Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode Pertama

Arunika mengguyur subur bumi. Mengusik jiwa yang terlelap, membangunkan kota yang kembali sibuk. Jalanan aspal itu ramai, hiruk-piruk. Raksi biji kopi menyerbak memanja penghidu. Dengan sebuah roti gandum ditangan, manusia-manusia itu berjalan tergesa-gesa. Mengejar waktu yang enggan berhenti. Bus besar berkeliaran, sekali-dua berhenti menyapa penumpang berseragam.

Setiap insan menjalani takdirnya masing-masing, berbeda-beda tiap jiwanya. Merangkai kisah yang akan menjadi sebuah alur kehidupan. Terkadang berjalan manis, namun tak jarang pula buat gundah. Ada yang bisa menerima, pun sebaliknya.

Asap dari gulungan tembakau perlahan mengihang. Manik yang telah kehilangan cahaya itu menatap kosong baskara yang telah meninggi menduduki singgahsananya. Cahaya emas menyiram lembut kulit pucat sang tuan. Botol-botol tinggi berceceran, kosong. Meninggalkan gelas yang sudah tanggung isinya. Toji Fushiguro menghela napas panjang. Lagi-lagi ia terjaga sepanjang malam. Tak jenuh memandang bumantara gelap yang kembali terang. Mengamati lenggang menjadi ramai. Ia tak bercakap, namun bising di kepalanya enggan hilang.

Jarum jam masih berdetak, selalu mengejar langkah waktu. Tidak adil, jikalau berhenti barang sejenak, waktu tak sudi untuk menunggu. Meninggalkan kenangan dibelakang, menciptakan sebuah pertemuan, lalu perpisahan. Waktu selalu terlibat.

Dia bertanya, kapankah waktu akan berbaik hati untuk melihat kebelakang sebentar dan berjalan menghampiri kenangan-kenangan itu sekali saja? Memberikannya kesempatan untuk merengkuh tubuh hangat seseorang itu lagi. Meniti tiap lekuk garis wajahnya. Wanita yang selalu membawanya pada kenyamanan sebuah rasa sayang, mendedikasikan separuh hidupnya untuk mencintai seorang yang kosong, seperti Toji Fushiguro.

Sekali lagi asap putih keluar dari bibir pucat itu, perlahan lenyap. Kantung mata yang semakin menghitam menghias manik yang telah redup, surai yang bergerak dimainkan semilir angin terlihat kacau.

Upacara pemakaman telah usai seminggu lalu, namun hatinya masih belum usai. Bayangan indah rupa sang istri masih melekat pada angan. Lengkungan curva di bibir manisnya yang bersinar bak hangat penguasa siang, pipi bersemu semerah buah ceri, kontras dengan kulit menawan, telah berubah pucat pasi menghias kulit yang pucat pula. Terbaring dingin pada alas putih. Mimiknya teduh, seakan telah lepas dari beban dunia. Sang pujangga hati meninggalkannya. Seluruh hidup Toji seakan mati.

Botol-botol tinggi yang telah kosong tergeletak di lantai. Aroma wine sudah menyeruak kuat, namun tak memberikannya efek sedikitpun. Pikirannya sibuk membayangkan skenario yang akan terjadi jika raganya dihempas dari atas sini.

"Haruskah aku menyusulmu ke dunia sana, sayang?" tuan terkekeh pelan.

Melangkah lunglai menuju ranjang, merasakan hawa dingin yang menusuk hingga rangka. Indra pendengar tak akan lagi mendengar suara lembut yang menyapa. Tak ada lagi rengkuhan hangat yang menyambut. Tawa manis yang selalu menjadi pelipur kalbu, telah hilang bersamaan dengan kepergian sang tambatan hati. Pikiran pikiran negatif masih menghantui. Andai saja Toji lebih banyak menghabiskan waktu bersama wanitanya. Andai saja ia berada disamping sang istri di saat terakhirnya. Penyesalan datang seiring berjalannya waktu. Setiap detik, setiap menit, setiap jam. Toji Fushiguro kacau.

Surya semakin meninggi, namun tak menyangkal rasa kantuk yang kian menyerang. Perlahan pandangan semakin buram, lantas semuanya gelap.

***

Tirai putih menari bersama semilir angin. Bumantara gelap kembali menenggelamkan buana dalam sepi. Menghembuskan hawa dingin penghantar manusia ke alam mimpinya, namun tak semua. Ada pula yang masih terjaga, berteman dengan sunyi. Menyisakan lenggang dan netra yang senang menatap ribuan gemerlap permata langit.

Manik legam Toji Fushiguro perlahan terbuka. Atap kosong adalah hal pertama yang dirinya lihat. Jam yang tergantung pada dinding menunjukkan pukul dua belas. Pendar hangat purnama tanpa permisi masuk melalui pintu balkon yang terbuka. Rasa sakit menyerang kepala Toji ketika dirinya memaksakan untuk bangkit.

Kosong. Baik ruang tidur, maupun sukmanya. maka ia putuskan untuk menghisap batangan tembakau itu lagi. Namun karsanya terpendam kala ujung netra tak sengaja menangkap siluet bayangan pada balkon. Tertutup tirai putih. Nampak seperti bayangan hawa.

Tersentak, Toji kalut. Apakah istrinya telah kembali padanya? Masa bodoh jika nantinya itu hanyalah sebuah ilusi fana, ia hanya ingin merengkuh erat kekasihnya itu lagi.

Tirai tersibak. Semilir angin malam memainkan anak rambut yang berantakan. Dibawah binar ribuan permata langit, mata mereka saling menatap, dan episode pertama telah dimulai.

To be continued,
649 words
25 September 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro