Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• Delapan •

Louis Harrison's Mansion, Seattle.

02:00 pm.

"Tentu tidak, Detektif. Aku bukan seorang pendendam. Aku hanya tidak mengerti dengan sikap Tuan Muda yang tiba-tiba berubah."

Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Paul sebelum ia meminta izin untuk pergi ke toilet karena perutnya yang tiba-tiba merasa sakit.

Pria bertubuh kurus itu sudah meninggalkan ruang tamu selama lebih dari lima menit dan belum juga kembali sampai sekarang. Menyisakan Noel dan Smith berdua dengan ponsel Paul yang tak sengaja tertinggal di atas meja.

Benda berwarna hitam itu membangkitkan rasa penasaran di hati Noel. Ia harus memastikannya sendiri. Lalu detektif berkulit putih itu bangkit dan melompat ke sofa yang sebelumnya di duduki oleh Paul.

"Hey, apa yang kau lakukan?!" Smith terperanjat, tapi tetap berusaha merendahkan suaranya agar Paul tidak mendengarnya dari dalam kamar mandi.

Noel melirik pintu kamar mandi yang digunakan Paul beberapa detik sebelum berujar, "Awasi pria itu selagi aku memastikan sesuatu!" Noel pun segera memeriksa ponsel milik supir pribadi korban tanpa sepengetahuannya. Ia hanya menekan beberapa tombol dan layar ponsel tersebut sudah masuk ke tampilan menu. Paul tidak mengunci benda pintar itu dengan sebuah sandi, bukankah Noel sungguh beruntung?

Smith mengawasi pintu kamar mandi dengan gelisah. Sesekali melihat gerakan Noel di sebrangnya. "Bisakah kau sedikit lebih cepat, Noel?"

Tidak lama, suara kenop pintu yang diputar dari dalam terdengar oleh Smith. Ia pun buru-buru berseru, "Dia datang!"

Kemudian Noel meletakkan kembali ponsel Paul ke atas meja dan beranjak. Ia berjalan di belakang sofa dan berpura-pura memerhatikan beberapa piagam penghargaan yang terpampang di dinding.

Hanya sekitar tiga puluh detik saja untuk Noel menghindari Paul. Jika terlambat, ia pastilah sudah tertangkap basah. "Maaf membuat kalian menunggu," kata Paul begitu ia kembali. Noel pun melanjutkan kebohongannya dengan bersikap santai dan kembali duduk di tempatnya. Seolah tak ada apapun yang terjadi sebelumnya.

"Tidak apa, Mr. Paul," kata Smith. Suaranya sedikit bergetar, tapi Paul tak menyadari hal itu. Smith lalu bangkit dari sofa. "Terima kasih sudah bersikap kooperatif dalam penyelidikan ini. Kurasa kami akan pergi sekarang." Kemudian Noel ikut berdiri dan mengangguk setuju.

"Aku akan mengantar kalian untuk menemui Wayne," tawar Paul ramah.

"Tidak apa-apa, kami akan mencarinya sendiri." Noel tersenyum kecil. Namun sepertinya Paul tidak menyadarinya. "Sampai jumpa."

Kedua detektif itu kemudian berjalan menuju kebun yang dimiliki Louis di halaman depan. Aroma tanah basah menyeruak masuk dan menyambut penciuman keduanya begitu mereka menapakkan kaki di rerumputan yang luas. Pemandangan seperti mawar merah dan melati yang merekah sempurna juga langsung terlihat di hadapan mereka.

Wayne si tukang kebun, yang juga masih memiliki hubungan kerabat dengan Maria terlihat sibuk membersihkan kedua kakinya dengan air keran di sisi kebun dan sembari menunggunya selesai, Noel berujar, "Smith, menurutmu, Paul bagaimana?"

Smith menoleh. "Bagaimana apanya? Dia ramah dan hangat."

"Jika aku berkata dia berbohong, siapa yang akan kau percaya?"

Noel mengalihkan pandangannya pada Smith yang justru tengah mengerutkan dahinya dalam-dalam. "Apa maksudmu, Noel?" Smith memandangnya penuh selidik. "Apa yang kau temukan di dalam ponselnya tadi, omong-omong?"

"Dia membohongi kita," ungkap Noel singkat. "Dialah yang menyiapkan toyota camry putih itu sebelum Louis meninggalkan tempat ini."

"Apa?!"

"Maaf membuat kalian menunggu." Wayne datang dan menginterupsi pembicaraan.

Ia menghampiri Noel dan Smith dengan kaus oblong abu-abu lusuh dan celana jogger yang sedikit ternodai oleh tanah. Sementara kulitnya tampak kecokelatan karena berlama-lama di bawah sinar matahari. Wayne kemudian menjabat tangan Noel. "Wayne." lalu ke Smith. "Senang bertemu dengan kalian. Mau melihat-lihat?"

Wayne kemudian memimpin di depan. Sesekali tangannya yang setengah kotor meraba bunga-bunga terdekat sambil terus menjelaskan apa yang Louis simpan di dalam kebunnya tersebut. Kata Wayne, Louis suka sekali memandang kolam air angsa dari kamarnya di lantai dua. Ia juga selalu memuji tukang kebunnya itu karena bunga-bunga penuh warna yang selama ini ia rawat, membuat kebun di Mansion tampak cantik dan sempurna.

"Omong-omong, kapan terakhir kali kau melihat Louis, Wayne?" tanya Noel begitu mereka sampai di depan kolam air angsa.

Wayne lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. Kantung plastik hitam. Isinya adalah makanan para angsa itu. "Kurasa sebelum pesta dimulai, Detektif," katanya sembari menebar makanan angsa itu ke dalam kolam. "Tuan Muda terus berada di dalam dan aku di sekitar sini."

"Apakah ada yang aneh malam itu? Sesuatu yang mungkin tidak biasa dan mencurigakan?" lanjut Noel.

"Aku tidak yakin karena di tengah-tengah pesta, aku pergi ke halaman belakang untuk mempersiapkan panggangan. Mereka berniat memanggang daging-daging mahal malam itu," ucap Wayne sembari menyimpan kembali kantung plastik tersebut ke sakunya. "Tapi dari yang kudengar dari Maria, sebuah kekacauan terjadi dan beberapa tamu pergi setelah Tuan Muda pergi."

Smith menggumam. "Beberapa tamu?" dan menyilang kedua tangannya di dada. "Maksudmu, bukan hanya Louis yang meninggalkan pesta malam itu?"

Wayne mengangguk cepat. "Saat tahu ada keributan, aku berlari ke halaman depan dan melihat beberapa mobil ikut keluar bersama mobil Tuan Muda."

"Apa kau ingat wajah mereka?" Rasa penasaran sangat kentara di wajah Noel sekarang. "Atau setidaknya mobil yang mereka gunakan malam itu?"

Namun pemuda berusia 30 tahunan itu menggeleng. "Aku tidak tahu siapa mereka dan aku tidak berusaha menghapal merk-merk mobil itu."

Seattle Departments Police.

03:00 pm.

Pria dengan tinggi 182cm itu pun duduk dan menyandarkan kepalanya yang terasa pening di puncak kursi. Ia memijit pelipisnya perlahan dan berharap rasa sakit itu segera lenyap. Sedangkan rekannya duduk di sofa dan mencatat semua kesaksian yang mereka dapat di Mansion Louis, selagi menunggu Noel merasa lebih baik.

Namun tidak lama setelah mereka datang, seseorang justru datang dan mengetuk pintu dari luar. Pintu kemudian terbuka setelah Smith mengizinkannya masuk dan Alexandra-lah yang ada di sana. Ia datang dengan gaun merah muda tanpa lengan dan sepatu converse hitam yang membuatnya lebih casual.

"Nona Morran?"

Alexandra tersenyum dan duduk di sebelah Smith. "Alexandra saja." Ia lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa seperti di rumah dan tak menggubris pertanyaan Noel di belakangnya. Bagaimana tidak bosan, Noel selalu bertanya untuk apa dia datang dan blablabla. Bukankah sudah jelas bahwa Alexandra bergabung dalam penyelidikan ini untuk ikut menguak kebenarannya dari awal? "Kalian sudah berbicara dengan mereka? Menemukan sesuatu?"

Smith tersenyum lebar dan mengangguk cepat. "Ya, memang belum jelas. Tapi kami menemukan beberapa fakta tentang korban." Ia lalu beranjak dari sofa. "Perlukah aku memesankan minuman untukmu?"

Wanita berusia 25 tahun itu lalu mengibas-ngibaskan tangannya di udara sebelum bersedekap. "Tidak perlu, aku tidak akan lama." Smith pun kembali duduk di sebelahnya. "Fakta apa yang kalian temukan di sana omong-omong?"

"Fakta bahwa Louis tidak ingin menikahimu," sela Noel ketus. Alexandra berbalik dan menatap tak suka pada Noel yang ikut duduk di sofa sekarang. "Kau tidak tahu bahwa dia ingin membatalkan pernikahan kalian, bukan?"

"Ssh, Noel." Smith mendesis, memberi kode padanya agar tak membuka mulut besarnya itu.

Ada sorot marah dalam iris biru milik Alexandra saat ia tiba-tiba berdiri. Matanya beradu dengan netra cokelat Noel. Seraya mengepalkan tangan, menahan kesal, ia berseru, "Kau boleh membenciku atau apapun, tapi jangan berasumsi seperti itu di depanku!"

"Louis tidak ingin menikahimu. Sudah jelas, bukan?" Bukannya meredam suasana, Noel justru tersenyum miring dan menaikkan satu alisnya menantang. "Dia sama sekali tidak mencintai wanita manja sepertimu."

Alexandra kemudian menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai. "Cukup!" Lalu dirogohnya mini pouch berwarna senada yang dibawanya tadi untuk kemudian mengeluarkan sesuatu. Secarik kertas, lagi. "Aku seharusnya tahu kalau kau adalah orang paling tidak tahu diri yang pernah kutemui!" Ia melemparkan kertas yang sudah diremasnya hingga menjadi seperti bola karena kesal dan melemparnya tepat ke wajah Noel sebelum tubuhnya yang ramping meleos pergi meninggalkan ruangan.

Noel mendesah kasar. "Wanita sialan!"

"Hey, dia melemparimu dengan apa tadi?" tanya Smith.

Noel lalu tersadar dan buru-buru meraih bola kertas yang dilempar Alexandra dari lantai. Ia lalu membukanya dan menemukan beberapa nama di sana.

"Christian, Carl dan Nicole?"

Smith berdecak dan menggeleng tak habis pikir. "Dia datang untuk membantu lagi. Tapi kau malah memperlakukannya dengan kejam," tandas Smith seraya bangkit dari sofa. "Kau sangat kekanakan, Noel." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro