Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• Sembilan •

Seattle Department Police.

10:00 am.

"Maria (40 tahun), Asisten rumah tangga Louis."


Noel membanting tubuhnya dengan kasar ke sofa. Ia menghela napas berat dan memejamkan matanya. Butuh beberapa detik sampai dwi manik cokelatnya yang lebih gelap dari batang pohon ek di musim gugur kembali terbuka dan melihat rekannya dengan gamang.

"Kurasa kau bersikap kejam padanya kemarin," tutur Smith. Ia kemudian mengangkat kedua bahunya dan menggeleng. "Sebaiknya kau minta maaf saja untuk mengurangi rasa bersalahmu itu."

"Aku tidak merasa bersalah padanya," sahut Noel tak terima. Ia lalu bergerak memperbaiki posisi duduknya dan bertanya, "Bagaimana perkembangannya?"

Smith berdeham dan menyerahkan sebuah map cokelat kepada rekannya itu. "Tim analisis suara mengatakan bahwa suaranya mungkin sengaja diredam untuk mengelabui polisi. Sekalipun menemukan suara yang sama, tingkat kecocokannya mungkin hanya mencapai 80%." Noel membuka map tersebut dan menarik selembar kertas dari dalamnya. "Pelapor menggunakan kartu sekali pakai sehingga sulit melacaknya."

Noel mendongak dan menggumam pendek. "Aku menjadi yakin kalau ini pasti ulah pelaku. Dia sengaja menghubungi polisi setelah memastikan korbannya benar-benar tewas dan pergi begitu saja," ucapnya sebelum kembali membaca hasil analis suara yang diberikan oleh Smith. "Grafik suaranya memang tampak berbeda dan tidak stabil."

"Bagaimana jika kita memeriksa sampel suara ketiga orang itu?"

"Aku tidak yakin karena dari rekaman yang kudengar, pelapor mungkin berusia lebih muda daripada Wayne dan Paul." Noel meletakkan kembali map cokelat itu ke atas meja. "Kurasa Maria tidak termasuk di dalamnya karena sekalipun suaranya disamarkan atau diredam dengan sesuatu, intonasi suaranya akan tetap berbeda dengan suara pria."

Smith mengangguk setuju dan melipat kedua tangannya di dada. "Mungkinkah kedua orang ini salah satunya?"

Noel mengerutkan dahinya dan menggeleng perlahan. "Grafik suara yang tidak stabil ini ... mungkinkah hasil dari sebuah audio rekaman lain?" Ia lalu menatap Smith lurus-lurus. "Bagaimana dengan artikel di internet?"

"Beritanya sudah disebarluaskan oleh beberapa akun dan web tidak resmi," ujar Smith. "Tim cyber belum dapat menentukan siapa yang pertama kali memuat artikel tersebut dan sepertinya mereka membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama."

"Menurutmu kita harus bagaimana sekarang?"

"Kita?" Smith yang duduk di sebrang Noel mengangkat kedua alisnya tak percaya. "Tentu saja pergi untuk memeriksa nama yang diberikan Alexandra kemarin." Smith mengetuk permukaan kertas kecil di samping map cokelat dengan telunjuknya dua kali. "Menurutmu, apa tujuan Alexandra memberikan ini?"

Noel mengangkat satu alisnya penasaran. "Kau memanggil namanya sekarang?"

"Kenapa? Kau cemburu?" kata Smith diiringi kikikan geli. "Dia yang memintaku kemarin. Kau tidak ingat, hm?"

Pria dengan wajah tirus itu sontak membuang wajah dari Smith. Membuat lekukan rahang dan garis wajahnya yang tegas semakin kentara. "Aku tidak punya waktu untuk mengurusi itu," ujarnya. Ia lalu bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya yang ada di sebrang sofa. "Kau sudah menghubungi mereka, bukan?"

Smith pun beranjak dan menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Aku mengumpulkan mereka di kedai kopi agar investigasi tidak berjalan terlalu tegang."

Noel yang baru selesai membalut seragamnya dengan jaket kulit hitam kemudian bergegas untuk pergi. "Kalau begitu, tunggu apalagi?"

Seattle Coffee Shop.

10:30 am.

Noel dan Smith kini duduk di sebuah meja persegi panjang dengan ketiga orang lain yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Christian, Carl dan Nicole.

Nama pertama yang tertulis dalam secarik kertas lusuh pemberian Alexandra adalah Christian. Ia adalah pria bertubuh atletis dengan rambut ikal kecokelatan. Wajahnya tampak lebih tua dari pria 27 tahun pada umumnya dan yang paling menarik perhatian adalah ia memiliki tahi lalat di atas bibirnya.

Christian duduk di sebelah Nicole. Wanita berambut pirang sebahu dengan tubuh nyaris 'sempurna'. Dada yang menonjol, bokong yang besar dengan pinggul berlekuk indah. Nicole masih memberikan kesan sensual meski blus hitam berlengan panjang menutupi tubuhnya.

Sementara Carl, adalah pria berusia 30 tahun dengan kacamata bulat besar yang menutupi kedua mata hijaunya.

Nicole lalu menyilang kedua tangannya di dada dan mencebik. "Apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan pada kami?" Ia melirik Carl dan Christian yang duduk di sisi kanan kirinya, sebelum kembali pada Noel. "Aku sangat sibuk hari ini."

Noel berdeham keras. "Baiklah. Aku akan memulainya denganmu, Christian," katanya seraya menatap pria bermata cokelat itu dengan datar. "Kudengar kau dan Louis sempat berkelahi di sebuah club malam. Polisi bahkan memiliki catatan laporan pemukulan yang kau lakukan pada Louis. Bisakah kau menjelaskannya?"

Christian tertawa pendek. "Lalu kenapa? Orang-orang biasa berkelahi saat mereka mabuk, bukan?" Ia ternyata bersikap defensif. "Kau tidak bisa menuduhku melakukan kejahatan hanya karena kami berkelahi, Detektif."

Smith kemudian menyela, "Apa yang membuat kalian berkelahi malam itu?"

"Pria angkuh dan tidak tahu diri sepertinya memang pantas dipukuli," tandas Christian tanpa rasa bersalah. "Tapi yang paling membuatku kesal adalah saat dia mendekati wanita yang sudah lama kusukai."

Noel dan Smith saling bertukar pandang. Namun belum sempat keduanya membuka suara, Nicole memotong, "Bukan begitu, Christ!" dengan nada tak suka. "Stella-lah yang mendekati Louis," ujarnya membela Louis.

Lagi-lagi Carl tertawa, ringan tapi terdengar mencemooh. "Siapapun yang bergerak duluan, mereka pada akhirnya tetap berkencan. Kita sedang dikhianati, bukan?"

"Tunggu dulu," potong Smith. "Jadi kalian berdua berkata bahwa Louis mendekati wanita lain bernama Stella, begitu? Bukankah Louis seharusnya berkencan dengan Alexandra dan akan segera melangsungkan pernikahan?"

"Dia tidak pernah mencintai model itu." Suara itu tidak berasal dari Christian ataupun Nicole, melainkan dari Carl.

Semua orang di meja itu kemudian beralih pada sumber suara yang sama sekali tidak melepas pandangannya dari cangkir kopi berwarna putih di atas meja. Ia mendengkus geli sebelum melanjutkan kata-katanya, "Saat bedebah itu menolak perpanjangan kontrak kerja sama dariku, aku melihat wanita lain masuk dan ia mengusirku." Christian dan Nicole tampak terkejut saat Carl mengatakannya dengan santai. Sementara Carl menatap Noel lurus-lurus. "Aku juga mendengar kalau mereka akan menyingkirkan wanita bernama Alexandra itu sebelum hari pernikahan mereka."

Kali ini, Noel dan Smith-lah yang menatap Carl tak percaya. Pria itu kemudian bergerak dan menyesap Americano miliknya seraya memandangi orang-orang di sekitarnya bergantian. "Selama ini kalian tidak tahu siapa Louis sebenarnya, bukan?" tandasnya misterius.

Nicole bergidik ngeri. "Kau berbicara seolah-olah Louis adalah malaikat sempurna yang menyembunyikan seribu kebusukan di belakangnya." Lalu beralih pada Christian. "Kau seharusnya beruntung karena dia sudah mati sebelum menyingkirkanmu juga."

Christian bersedekap dan menimpalinya dengan cibiran. "Pria lemah seperti dia memangnya bisa melakukan apa?" Ia melihat Noel lalu ke Smith bergantian. "Dia hidup dan bertahan karena kekayaan yang dilimpahkan orang tuanya selama ini. Jika bukan karena harta, dia bisa apa?" Christian menyeringai dan mengerlingkan satu matanya pada Nicole. "Aku senang dia sudah mati sekarang."

Nicole mengedikkan kedua bahunya. "Aku juga. Tidak peduli dia tewas karena kecelakaan atau dibunuh, yang terpenting sekarang adalah pria sombong itu sudah tidak ada di sini." Matanya yang biru lalu beralih pada Carl. "Bagaimana menurutmu?"

"Untukku, cerita ini akan lebih menarik jika dia menderita sebelum detik-detik kematiannya."

Noel lalu memukul meja di hadapannya hingga semua orang terperanjat. "Bagaimana kalian bisa mengatakan hal-hal mengerikan itu di depan seorang detektif yang tengah mengintrogasi kalian?" Ia meninggikan suaranya sekarang. "Kalian tahu, kalian bertiga tampak seperti tiga orang yang menjadi pelaku dalam kematian Louis, bukan?"

Christian mendesah kasar. "Tenanglah, Detektif. Kau membuat kami takut sekarang."

Tanpa menggubris sedikitpun ucapan Christian, Noel langsung bangkit dan melenggang pergi meninggalkan kedai kopi. Sehingga tiga orang yang sengaja dihubungi untuk berkumpul di sana pun merasa bingung dengan sikap Noel.

"Dia sangat agresif dan tidak sabaran," kata Nicole. "Sama sekali bukan tipeku."

Carl lalu meneguk habis kopinya dan berkata, "Apa kita sudah selesai di sini? Bolehkah aku pergi sekarang?" sambil menatap Smith yang duduk di sebrangnya.

"Kau juga bukan tipeku, Carl," sahut Nicole meski Carl tidak menanggapinya.

"Sebentar," sergah Smith. "Apa kalian, mungkin tahu, kalau Louis sering mengalami sakit kepala belakangan ini?"

Ketiga orang di hadapannya lalu bertukar pandang. Christian dan Nicole langsung menggeleng, tapi Carl tampak mengerutkan dahinya. Ia terlihat sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Apa kau tahu sesuatu, Carl?" Smith yang menyadari perubahan ekspresi pada Carl langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. "Katakan padaku apapun yang kau ketahui."

"Sebelum wanita itu datang, aku melihatnya menelan beberapa pil yang diambil dalam kotak obat," ucap Carl dengan hati-hati. "Tapi setahuku, itu bukan obat untuk meredam rasa sakit."

Nicole tiba-tiba mencebik dan berkata, "Lalu itu obat apa? Jangan bertele-tele, langsung katakan saja padanya!"

Carl mengembuskan napas kesal dan menimpalinya dengan satu kalimat yang membuat ketiga orang di sekelilingnya langsung melotot kaget. "Obat yang kulihat hari itu adalah ... obat penenang yang biasa digunakan pasien dengan gangguan jiwa." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro