• Sebelas •
"Wayne (35 tahun), tukang kebun Louis."
Seattle Departments Police.
11:00 am.
Noel duduk di sebuah cafetaria yang lokasinya bersebrangan dengan kantor kepolisian kota Seattle. Bersama Smith yang juga ikut menemaninya untuk makan siang. Namun alih-alih menyantap hotdog dan es caramel pesanannya, Noel justru tampak sibuk dengan menatap layar ponsel pintar miliknya sejak mereka datang. Yang artinya sudah lima belas menit setelah makanan itu tersaji di atas meja, tapi Noel sama sekali belum menyentuhnya.
Lain halnya dengan Noel, Smith justru telah melahap habis pasta tomat pesanannya bahkan hanya dalam beberapa menit setelah makanan itu diletakkan oleh pramusaji di meja mereka. Merasa rekannya tak kunjung bergerak untuk makan, Smith pun mencoba memecah perhatian Noel dengan berdecak. "Noel? Sampai kapan aku harus duduk di sini, menunggu sampai kau menghabiskan makan siangmu?" Ia lalu menyedot es caramel di dalam cup plastik berwarna transparan miliknya dan melanjutkan, "Kau sebaiknya makan dulu sebelum membaca artikel tentang skandal Alexandra di laman sosial mediamu."
Noel menoleh cepat. Keningnya berkerut dalam. "Alexandra? Ada apa dengannya?"
Smith tercengang. "Memangnya kau sedang melihat apa di internet? Kupikir matamu yang nyaris copot itu kau gunakan untuk melihat berita yang melibatkannya." Lalu Noel menunjukkan layar ponsel miliknya kepada Smith. Ia sedang melihat-lihat profil Stella di sana, bukan Alexandra seperti dugaan Smith. "Stella? Kau seharusnya melihat headline pagi ini. Alexandra dan Stella tidak diikutsertakan dalam pekan mode internasional karena mereka berkelahi!"
"Bagaimana bisa?"
Smith terdiam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat saat Noel melemparkan pandangan penuh selidik ke arahnya."Kau pasti memberitahunya, bukan?"
"Itu ...," Smith menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. "Aku bisa jelaskan."
Namun Noel justru beranjak dari kursinya secara tiba-tiba. Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku celana sebelum akhirnya menepuk bahu Smith yang duduk di seberangnya. "Ayo kita temui Stella."
Smith mendongak cepat. Menatap pria yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu dengan pandangan bingung. "Tapi, makananmu?"
Noel menghentikan langkahnya dan berbalik perlahan. Mata cokelat itu lalu memandang Smith dengan dingin. "Apa aku harus menjawab pertanyaanmu itu, Smith?" tanyanya sarkastik.
"T--tentu, tentu tidak," ucap Smith hati-hati. Ia pun beranjak dari kursinya dan mengekor di belakang sang detektif dengan perasaan tidak nyaman.
Selain karena rekannya yang mendadak berubah menjadi menyeramkan, juga karena hotdog yang sayang untuk ditinggalkan begitu saja di atas meja. Smith sangat suka hotdog dan makanan enak lainnya omong-omong.
Setelah kembali ke kantor polisi dan menyiapkan mobil patroli, mereka berdua pun bergegas untuk pergi menemui Stella di rumah agensinya. Jaraknya hanya beberapa kilometer, jadi bisa diperkirakan mereka akan sampai dalam waktu kurang dari satu jam. Noel ingin menemui Stella untuk mengklarifikasi semua pernyataan saksi sebelumnya terkait hubungan 'gelap' yang melibatkan nama Stella di dalamnya.
Begitu mereka sampai, bangunan menjulang tinggi yang didominasi oleh kaca-kaca besar langsung menyambut keduanya. Mereka memarkirkan mobil di area depan dan melangkah masuk bersama. Aroma sitrus bercampur buah-buahan segar dengan cepat menyusup ke indera penciuman mereka saat mereka mulai masuk ke bagian dalam gedung.
Namun belum sempat Noel atau Smith menanyai resepionis, seorang pria berkulit cokelat menghampiri mereka dan tersenyum. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya ramah.
Ia adalah Jeff. Mata hazelnutnya yang seperti elang kini menatap intens ke arah Noel, seolah mereka sudah saling mengenal satu sama lain sebelumnya.
"Kami mencari Stella," jawab Smith dengan sopan. Ia juga menunjukkan kartu identitasnya sebagai polisi kepada Jeff. "Bisakah kami menemuinya?"
"Apa kalian...," Jeff menggantung ucapannya di udara dan berkerut kening. "Detektif yang menyelidiki kasus Louis?"
Noel dan Smith bertukar pandang sebelum akhirnya keduanya mengangguk bersamaan di depan Jeff. Pria bertubuh atletis itu lalu tersenyum lebar dan mengulurkan tangannya pada Smith. "Jeff." Ia lalu berpindah pada Noel setelah selesai berjabat tangan dengan Smith. "Kalian pasti Detektif Noel dan rekannya, Detektif Smith, bukan? Aku sudah mendengar banyak tentang kalian dari Alexandra. Dia sangat--"
"Bisakah aku menemui Stella sekarang?" potong Noel dengan tegas.
Ia lagi-lagi bersikap skeptis pada pandangan heran yang ditujukan Jeff untuknya. Sementara Smith hanya bisa tersenyum canggung pada Jeff karena sikap rekannya yang terkesan tidak sopan itu.
"Jeff?" Wanita bernama Stella itu lalu muncul dan menghampiri ketiga pria yang nyaris memiliki ukuran tinggi badan yang sama. "Aku mendengar namaku disebut-sebut di sini. Ada apa?" Dwi maniknya yang hitam lalu melihat Noel dan Smith bergantian. "Tampaknya ... polisi sedang mencariku, bukan?"
Selanjutnya Stella mempersilakan Noel dan Smith untuk masuk ke dalam ruangan yang biasa dijadikan tempat bersantai setelah pemotretan. Mereka duduk pada sofa panjang berwarna putih yang saling bersebrangan. Stella lalu menyilang kakinya dan memulai, "Jadi, seseorang bersaksi melihatku dan Louis memiliki hubungan khusus dan sering berkencan di club malam?" Ia menjeda sebelum terkekeh geli. "Orang itu pasti Alexandra, bukan? Apa kalian tahu dia baru saja menyerangku kemarin dengan alasan yang sama."
"Bukan dia. Alexandra justru baru mengetahuinya kemarin," bela Noel dengan nada dingin. "Aku tidak akan berbasa - basi sekarang. Jika kau mau bersikap kooperatif, kami pastikan semuanya akan berjalan mudah dan penyelidikan ini tidak akan mengganggu karirmu sebagai model."
Stella terbungkam sementara Smith memandang rekannya takjub.
"Apa kau sedang mengancamku, Detektif?"
Detektif bertubuh proposional itu kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap Stella lurus-lurus. "Apa kau benar-benar memiliki hubungan spesial dengan Louis Harrison, Nona Stella Winchester?"
Butuh sekitar satu atau dua menit keheningan sebelum akhirnya satu dehaman pelan terdengar dari wanita berambut pirang itu. "Aku ... aku tidak bersalah," ujarnya pelan. "Louis jatuh cinta padaku saat aku sudah lebih dulu mendambakannya. Kami saling menyukai dan kau tidak bisa menuntutku atas perasaan kami."
Smith terkejut dan melirik rekannya yang justru sama sekali tidak mengeluarkan ekspresi apapun. Noel hanya duduk, menatap lurus ke Stella dan mendesah pendek.
"Malam itu, dia berjanji akan menemuiku," lanjut Stella dengan nada sedih. "Kurasa dia mengalami kecelakaan saat hendak pergi ke rumahku karena lokasinya hanya beberapa meter lagi dari terowongan Metro."
"Apa dia menghubungimu sebelum kecelakaan?" tanya Smith.
Namun Stella menggeleng. "Kami bertemu beberapa jam sebelumnya dan ia berencana menikahiku dengan membatalkan pernikahannya malam itu," tuturnya sembari terisak. "Perasaanku ... aku tidak tahu bagaimana perasaanku malam itu. Aku menyesal, sedih, putus asa dan merasa marah pada diriku sendiri."
Noel membenarkan posisi duduknya sebelum kembali berkomentar, "Kau tahu kalau Alexandra adalah sahabatmu, bukan?"
Stella terkesiap, begitu juga dengan Smith. Namun keduanya tetap bungkam dan tidak bisa membalas ucapannya yang terdengar sarkatik.
"Louis adalah kekasih sahabatmu. Jadi, bagaimana kau bisa melakukan ini pada mereka berdua?"
Bukannya membuat suasana menjadi lebih baik, isak Stella justru pecah setelah Noel mengatakan hal itu dengan lugasnya. Stella jelas menyesal, tapi dia juga tidak sepenuhnya bersalah. "Louis memberiku mobil dan barang-barang mewah, tapi siapa sangka ia juga memberiku seluruh hatinya alih-alih memberikannya pada Alexandra?"
Noel mendengkus pendek. "Sayang sekali seorang wanita sepertimu ternyata suka mencuri."
"Noel!" Itu Smith, yang tidak tahan lagi dengan sikap Noel yang dirasa keterlaluan.
"Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan Alexandra saat tahu bahwa kekasih dan sahabatnya telah melakukan kejahatan besar?" Noel beranjak dari sofa dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Kau tahu apa yang lebih mengerikan daripada sebuah pembunuhan, Nona?" tanya Noel. "Saat seseorang yang paling kau percaya, justru menjadi satu-satunya yang paling besar menggoreskan luka." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro