tempat kelahiranmu di Athelier, jawaban mereka berbeda-beda! Biar kulaporkan kejadian ini pada petugas pemerintahan di pusat kota!” tegas Klaus. Ia segera meninggalkan Abe yang masih terlihat mematung.

“Dia sudah tahu terlalu banyak.” ujar Abe dengan suara yang berbeda.

“Apa? Apa ada yang ingin kau katakan lagi, Tuan Abighail? Oh, hai, Rowena!”

Ro ... Rowena? Ia di sini?” gumam Abe.

“Apa yang sedang kalian berdua lakukan? Bukankah kau harus sudah kembali ke Vaggard, Abe?”

“Kau sendiri sedang apa, Rowena?” Abe bertanya balik.

Bau ini ...” gumam Rowena.

“A-aku sedang ada tugas dan kebetulan lewat.” Rowena menyembunyikan sesuatu. “Katakan, Abe. Apa kau mabuk?”

“Aku ... aku pergi dulu, ya.” Klaus yang sedari tadi tidak dianggap kehadirannya oleh Rowena berusaha untuk tidak bersikap canggung sedikit pun dengan meninggalkan mereka berdua.

“Ah, itu mengingatkanku. Aku tadi memesan anggur dan−”

“Cukup, Abe. Sekarang kembali ke Vaggard dan tenangkan dirimu di sana. Jangan keluar dari kamarmu sampai kau tidak mabuk lagi.” ujar Rowena dengan nada kesal. Ia lalu pergi.

“Hmm, sial! Sekarang tugasku bertambah lagi.” kata Abe dengan suara yang berbeda.


***


“Sepertinya setiap hari, Abe semakin kecanduan pada alkohol.”

“Apa yang membuatmu berkata demikian, Rowena?” tanya Hani.

“Ada aroma alkohol di mulutnya.”

Hani terkejut, “Ti-tidak mungkin! Apa kalian berciuman?!”

Rowena lalu membuat raut wajah jijik. Ia muak mendengar hal-hal yang bernuansa cinta termasuk apa yang dibicarakan tadi. Ia memutar bola matanya.

“Lupakan. Aku akan kembali ke kamarku.”

“Ayolah, Rowena! Kau tahu aku hanya bercanda.” Hani tertawa puas sambil menahan Rowena untuk pergi.

“Aku bertemu dengannya dan Klaus di Pos Tiga Belas.” jelas Rowena sambil kembali duduk. “Tampaknya mereka telah berkelahi atau semacamnya. Abe terlihat lepas kendali.”

“Apa memangnya yang mereka bicarakan?” tanya Hani heran.

“Umm ... te-tentang peraturan baru ...” Rowena sadar bahwa ia mendengar semua percakapan Abe dan Klaus. Namun ia memilih diam.

“Maksudmu peraturan tentang orang-orang Avalon itu? Lalu apa yang membuat mereka bertengkar?”

“Ma-mana kutahu!” Rowena meninggikan suaranya.

“Ah, baiklah! Sebagai permintaan maafku, akan kutraktir makanan di Café ini. Kau tidak perlu membayarnya.” ujar Hani dengan senyum bak malaikat. Rowena tidak menjawab.

Tiba-tiba Louise memasuki Café, “Hani, Rowena! Cepat berkumpul di Vaggard sekarang!”

“Ada apa, Lou? Apa yang−“

“Klaus ditemukan tewas.”

***


“... aku hanya tidak ingin kembali ke tempat itu” kata Abe. Perlahan air matanya membasahi pipinya.

《■■■■■》

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: