Bab 2
Ringtone the Scarlet witch membangunkan Anshara di tengah malam. Bagi seorang penakut lantunan nada tersebut akan berhasil membuat bulu kuduk berdiri. Namun, tidak bagi Anshara, hal-hal berbau mistis adalah santapan sehari-hari baginya.
Panggilan datang dari Brian. Anshara menarik napas, kemudian mendekatkan ponsel itu ke telinganya. “Halo,” sapanya datar.
Dari ujung sana, Brian tak membalas sapaan Anshara. Usai berdehem dia berkata, [Tadi sore Gathan kecelakaan.] Suara Brian terdengar parau.
Jantung Anshara mencelus. Dia kemudian tercenung. Kenapa dia baru diberitahu? Mungkin memang tak ada yang menganggapnya ada. Beruntung Brian mau memberitahunya, meski setelah menyampaikan kabar duka tersebut, laki-laki itu segera memutus panggilan.
Anshara memejamkan mata, dia mencoba membayangkan kembali apa yang dilihatnya siang tadi saat memegang tangan Gathan. Anshara tiba-tiba terkesiap saat melihat bayangan tubuh Gathan yang terpental akibat hantaman mobil yang melaju kencang dari arah kanan.
Anshara tak mungkin ke rumah sakit sekarang, pasti orang tuanya akan marah kalau tahu Anshara pergi di tengah malam seperti ini. Maka dari itu, dia akan menunda keinginannya untuk menjenguk Gathan. Anshara mencoba membuka pesan grup kelasnya, benar saja di sana kabar Gathan kecelakaan sudah menyebar, hanya dirinya saja yang bodoh lantaran tidak membuka semua pesan itu.
Anshara masih duduk termenung di atas ranjang. Setiap malam dia selalu merasakan energi yang kuat masuk ke dalam tubuhnya. Entah itu pertanda apa. Namun, setiap pagi Anshara merasakan sebuah kekuatan besar menguasai tubuhnya, hingga terkadang dia tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri.
***
Panas terik membuat kening Anshara mengkerut. Topi hitamnya tak terlalu melindungi dari sengatan matahari. Kini dia sudah berdiri di depan rumah sakit. Anshara mengedarkan pandangannya, sebelum akhirnya dia menginjakkan kaki di lorong rumah sakit.
Anshara sudah tahu kondisi Gathan dari Brian, termasuk di mana kamar rawat Gathan berada. Namun, dia ragu untuk masuk. Anshara sempat mundur dan urung menjenguk laki-laki itu. Dia takut Gathan masih marah soal kemarin.
Anshara mencoba menarik napas. Hati memintanya untuk segera masuk dan menemui Gathan. Pintu itu perlahan terbuka, dia mengangguk ramah pada kedua orang tua Gathan. “Siang, Om, Tante,”
“Siang,” sahut ibunya Gathan. Dia tidak bertanya karena tahu itu teman anaknya, terbukti dari seragam yang Anshara kenakan.
Anshara melangkah pelan. “Gathan, aku minta maaf,” ucapnya.
Gathan bergeming tak menatap Anshara. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini. Hal itu membuat Anshara menghela napas, kemudian menoleh pada orang tua temannya itu. “Bagaimana kondisi Gathan, Tante.”
“Sudah lebih baik, kemarin Gathan koma dan tadi pagi baru siuman.”
Anshara mengangguk, kemudian menoleh kembali pada Gathan. “Aku memang salah, karena aku--”Anshara terdiam sejenak dan menatap laki-laki yang masih tak menghiraukan keberadaannya itu, “tidak memperingatkanmu lebih jauh lagi. Aku--”
Anshara kembali terdiam, dia ingin sekali Gathan menoleh padanya, sekali saja. Dia tidak seaneh yang Gathan pikirkan, “aku minta maaf, karena tidak mencoba menunggumu pulang dan mencegah semua agar tidak terjadi.
Setelah mendengar kalimat terakhir Anshara, barulah Gathan hendak menoleh. Namun nick collar membuatnya sedikit kesulitan.
Anshara dapat melihat itu. Kening Gathan terlilit perban. Namun, dia lupa bertanya apa yang tengah Gathan rasakan saat ini. Apa mungkin sekujur tubuhnya sakit, hingga dia kesulitan bergerak? Pasalnya bayangan itu memberi tahu Anshara bagaimana Gathan terempas jauh saat badan mobil sedan hitam itu menubruk tubuh Gathan.
Gathan hanya terdiam dan tak berkata-kata. Membuat Anshara penasaran, apa Gathan tidak lupa padanya? ‘Dia tidak kehilangan sebagian ingatannya, ‘kan?’ tanya Anshara dalam hati.
Sama-sama terdiam membuat Anshara semakin tidak nyaman, dia merasa kalau Gathan tidak menerima kedatangannya. Hingga Anshara pun berniat pulang, namun, sebelumnya dia melepas tas gendongnya dari bahu, kemudian sebuah coklat, dia ke luarkan dari dalam tas.
“Ini buat kamu, maaf aku hanya punya itu,” ujar Anshara sembari meletakkan coklat kacang mete itu dekat tangan Gathan. “Kalau kamu tidak suka atau takut tenggorokanmu sakit, berikan saja itu pada ibumu,” usulnya kemudian.
Memang semua orang yang ada di sana tak dapat melihat perubahan itu. Namun, Anshara dapat melihatnya dengan jelas, Gathan tengah tersenyum, meski sangat tipis, tapi seri di wajahnya berpendar.
Tiba-tiba Theana dan Natasha datang, Theana sedikit mendorong bahu Anshara dengan bahunya. “Sekarang kamu mau doakan keburukan apa lagi pada Gathan?”
Anshara terkejut mendengar pertanyaan Theana, dia tidak pernah melakukan itu, dia hanya menyampaikan apa yang dia lihat. “Kamu salah, The, aku--”
“Halah …,” cibir Theana, kemudian dia menoleh pada ibu dan ayahnya Gathan. “Tante, ini Anshara, yang aku ceritakan kemarin.”
“Oh, ini?” pekik ibunya Gathan. “Kamu yang doakan anak saya celaka?” tanyanya dengan intonasi suara yang turun satu oktaf. Dia sadar, tidak pantas teriak-teriak di rumah sakit.
Anshara menggelengkan kepala sembari mundur perlahan. Namun, Theana menarik tangannya. Dari sana Anshara mendapatkan bayangan tentang Theana yang terkunci di kamar mandi rumah sakit, kemudian gelap membuat Theana pingsan.
“The, kamu jangan ke kamar mandi yang ada di lorong dekat tangga, di sana kamar mandinya rusak dan kalau kamu memaksa untuk tetap menggunakan kamar mandi itu, kamu akan terkunci di dalam dan gelap membuat napasmu sesak, hingga kamu tak sadarkan diri,” ungkap Anshara.
Namun, mata ibunya Gathan membola, dia tak habis pikir Gathan satu kelas dengan anak yang memiliki gangguan jiwa.
Tiba-tiba cibiran Theana terdengar menusuk telinga Anshara. “Kalau doa kamu mudah terkabul, kenapa yang keluar dari mulutmu hanya keburukan? Dasar cewek aneh,” ucapnya.
“Ini nyata, The. Aku lihat semuanya.”
Theana menepis tangan Anshara dengan kasar. “Kalau apa yang kamu katakan benar terjadi, kamu akan rasakan akibatnya,” ancam Theana.
Anshara kembali mundur. Namun, Nathasa menahannya. Lagi-lagi Anshara dapat melihat bayangan yang akan terjadi. Dia melihat Natasha pulang terlambat dan tidak sempat melihat ayahnya sebelum ayahnya itu pergi untuk selamanya.
“Tash, aku mohon dengarkan aku. Jangan pulang terlambat, atau kamu akan menyesal. Karena kamu akan kehilangan ayahmu sebelum kamu sempat menemuinya,” ucap Anshara.
Perkataan Anshara membuat Natasha tergelak. Dia pikir Anshara tidak akan berani menakut-nakutinya. Namun, sama saja. “Lihatlah betapa meyakinkannya wajahnya itu,” ledek Natasha.
Anshara hanya terdiam bagaimana dia katakan. Semenatara intuisinya memberitahu agar Ansahra terus mencoba memperingatkan mereka, meski Anshara tidak tahu kapan kejadian tersebut akan terjadi. Entah itu satu jam dari sekarang, atau malah bisa sehari sampai dua hari yang akan datang.
***
Anshara menarik dua ujung jaketnya ke depan. Meski, hujan dan dingin menusuk pori kulitnya, namun, itu tak mengurungkan niat Anshara untuk datang ke rumah sakit menjenguk Gathan kembali.
Dia membawakan roti dan susu coklat. “Gathan, aku datang ke sini untuk menjengukmu lagi,” ucapnya pelan sekali, hingga Gathan merasa Anshara hanya sedang mendesis.
“Aku mau minta maaf soal kemarin, mungkin kamu takut padaku,” imbuhnya. “Tapi, percayalah Gathan, aku menyesal karena tidak mencegah hal itu agar tidak terjadi.”
Apa yang harus Gathan katakan, sungguh dia bingung menghadapi Anshara. Perempuan itu selalu berkata hal yang sama secara berulang-ulang, membuat telinganya sakit berdenging.
“Gathan,” panggil Anshara pelan. “Aku--”
“Mending kamu pergi deh,” ucap Gathan memotong perkataan Anshara.
“Apa kamu terganggu dengan kedatanganku?” tanya Anshara.
“Iya,” jawab Gathan sembari membuang muka. Sebenarnya dia tidak enak mengabaikan Anshara beberapa kali. Namun, dia tidak ingin orang tuanya tahu kalau Anshara datang lagi ke sini. Setelah kemarin mewanti-wanti agar Gathan menjauhi perempuan yang dianggap gila oleh kedua orang tuanya itu.
Anshara menarik napas. “Kalau gitu, aku pulang. Kamu cepat sembuh, Gathan. Agar aku tak merasa bersalah lagi.” Getaran suara Anshara menumbuhkan kepedihan di hati Gathan. Dia tahu Anshara tulus melakukan ini padanya. Lagi pula dia yakin kecelakaan ini adalah takdir untuknya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro