Bab 9
Seharian ini, Anshara tidak mendapatkan kabar dari Mosha. Sudah hampir satu bulan mengenalnya, namun dia belum tahu di mana Mosha tinggal, atau tempat yang sering pemuda itu kunjungi.
Entah kenapa pernyataan Mosha tempo hari yang memberitahunya tentang sebuah sihir hitam, membuatnya merasa tidak tenang. Bukankah Mosha memintanya agar dia tidak jauh-jauh darinya, lalu kenapa sekarang Mosha pergi tanpa kabar? Bahkan, Anshara merasa pelajaran tak ada yang terserap olehnya. Akhir-akhir ini Anshara selalu merasa kurang berkonsentrasi dan membuat dia kesulitan dalam mengolah energi.
"Anshara, dipanggil Bu Anne." Tiba-tiba suara itu membuat Anshara terkesiap. Dia menatap Theana yang sedang berdiri di depannya, setelah menyampaikan hal itu, Anshara pikir Theana akan pergi.
Anshara tidak habis pikir, apa Theana tak memiliki cara lain untuk membuatnya celaka, sehingga Anshara sudah tahu dan hafal betul saat kaki Theana melintang di depan kakinya. "Terima kasih," ucapnya sembari mengangkat kaki dan melewati kaki Theana.
Dari jauh, Gathan tersenyum. Dia ingin sekali menertawakan Theana karena terlalu menganggap Anshara bodoh. Sehingga tidak berpikir berulang kali untuk mencoba membuat Anshara celaka. Namun, tiba-tiba dia tercenung saat merasa ada yang janggal pada Anshara yang baru ke luar dari ruangan Bu Anne.
Merasa ada yang aneh, apalagi melihat Bu Anne mengikuti Anshara. Gathan pun segera mengikutinya dari belakang. Dia tercengang saat melihat Anshara mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya. "Sejak kapan ada pisau di saku jaket Anshara?" tanyanya pada diri sendiri. Gathan terus mendekati gadis yang kini berada di halaman belakang di bawah pohon flamboyan, tempat favorit Anshara.
Dari lantai dua, Anne dapat melihat kalau Gathan sedang mencoba menggagalkan rencananya. Dia tidak akan membiarkan pemuda itu menggagalkan apa yang menjadi tujuannya, yaitu melihat Anshara mati.
Tatapan mata Anshara kosong. Namun, dia tahu di mana letak urat nadinya berada. Gathan berteriak saat dia melihat Anshara hampir memutuskan urat nadinya sendiri. "Anshara." Gathan berlari ke arah Anshara dan memukul tangan gadis itu. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya sembari menginjak pisau itu. Tiba-tiba Gathan meringis dan terjatuh, lantaran dari jauh sihir Anne membuat pisau itu berdiri sehingga saat Gathan menginjaknya, pisau itu menusuk telapak kaki Gathan. Meski memakai sepatu. Namun, sihir Anne yang begitu kuat, mendorong pisau itu semakin masuk dan menembus slot sepatu.
Anne menghilang dan muncul di hadapan Anshara, lalu dia meraihnya. Sementara Gathan mengacungkan tangan saat melihat kepulan asap mengelilingi Anshara dan Anne, lalu asap itu menipis sesaat setelah kedua wanita itu lenyap dari pandangannya.
Miss Erina menjerit saat melihat Gathan duduk terkulai di halaman belakang sekolah tepat di bawah pohon flamboyan. Dia terkejut saat melihat darah membasahi telapak kaki anak didiknya, bahkan sepatu yang digunakan Gathan robek. Miss Erina mencoba mencari setajam apa pisau yang melukai kaki Gathan. Namun, dia hanya menemukan pisau lipat berukuran kecil.
"Kamu kenapa?" tanya Miss Erina seraya berjongkok.
"Anshara hilang, Miss, dibawa Bu Anne," tutur Gathan.
Seketika Miss Erina mengedarkan pandangan, mencari tahu apa maksud Gathan. "Nanti kita cari mereka, sekarang ibu bantu kamu ke ruang UKS." Miss Erina membantu Gathan untuk berdiri dan berjalan menuju ruang UKS. Namun, sesekali Gathan menoleh ke belakang, seolah dia berharap Anshara hanya tertinggal di sana.
Sementara itu, di dalam hutan yang tak terjamah dengan suhu yang lembab dan sangat gelap. Tubuh Anshara menempel pada pohon dengan akar yang melilit dan menjalarinya seolah akar-akar tersebut sedang berusaha menyerap energi Ansaha. Dia terlihat sangat lemah dengan wajah pucat pasi. Anne sudah meraup habis energi yang dimiliki Anshara untuk menyempurnakan kekuatannya.
Kuku hitam Anne meruncing, bahkan wajah cantiknya berubah menjadi seorang wanita tua dengan rambut putih memanjang sampai menyentuh tanah. Dengan kuku-kuku tajamnya dia membelai pipi Anshara. "Beruntung Mosha sudah aku singkirkan, aku tahu dia adalah suruhan nenekmu," desisnya. Tiba-tiba tawa itu menggema di telinga Anshara.
Anne menunjukkan telapak tangannya. Hingga tipisnya cahaya memperlihatkan keadaan tubuh Mosha yang menempel di pohon sementara akar melilitnya, sama seperti apa yang dialami Anshara saat ini. Namun, Mosha juga kesulitan melawan dua sosok arwah dengan rupa menyeramkan.
Napas Anshara terengah, dia marah pada wanita tua itu. Namun, energi dalam tubuhnya terus berkurang, hingga dia merasa terlalu lemah untuk sekedar menggerakkan tubuh sebagai bentuk protes atas apa yang dilakukan Anne terhadap Mosha. Dan ketika tangan Anne mencengkram tangan Anshara untuk mengambil energi terakhir dari gadis itu, sebuah bayangan membuat Anshara hanyut dengan perasaan emosi yang membawa luka.
Cahaya bulan purnama menguasai langit kelam, sementara jeritan itu berhasil memecah keheningan. Nenek tua dengan wajah buruk rupa mendekat ke arah wanita dengan seorang bayi dalam pelukannya.
"Serahkan bayimu sekarang juga!" pekik nenek tua diiringi suara ketukan tongkat kayu dalam genggamannya.
Hansa semakin erat memeluk bayi merahnya. Baru satu jam yang lalu bayi itu lahir ke dunia, Hansa bahkan belum sempat memberinya Asi. Tenaganya bahkan masih sangat lemah, sehingga dia hanya bisa memeluk bayinya dan tak bisa mengumpulkan energi untuk melawan Anne, si penyihir necromancer.
Meera datang dan melemparkan cahaya biru, hingga membuat Anne semakin marah dan mencoba melawan Meera dengan tongkat saktinya.
"Hansa, lari, bawa bayimu pergi," ucap Meera.
Hansa segera berlari meninggalkan halaman rumahnya. Namun, terlambat karena Anne sudah memanggil arwah suaminya yang telah berubah menjadi sangat menyeramkan. Bak makhluk penghisap darah yang buas.
Hansa menangis saat melihat suami tercintanya dan hal itu membuat Hansa semakin lemah. "Ini anakmu, tolong jangan sakiti dia," lirih Hansa pada arwah suaminya itu yang semakin mendekat ke arahnya.
Sementara itu, tak jauh dari tempatnya berada, Meera melihat Hansa berlutut pada arwah suaminya. Sementara bayi itu masih dalam pelukan Hansa. Anne memang mengincar bayi kecil itu untuk menyempurnakan kekuatannya sebagai necromancer. Namun, Meera juga tidak ingin kehilangan Hansa.
Meera mencoba mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melawan Anne, sekaligus melenyapkan sihir kegelapan yang ada pada arwah menantunya itu. Namun, Anne berhasil menghadangnya dan mengarahkan sihirnya pada Hansa, hingga Hansa tergeletak bersama bayinya.
Secepat kilat, Anne berlari untuk mengambil bayi itu. Namun, terlambat Meera sudah lebih dulu memeluk cucunya. "Tidak akan kubiarkan!" pekiknya seraya menghilang dari tempat itu.
Meera berhasil menghilang dan tak meninggalkan jejak sama sekali. Bayi kecil yang diberi nama Anshara itu, dia letakkan di depan sebuah rumah dengan kalung sebagai penanda kalau Anshara adalah keturunannya. Kalung itu bertuliskan nama Anshara. Meera tak langsung pergi dari tempat itu sebelum dia lihat kalau si pemilik rumah bahagia dengan kehadiran Anshara.
Tujuh belas tahun berlalu, Meera tahu kalau Anshara memiliki energi yang kuat dan berpotensi menguasai seluruh sihir. Dia berniat untuk melindungi Anshara, hingga saatnya tiba dia akan mewariskan seluruh kekuatannya pada Anshara. Namun, Anne berhasil mencium keberadaan cucunya. Hingga dia mengutus Mosha sebagai penyihir suci dari golongan banisher untuk melindungi Anshara.
Anshara melihat bayangan itu sebagai sesuatu yang nyata. Ternyata dia adalah keturunan penyihir suci. Dan saat ini dia hampir mati karena Anne terus mengambil energinya. Namun, dia teringat saat Mosha berkata agar Anshara berkonsentrasi untuk menyerap energi sebanyak-banyak dari benda apapun itu.
Anshara memejamkan mata dan menggenggam kalung pemberian Meera, dia berharap ada keajaiban dari kalung tersebut. Namun, Anne segara mencabut kalung itu dari leher Anshara dan melemparnya hingga Anshara merasa gelap telah menelan satu-satunya kenangan yang dia miliki.
"Akan ku pastikan inilah akhir dari duniamu," desis Anne tepat di telinga Anshara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro