Berikan Aku Waktu Dua Minggu
Seribu tatapan menyerbu dari setiap sudut. Layaknya di dalam sebuah drama, semua gadis menyukai dia... mungkin gak semua, tetapi bisa di pukul rata kalau anak gadis suka kepadanya. Seragam berantakan, tak pakai dasi, rambut panjang seleher dengan poni sepanjang alis berwarna hitam dengan sedikit pirang alami; seperti gaya mangkuk. Dia itu tak pernah rapi, ah iya. Dia loh... yang kini lagi main basket di lapangan, dengan banyak pesorak wanita. Harem? Bukan, mereka cuma perempuan-perempuan yang mengagumi dia.
Katsuki Ken, panggilannya dia. Aneh? Iya. Dia kecil di Jepang dengan nenek berdarah asli Jepang. Bukan soal otaku atau bukan, itu memang udah takdir Katsuki bernama panggilan Katsuki Ken, karena rambutnya yang mirip dengan Kaneki Ken di anime Tokyo Ghoul. Itu sebuah panggilan yang diciptakan oleh teman dekatnya yang hobi banget sama JeJepangan, Rizqi.
Nama lengkap Katsuki itu... Katsuki Sholeh. Nama itu diberikan oleh bapaknya dan ibunya supaya dia baik hati dan rajin beribadah. Gak bahas agama kok, tenang aja.
"Woi Rizqi!" Seruan Katsuki terdengar di lapangan, padahal suara teriakan para gadis sangat kuat. Rizqi lagi jalan di koridor, dia jadinya menoleh ke arah Katsuki. Rizqi menaikkan bahunya seolah berkata "apa?"
Dengan langkahnya yang panjang, ia seraya berkata, "Lu ga ikutan main?"
Secara otomatis, para siswi memberi jalan. Agak lebay memang, cuma itu kenyataannya. "Cih, mana mau gua jadi badboi acem loe."
"Anjir-"
"Insiden anjir? Mending lo belajar sejarah biar tau asal muasal anjir."
"Ngomong apaan?"
Rizqi Kusumawidjaya, bapaknya ilustrator profesional dan dia hobinya belajar matematika. Agak lain memang. Orang banyak masih gak percaya kalau Katsuki dan Rizqi itu teman baik, karena sifat mereka ibaratkan teh anget dan teh yang beku. Rizqi itu jarang bisa terbuka sama orang, apalagi dia anak baik selalu mematuhi peraturan... beda jauh sama Katsuki yang sering masuk ruang BP.
"Deluan ye.." Rizqi jalan tegak dan buru-buru karena semua mata tertuju ke dia, jadi gak nyaman gitu. Rizqi memberhentikan langkahnya, menghadap sejenak dengan perkataan ancaman, "Kats, lo harus masuk kelas habis istirahat ini. Kalo misalnya nggak, kepsek bakal lapor ke mami lo tentang semua perlakuan lo."
⊱ ────── {⋅. ♪ .⋅} ────── ⊰
"Katsuki, kancingi baju kamu."
"Gerah buk."
Ibu guru killer yang bipolar, kadang baik kadang killer banget. Ibu Fitri, dia guru kesenian. Karena tatapannya, Katsuki masang kancing bajunya dengan perasaan kesal.
Memang tumbenan dia masuk kelas, tentunya hampir semua anak cewek senang dia datang. Cowok? Biasa aja sih, tapi anak yang pintar di kelas gak suka dia datang karena kesel liat dia selalu main hp pas pelajaran.
Pelajaran kesenian hari ini lebih ke lukisan. Ibu Fitri menjelaskan beberapa dasar dalam lukisan dan beberapa pokok pelajaran lainnya. Pelajaran itu terasa membosankan bagi beberapa siswa hingga bu Fitri bersuara besar.
"Nah! Ibu bakal bagi kelompok. Satu kelompok dua orang, tugasnya melukiskan tempat yang tak terlupakan oleh pengalaman kalian dan teman sekelompok kalian."
"Buk sama pacar boleh gak?" celoteh Nathan dari bangku di tengah paling belakang.
"Ibu baginya adil loh, Nath."
Sorakan terdengar kuat dan berhenti ketika Bu Fitri berdehem.
"Ada berapa orang?.." bu Fitri membuka buku absensi. "34 Bu!"
"Pas ya.. um... Adel... Adel sama Nisa kelompok pertama ya. Nama kelompok terserah kalian."
"Siap buk!"
Akhirnya bu Fitri melanjutkan membacakan kelompok seterusnya. Hingga tersisa dua orang saja, iya dua orang.
"Sisanya siapa?"
Katsuki mengangkat tangannya dengan perasaan malas. Anak centil di kelas sudah sedih deluan gara-gara gak bisa sekelompok sama Katsuki.
"Saya buk..." anak perempuan memakai kaca mata, rambut hitam berkilau yang diikat satu, anak itu benar-benar terlihat seperti kutu buku.
"Katsuki sama Mimi ya."
Katsuki menoleh ke arah Rizqi yang duduk di sebelahnya. "Mimi yang mana?"
"Itu loh ki... yang duduk di baris ketiga dari depan di tengah. Lo sih... hobinya bolos gimana mau tau."
"Hahaha... gak lucu lo."
Iya, bahkan dudukpun sebangku. Hebatnya Rizqi masih mempertahankan peringkatnya meski duduk sama anak berandalan.
Jujur ya, Katsuki bukan berandalan banget sih. Buktinya... meskipun dia sering bolos pelajaran, dia masih bisa masuk peringkat sepuluh besar. Emaknya sama bapakenya ga tau kalo dia sebenarnya lasak banget.
"Buk! Ini ketidakadilan!" Nathan kembali berceloteh. Ia berseru dengan suara yang membuat satu kelas ribut.
"Masa si Katsuki, si ini buk... Fahmi! Sama Arlen dapat sama cewek?! Masa saya sama si Paujan!"
Bu Fitri cuma ketawa aja gitu sambil bilang "Ibukan udah bilang, ibu nyusunnya adil." sambil menutup buku absensi.
"Tugas ini dikumpul sebulan lagi. Sekarang kalian bisa duduk sesuai teman sekelompok kalian."
Setelah sebagian pindah, bu Fitri pergi keluar nerima telepon. Kayaknya alibi, cuman para siswa juga ga peduli amat.
"Lo pergi sana, si Faisal mau duduk disini." Rizqi beneran ngusir si Katsuki.
Saat Katsuki berdiri, dipandangannya teman semeja Mimi udah ninggalin cewek itu gitu aja. Mimi dengan rambut panjang yang diikat, matanya yang menunduk, ia berbeda dengan siswi lain yang sibuk memperhatikan kecantikan. Setidaknya Katsuki merasa lebih aman sekelompok sama cewe kutubuku daripada sama cewek rata-rata.
"Halo..."
"Ah..."
Dengan poni yang menutupi matanya, Mimi menoleh ke arah Katsuki yang cukup tinggi. "Kau... Mimi kan?" Katsuki langsung duduk di samping Mimi dan melihat cewek itu.
"Ki, gua sedih gak bisa sekelompok sama lu," ucap Natasya. Cecan sekolahan yang ngegebet Katasuki.
Mimi yang terlihat mau mengucapkan sesuatu, namun Natasya memotong, "walau gua gak sejago Mimi, tapi setidaknyakan seru kalo kita berdua."
"Anu-"
"Diem lo. Kita beda kelompok."
Natasya yang tadinya menungging supaya kepalanya bisa dekat kepada Katsuki, dia jadi duduk lagi dan kesal. Katsuki menatap ke poni Mimi, karna pada dasarnya mata Mimi ketutupan sama poninya. "Mi, lu mau bilang apa."
"Anu... hm. Kita berarti harus akrabin diri."
"Gimana kalo pulang sekolah, lo ikut gua."
"Kemana?"
"Ikut aja."
"Naik apa?"
"Motor."
Katsuki risih liat poni Mimi. Bener-bener risih, sampai-sampai Katsuki beneran naikin poni Mimi. Jarak mereka lumayan dekat, sampai bikin Mimi megang pergelangan tangan Katsuki.
"Gitukan lebih enak liatnya! Gimana rasanya liat dunia."
"Terang."
"Lo cuma bisa ngomong satu kata?"
"Jijik."
"Apaan jijik?"
"Bukan apa-apa."
Katsuki nurunin tangannya lalu menyandarkan pipinya di tangan kirinya yang berada di atas meja, menghadap ke Mimi. "Matamu lumayan cantik."
"WOI KATSUKI MUJI CEWEK!" teriak Faisal. Semua cewek langsung ngeliat ke Mimi. Mimi langsung komen, "gara-gara kamu."
Mimi langsung nutup balik poninya, nunduk. "Jadi lo nutup poni, supaya gak diperhatiin orang?"
"Hm."
"Bukannya enak ya punya banyak temen?"
"Temen dekat kamukan cuma Rizqi. Masih mending kamu punya Rizqi. Apa kamu gak sadar mereka berteman sama kamu gara-gara kamu itu-"
"Ganteng?"
"Kaya. Benerkan?"
"Kritis banget sih."
"Kalau gak suka, aku bisa buat sendiri gambarnya."
"Heh lo-"
Bel berdering, Mimi bangkit dan membawa buku-buku dari lacinya. "Udah istirahat. Sana tebar pesona lagi."
Mimi ninggalin si cogan yang banyak diincar cewek. Iya gitu aja. Katsuki menyengir, Rizqi yang juga mau keluar sadar.
"Mimi memang jutek sama orang baru, apalagi sama orang kek lu Kats."
"Nggak bukan itu."
Rizqi udah tahu Katsuki lagi aneh.
"Dia itu menarik. Beda sama cewek biasa."
"Cuih, perasaan lo aja kali."
⊱ ────── {⋅. ♪ .⋅} ────── ⊰
Bel pulang sudah berbunyi, pelajaran biologi yang bikin ngantuk akhirnya selesai juga. Istirahat kedua tadi, Mimi ditegur sama Natasya and Ladies (nama squad Natasya). Gara-gara sekelompok, mereka marah gitu.
Tangan Mimi langsung dipegang sama Katsuki tiba-tiba. "Ih apaan?"
Mimi nyoba lepasin, tapi memang dasarnya cowok itu kuat ya gak bisa dilepasin. "Hari ini anggap aja kita kencan."
Ucapan kencan justru makin membuat cewek-cewek naik darah. Mimi makin ragu dengan perbuatan Katsuki.
"Kats-"
"Lo pokoknya ikut gua aja."
Intinya Mimi diseret sampai ke parkiran.
"Nih pakai helm."
Mimi pakai helmnya dan naik ngangkang. "Eh kaki lo keliatan dong."
Kan seragamnya pakai rok gitu, jadi bisa keliatan kaki.
"Tenang, aku udah pakai celana olahraga. Kita mau kemana?"
"Kita mau ngerubah penampilan lo."
"Maksudnya?"
Katsuki langsung tancap gas. Mimi gak mau pegang pundak Katsuki, jadinya dia pegang tasnya yang di depannya sama tangan kanan megang pegangan di belakang motor itu.
Mimi udah lama gak jalan-jalan, pemandangan itu menjadi spesial. Meskipun badai debu menerpa, tetapi keindahan langit biru siang agak sore begitu indah di mata gadis itu.
Pandangan indah Mimi berakhir ketika Katsuki memasuki daerah parkir motor yang teduh di basement. Katsuki beneran ngajak Mimi ke mall. Tentunya tanpa sepengetahuan cewek itu.
"Turun sini, gue mau parkirin ni motor."
"Masa ke mall sih."
"Shh diem aja. Sini helm."
Mimi memberikan helm-nya. Ia menunggu Katsuki selesai sambil membuka ponselnya. Nama 'Bunda' tertulis di daftar kontak. Ia menekan tanda telepon dan memulai panggilan.
"Halo bun."
"Halo sayang."
"Mimi lagi di luar sama temen, mau diskusi soal tugas kelompok. Bunda mau dibawain apa?"
"Loh kemana emang?"
"Ke mall. Kubawain chatime aja ya."
"Hati-hati ya nak."
"Tenang aja tante! Mimi aman kok."
Katsuki dengan senyumannya berada di belakang Mimi yang lagi nelpon. "Ih apaan sih? Ganggu aja."
"Cowok? Mimi kok gak bilang pergi sama cowok?"
"Cuma buat tugas kelompok. Bye bun."
Panggilan itupun terputus, Mimi menghadap ke belakang;Katsuki. "Ini bundaku loh..."
"Jadi kenapa? Seharusnya lo bangga bisa kencan sama gue. Lo itu cewek yang pertama kali gue ajak kencan tau gak?"
"Peduli amat."
"Sini tangan."
Katsuki langsung menggenggam tangan Mimi secara paksa, "iih... kita kemari bukan karena pacaran! Lepasin woe."
"Kalo gue ga mau?"
Mimi tetep diseret sampe ke mall. Naik lift berdua, hingga sampai di depan salon kecantik yang UWOW gitu.
"Ini mahal loh."
"Ga berapa mahal. Duit tabunganku cukup kok tenang aja."
"Hey--"
Katsuki bawa dia ke resepsionis nya, sambil memesan perawatan. Intinya sih, penampilan baru Mimi setelah dari salon ini itu Katsuki yang ngatur.
"Rambut kamu bagus loh dek. Kok gak di potong aja poninya dari dulu?"
"Hm? Karna banyak perhatian..."
"Pacarmu manis ya, bawa ceweknya sampai kemari. Sampai-sampai dia ngatur."
Kepala Mimi lagi diurut dengan vitamin. Mbak yang nyalonin Mimi juga ramah banget.
"Kami bukan pacar. Aku dipaksa kencan sama dia."
"Oof- gapapa mungkin dia suka sama kamu."
"Cowok begituan... dia sukanya sama yang cecan cabe sekolah mah. Capek aku ngurusin tingkah bandel dia."
"Jangan pikirin negatif dong sayang, bisa aja ada sisi yang belum kamu ketahui tentang dia."
"Ah itu..."
Waktu udah berlalu sekitar satu jam, hingga Mimi selesai dengan rambut hitam berkilau terurai, poni ala ala korea yang unyue dan tetep pakai seragam sekolah yang ada celana olahraganya tak lupa kaca mata.
"Woe Katsuki."
Mimi menggoyang-goyangkan badan Katsuki. "Bangun heh. Diliatin orang nih..."
"Cium dulu..." dengan mata tertutup, Katsuki menujuk ke arah pipinya. Yang ada Mimi malah ninggalin dia dan bilang ke kasir kalau biaya salon Katsuki yang bayar.
"Dek itu, ditinggal sama pacarnya."
Mbak mbak staffnya ngegoyangin badan Katsuki lebih kuat. Katsuki udah liat Mimi ngilang gitu aja. Ya setelah bayar, dia langsung ngejar cewek itu yang lagi jalan lurus ke depan.
"Heh Mi, sini tanganmu."
"Apaan--"
Katsuki baru aja liat wajah Mimi yang udah dipermak pakai make up tipis. Mimi yang menoleh ke arah Katsuki juga dia cuma diam.
"Kamu kenapa?" tanya Mimi.
"Lo beda sama Mimi sebelumnya."
"Ini aku oke? Poniku udah pendek... orang jadi memeratiin aku deh.. gara-gara kamu ini semua."
"Manis kok, biarin aja."
"Denger ya kats.." Mimi ngelepasin genggaman tangan Katsuki. "...aku itu gak bisa kamu samain sama si Natasya... sama Adel atau sama cewek lain deh. Aku itu nerdy, bahasa indonya kutubuku. Ga hobi make up. Jujur aku itu gak suka sama tingkah mu-"
"Kalau gitu gua akan buat lo suka sama gue."
"-aish.. dengerin aku. Pertama, aku makasih banyak kamu udah bayarin salon ini dan buat penampilanku cantik kek cewek korea... nanti duitnya kuganti. Tapi, tolong jangan mainin aku dan jangan anggap aku itu mainan kamu kek mereka."
"Aku serius Mimi."
"Maksudmu? Kenapa sekarang kamu pake kata aku kamu?"
"Dengerin aku." Katsuki menghela napas, ia menatap mata Mimi dalam-dalam. "Aku bakal buat kamu suka sama aku dalam waktu dua minggu dan aku janji... kalo misalnya pada minggu kedua kamu masih gak suka sama aku... aku bakal jauhin kamu dan makasih udah hadir di hatiku."
"Maksudmu? Kamu suka sama aku?"
"Gue cinta pandangan pertama sama lo."
Mimi cuma terdiam. Berpikir kalau cowok ini benar-benar gila. Pikirannya tidak masuk akal.
"Tapi... kamu tetap gak bisa nyamain aku sama cewek lain."
Perjalanan siang itu diwarnai dengan kecanggungan Mimi. Dia bingung karena ditembak cowok.
Cekrek, bunyi kamera Katsuki. Dengan wajah tampannya yang tersenyum dan wajah Mimi yang sudah memakai make up di belakangnya, ia tampak memosting instastorynya.
"Eh Katsuki! Nanti kalo aku dibully salah kamu loh ya. Merekakan jadi salah pikir."
"Shh, diem aja... besok jangan ubah penampilan. Nih lipgloss." Dia memberikan lipgloss kepada Mimi. Temenan rasa pacaran, mungkin itu yang dirasakan Mimi hari ini. "...jadi dirimu sendiri aja. Tapi, jangan rubah penampilanmu yang ini, karena aku suka liat mata kamu."
"Kerjaanmu dari tadi ngegombal mulu deh-"
"Itu bukan gombal, Mi. Itu fakta."
Timeskip.
Singkatnya Mimi pulang dianterin Katsuki, tentu Bundanya kaget sekaligus senang anaknya ngerubah penampilan. Ya untuk kejadian malam silahkan bayangi sendiri.
Besoknya Mimi datang ke sekolah dengan kacamata, rambut terurai dan berponi, bibir berkilau, seragam dan tas ransel sekolah. Semua orang nggak tanda kalau itu Mimi. Mimi sampai di depan kelasnya, menghela napas dan masuk sambil nunduk.
"Loh? Anak baru?" Natasya nyampirin Mimi sambil tersenyum manis gitu. "Kenalin gue Natasya-"
"Mimi!"
"Ha-"
Cowok berandalan yang sedang kasmaran itu merangkul bahu Mimi. "Mimi? Eh dia- dia kan yang jalan sama lo kemarin kats."
"Iye. Apa perlu gue ngenalin sama lo lagi?"
"Siapa nama lengkap lo?" Bisik Katsuki. "Mimi Kirana."
Mimi udah nunduk, menyentuh sepasang tangannya sendiri, rasanya takut bakal di bully sama squad paling anti sama yang ngegebet Katsuki. Dia udah merelakan semua ini terjadi.
"Natasya, ini namanya Mimi Kirana. Cewek kutubuku kelas kita."
Ah tidak, lagi-lagi semua pandangan ke arah Mimi. Ia melepaskan rangkulan itu dan mengucapkan, "gak kayak gini caranya, Kats."
Mimi balik badan. Ia duduk di bangkunya. Laila, teman semejanya takjub melihat penampilan Mimi yang baru. "Eh kau kok bisa?"
"Kerjaan si Katsuki."
"Cantik tau, Mi."
"Risih loh... aku jadi bisa liat kalo mereka ngeliatin aku."
"Kau lebih jauh cantik ketimbang Natasya loh Mi," Laila berbisik sambil tertawa. "Masa? Aku ga ngerasa cantik, makasi."
"Lo siang ini kemana?" tanya Katsuki yang tak menghiraukan ocehan Natasya. Bahkan Natasya nyebut kata anjing di depan satu kelas dengan suara besar.
"ANJING LO YA MI!"
"Lo aja kali yang bangsat." Katsuki ngejulurin lidahnya ke Natasya sambil berkata begitu. "Aish... cakapmu Kats."
"Mau kemana habis pulang?"
"Mau apa?"
"Mau gue antarin."
"Gak usah, aku bisa sendiri."
Bel udah berdering sedetik yang lalu, "Lo manis," ucap Katsuki yang hanya dapat di dengar oleh Laila, Mimi dan dia. Ia jalan ke tempat duduknya. Mimi cuma nunduk, sekali lagi bingung mau ngomong apa. Tidak, bukan karena senang atau malu. Mimi ngerasa aneh cowok berandalan seperti dia bisa suka sama cewek seperti Mimi.
LINE
Rizqi NS : kau udh tau knp dia bisa deket sama gue kan
Rizqi NS : gue tau dia itu berandalan
Rizqi NS : tpi dah liat kan gmn aslinya dia
Rizqi NS : semua pertanyaan tntang dia yg lo tanya sama gue bakalan trbayar dengan janji kalian.
Mimi melihat ke arah Rizqi yang cuma nunjukin jempolnya ke arah Mimi.
Dia nyebelin : Mimi
Tapi baik. : Mimi
Knapa dia g punya pacar?: Mimi
Rizqi NS : krna dia ga pernah suka sama org
Rizqi NS : Kalaupun ada, cuma sekedar main-main.
Rizqi NS : dia gila gara gara lo
G g g ngomong apaan : Mimi
"Kamu beruntung banget bisa deket sama Katsuki. Apa tipsnya?" Laila tersenyum lebar, geli akan teman semejanya yang bingung tujuh keliling.
"Hng... gak tau... cuma tugas aja sih, dianya aja kebaperan."
"Eh bener loh mi... dia keknya cinta banget sama kamu."
"Dia bilang cinta, tapi ucapan cowok itu banyak palsunya."
"Terserah kamu mau bilang apa, Mi. Tapi, kau dianggap perempuan yang beruntung bisa dapatin perhatian Katsuki."
"Aku risih Lai. Aku gak suka cowok. Aku sukanya oppa korea."
"Ekspetasimu kesampaian kok, Katsuki kan keturunan jepang. Agak mirip-mirip lah."
"Heh... lagian kalo misal aku ga suka sama dia selama dua minggu, dia bakal selesain tugasnya dulu... baru dia bakal ngejauhin aku."
"Eh?! Itu buruk Mi."
"Buk Raina kemana sih..." Mimi mencoba mengalihkan perhatian Laila. Namun, "Mimi! Kamu menyia-nyiakan kesempatan berlian ini..."
"Nahan supaya gak jatuh cinta itu gampang kok."
⊱ ────── {⋅. ♪ .⋅} ────── ⊰
'Nggak... ini gak mungkin' batin Mimi.
Di ruangan perpustakaan pusat daerah. Ini sudah lebih dari seminggu ia sadar kalau anak cowok berandalan itu berpakaian rapi dan sedang fokus membaca buku di samping rak yang tinggi.
Rambut tertata rapi, celana kulot panjang bewarna hitam, kemeja garis-garis hitam dominan warna putih tucked-in, sepatu converse yang berwarna hitam. Penampilan Katsuki benar-benar berbeda dengan dirinya di sekolah. Mimi yak dengan tampilan sederhana dan gak niat jalan-jalan. Hoodie warna biru pastel dengan gambar kepala kelinci di depannya, sweatpants berwarna biru donker, rambut diikat, masker hitam dan kacamata. Beda jauh serius.
"Gimana nih..." Mimi mau ngambil buku di belakang Katsuki. Aba-aba satu dua dan ketiga, Mimi mulai menutup kepalanya dengan kepala hoodienya, dinaikkan juga maskernya. Langkah kaki mendekat, kesadaran Katsuki dibalik keseriusannya muncul seketika.
"Permisi..." ucap Mimi. Katsuki melihat ke arah Mimi, secara tidak sadar kalau itu Mimi. Namun dia sadar penampilan Mimi adalah seseorang yang ia kenal sebulan yang lalu.
"Eh kamu?"
'Duh, dia tau?' batin Mimi. "Saya mau ngambil buku dibelakang anda."
"Baku amat, pasti buku sistem peredaran darah lagi kan?"
"Hah... iya."
Duh, jantung mimi tambah berdegub. Dia benar-benar gak sadar. Katsuki menggeser, Mimi ingin mengambil di rak kesekian yang tinggi dan tak dapat di ambilnya.
"Ketinggian ya?"
Katsuki ngambilin buku itu untuk Mimi. Ketika mau diberika kepada Mimi, masker kain hitam Mimi lagi kendor. Jadi ya tahu sendirilah...
"Oh no-" bisik Mimi pelan. Katsuki memberhentikan pandangannya ke arah mata Mimi. "Mimi?"
Mimi panik dan mengerutkan dahinya. Tangannya meraih ke buku yang dipegang Katsuki. "Makasih.."
"Jangan pergi dulu."
Tangan Mimi ditahan. "K-kenapa?"
"Kenapa kau gak bilang, kalo selama ini kau yang udah ganggu aku baca."
"Harus banget yak?" Mimi nunduk dan balik ngelihat Katsuki lagi. "Lagian tumben pakai aku kamu."
"Entah, nyaman aja."
"Aku pergi yak... sini bukunya."
"Kita belajar sama aja," ujar Katsuki dengan senyuman manis.
Sudah sekian kali Mimi Kirana ditarik-tarik sama Katsuki Sholeh. Mereka duduk di kursi samping-sampingan, meletakkan buku di atas meja.
"Kamu kok..."
"Belajar?"
"Iye."
Mimi cuma ngangguk, gak berani menatap mata Katsuki. "Aneh ya? Anak bandel kok baca buku." celoteh Katsuki pelan.
"Gapapa kok."
Katsuki melihar ke arah Mimi yang sedang menunduk, "kalau memang itu bagus... kan gapapa." Mimi melihat ke arah Katsuki yang tertangkap sedang melihati Mimi dengan senyuman. Mimi jadi malu, ia langsung menunduk dengan hitungan dua detik.
Tangan lebar itu hampir saja ingin diletakkan di bahu Mimi, merasa suasana ini sangat nyaman dan hangat. "Mimi Kirana... ini sungguh tak adil."
"Ha?"
Mimi masih tidak melihat ke arah Katsuki. Ia tertunduk dengan degub hati yang kencang. Ah, apa ini? Mimi bahkan tak menyadarinya.
"Kau udah membuatku lebih jatuh cinta. Tapi, kau sendiri gak suka sama aku."
"Aku-.." Mimi menutup mulutnya, bergumam sangat kecil.
"Kau-- Lo bahkan gak suka sama aku. Aku dengar itu dari Rizqi."
'Rizqi gila, dasar netijen tukang umbar,' batin Mimi sambil menggigit bibir bawahnya.
"Itu memang benar.."
Oh tidak, pandangan Katsuki terlihat parau. Matanya yang dipaksakan tersenyum, Mimi dapat merasakannya.
"...tapi itu dulu."
"Sekarang?"
"Ah?" Mimi melihat ke arah Katsuki yang menatap matanya. Ia takut, pandangan itu akan menenggelamkannya di dalam fantasi. Mimi bangkit dengan suara gugup, mengambil buku yang akan dipinjamkannya. "A-aku... pulang yak."
"Biar kuanterin."
"Gak usah, bisa sendiri."
Mimi bisa lolos dari Katsuki hari ini. Ia meminjamkan buku dan pulang naik becak. Katsuki? Entahlah, Mimi bahkan gak tau mau berkata apa lagi sama dia.
Badan sudah diregangkan di atas tempat tidur yang lumayan nyaman. 'Kenapa nih jantung terasa degupnya?' batin Mimi pelan.
Kalau kata acara anime, kalau kamu udah ngerasa gugup, jantung berdebar, gak bisa natap wajahnya, itu artinya kamu suka. Mungkin poin terakhir gak bisa ditoleransi sama Mimi, tapi poin pertama dan kedua bisa.
"Apaan tuh... aku ga suka sama dia..."
Sambil memeluk bantal guling dan guling-guling di atas tempat tidur.
Sebuah kesimpulan diambilnya.
"Aku gak mungkin suka sama dia..."
Waktu udah tinggal tiga hari lagi. Perjanjian itu masih berjalan, Katsuki juga masih menghitung. Di hari sabtu nanti, Katsuki sudah bersiap untuk mendapatkan jawaban dari Mimi. Entah itu tolakan entah itu penerimaan, Katsuki sama sekali gak pasti.
Singkat aja ya karena ini kata udah banyak sekali. Maafkan penulis. Kalau di kelas ya Mimi sering ditemanin sama Katsuki. Tak lupa pula, Katsuki di tiga hari itu tiap saat selalu bertemu dengan Mimi.
"Ngapain photo?"
Katsuki mengambil photo ruangan itu, ruang baca pusda. Mimi yang duduk mengawasi tindakan Katsuki.
"Karena, kita lebih banyak ngabisin waktu di Perpus."
Mimi masih nulis di kertas double polio, tugas sejarah yang akan dikumpul dua hari lagi. Katsuki lagi belajar trigonometri yang super susah.
"Jadi gimana?"
"Apanya?"
Katsuki melihat menatap ke wajah Mimi yang sedang menunduk. Udah seminggu lebih Mimi ngerasa nyaman melihat mata Katsuki. Katanya pandangannya 'hangat dan lembut'. Mimi gak berani menatap mata cowok itu entah mengapa. Rasanya takut.
"Soal per-"
"Mau es krim."
"Ha?"
Dengan sedikit menoleh ke arahnya, Mimi mengatakan sesuatu, "kita makan es krim... ayo."
Mimi bangkit dan berjalan ke rak-rak buku, meletakkan kembali buku-buku yang dibacanya ke posisi semula. Sama halnya dengan Katsuki.
"Udah?" tanya Mimi.
"Kuy."
Tangan Mimi langsung nyelip ke tangan Katsuki. "Tumben?"
"Yaudah kalau gak mau-"
"Jangan. Gini aja."
Katsuki terkekeh pelan melihat tingkah Mimi yang terlihat menggemaskan bagi Katsuki. Iya, cuma Katsuki. "Soal itu.."
"Es krim?"
"Bukan..."
Kedua insan itu berjalan melangkah, dengan perempuan itu yang tidak mau melihat ke arah sang lelaki. "Hey..." wajah lelaki mendekat ke arah perempuan, ia sedikit menunduk karena perempuan itu tak setinggi dirinya. "Lo beneran gak mau kita bahas ya?"
"Soal... Aa--udah nanti aja habis makan es krim."
⊱ ────── {⋅. ♪ .⋅} ────── ⊰
"Bagi dong."
"Gak." Mimi julurin lidahnya sedikit, menahan sendok Katsuki dengan miliknya.
"Lo bakal habis beneran?"
"Iya!"
Di cafe, tepatnya mereka hanya memesan es krim. Katsuki memesan pudding es krim sedangkan Mimi memesan es krim sundae semangkuk berisikan rasa cokelat, mint, vanilla, stroberi dan melon.
"Itu banyak loh."
"Gapapa."
Mimi memakan lahap, sedangkan Katsuki cuma ngelihatin Mimi dengan lahapnya makan es krim. Dia nggak pernah lihat sisi Mimi yang ini. Selama dua minggu ini, Mimi adalah orang yang jutek sama dia, ya miriplah sama yang Rizqi bilang dua minggu yang lali.
"Mi, gimana?"
"Hm?"
Mimi memelankan makannya, dengan sedikit es krim di pipinya. "Mimi... lihat aku."
Mimi mengumpulkan keberaniannya untuk menatap Katsuki. Ibu jari Katsuki menyapukan sisa es krim di pipi gadis itu. Ah, Mimi jadi malu. Pandangannya dia alihkan namun dia kembali menatap mata Katsuki.
"Aku..."
"Kamu kenapa?"
"Kamu menang deh..."
"Yang jelas dong.."
Katsuki cuma tersenyum. Mimi gugup. Suaranya terasa berat, jantungnya berdebar, ibaratkan kupu-kupu melayang pada perut.
"Yaudah... aku... aku itu tiba-tiba sayang sama kamu."
"Beneran?"
"Jangan buat aku ngatain hal yang sama."
"Aku juga sayaang kali sama kamu~"
"Diem."
"Kita jadian yak."
Katsuki membuka ponselnya, memoto Mimi yang sedang makan es krim di balik hoodienya, mengepos di instastory dengan kata 'Ma chérie'.
"Wow heboh~" gumam Katsuki sambil terkikik. Mimi cuma heran aja gitu, lagian instagram Mimi diprivate. "Apanya heboh?"
"DM gue... banyak yang ngechat gitu."
"Eh, Kats."
"Apaan?"
"Kamu kok suka sih sama aku?" ujar Mimi sambil menggembungkan pipinya. "...padahal kan, aku udah berusaha banget tuh ngejauhin kamu. Terus--terus liat nih muka," Mimi meraba-raba pipinya sendiri, "...nggak pakai make up kek cecan sekolah, pakaiannya cem anak kentang."
"Gue sih... suka lo apa adanya. Mending mana? Suka sama cecan tapi cuma karena dia cantik atau suka sama kamu karena hati kamu?"
Mimi terdiam, ia beneran gak bisa berkata-kata. Baru kali ini dia di puji sampai begitu malunya. Dia bahkan mengalihkan pandangannya dari Katsuki.
"Bukan lo aja kali yang malu..." ungkap Katsuki yang kini juga mengalihkan pandangannya dari Mimi. "...ungkapan sayang lo ke gue itu. Bener-bener bikin hati gua seneng."
"Sisi yang tak terduga. Ternyata Qiky benar."
"Siapa kiki?"
"Gapapa. Abaikan aja."
Nah, pembaca sekalian. Inilah kisah Mimi dan Katsuki. Eh, tapi tunggu. Gimana tugasnya?
Hari ini hari selasa, hari dimana tugas seni dikumpul. Semua orang juga masih gak yakin Katsuki pacaran sama Mimi. Apalagi, mereka gak follow-followan di ig.
Karna, mereka udah follow-follow-an di hati masing-masing.
"Jadi kelompok terakhir, silahkan presentasikan!"
Bu Fitri, tokoh penting dalam kisah cinta mereka. Ia memanggil kedua insan itu.
Rambut yang dibiarkan tergerai, hairclip biru yang disangkutkan di rambut kiri, gadis itu memegang kanvas mereka. Lelaki itu langsung maju ke depan dengan senyuman tampan yang membuat semua orang terpana.
"Pertama-tama, terima kasih banyak buat bu Fitri."
Katsuki menghampirinya dan menyalaminya, "kok kamu aneh?"
"Yak buk, berkat ibuk... saya jadi tambah bahagia. Makasih banyak buk!"
"Lanjutin! Itu Kirana udah nunggu."
Katsuki balik ke samping Mimi, dengan senyuman sedikit malu. Mimi mengucapkan , "ini adalah gambar di cafe Fountain."
"Kenapa disitu?" celoteh Nathan kembali. "Itu tempat mereka jadian geblek," jawab Rizqi.
"Eh seriusan?!"
"Nak ganteng SMA kita pacarnya Mimi?!"
dan kelas mulai ribut dan mereka mulai mengaitngaitkan dengan instastory yang Mimi nggak tahu asal usulnya.
"Sshh! Diam. Jadi mau gue ceritain gak?"
"Gue mau!" Natasya dengan nada ngegas serasa gak percaya.
"Jadi gini..."
Dan para pembaca udah tahu gimana kan. Jadi gak usah penulis tuliskan lagi. Sekian. Tapi mereka gak punya happy ending, karena kisah cinta mereka gak punya ending. Itu akan selalu tbc.
● End of Story ●
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro