Episode Ketiga
Untuk kesekian kalinya, netra hitam itu menyapa buana. menyaksikan lingkaran kehidupan yang terus berjalan. Ramai dibawah sana, para budak korporat itu memehuhi jalan aspal, berpencar di gedung-gedung tinggi. Bagaskara terlihat malu mengintip dari balik cakrawala, semburat jingganya lembut menghias mega.
Ingatan Toji berpindah pada malam tadi. seorang gadis yang tiba-tiba "tersesat" di balkon kamarnya, mengikutinya hingga ke bar, dan entah bagaimana mengingatkan akan janjinya, berbicara seolah tau semua. Lantas pergi begitu saja. (Full Name), Toji menyimpan banyak pertanyaan untuknya.
Tak menyangkal, tutur kata gadis itu sedikit mengangkat bebannya. Ia mungkin benar, mendiang sang istri tidak akan suka jika Toji hidup dalam keterpurukan, terus menerus terjebak dalam kesedihan tak berujung. Enggan menerima kenyataan bahwa setiap yang hidup akan mati. Entahlah, Toji seakan ingin berterimakasih pada (Name). Kini ia lebih bisa melepas istrinya walau belum sepenuhnya.
Tetapi apakah takdir akan membawa mereka pada pertemuan kedua? Meski sang gadis telah mengatakan bahwa mereka akan bertemu lagi, tak ada yang menjamin. Bisa saja hanyalah sebuah basa-basi penutup kata. Terlepas dari itu, masih ada sedikit harapan agar Toji bisa melihat paras ayu sang puan.
Semoga saja.
***
Waktu merangkak cepat, membawa bumi kembali pada kegelapan. Lampu-lampu berpendar, membuat kilau jika dilihat dari angkasa. Toji Fushiguro rebah, raganya lelah. Pun hatinya. Masih ada sedikit kekosongan disana. Awangnya hanyut dalam monolog diri. Sisi ranjang di sampingnya terasa dingin. Kali ini netranya enggan bekerja sama meski raganya lelah.
"Bisakah kita bertemu sekali lagi saja? Setidaknya ucapan terimakasih ini sampai padamu, (Full Name)." tangannya meraih botol kecil di nakas, mengambil satu pil obat tidur lantas menelannya. Terlelap.
***
"Tuan, bangun."
Toji Fushiguro mengerjap, silau pendar lampu menyapa.
"Selamat malam Tuan!" gigi putih ditampakkan, tersusun rapi menambah manis parasnya. Ia berdiri tepat disamping ranjang, masih menggunakan gaun yang sama. "Kita bertemu lagi."
Toji tertegun, wanita ini memang unik, hadir di tempat yang tak biasa. "Bagaimana kau bisa masuk?"
"Entahlah, mungkin tiba-tiba saja aku ada disini." Jawabnya enteng.
Tanpa sadar Toji tersenyum, tak dapat berbohong, dirinya merasa lega bertemu lagi dengan (Name). walau entah bagaimana cara gadis itu masuk ke apartemennya.
"Hari ini Tuan hendak ke mana?"
"Entahlah, aku sudah muak pergi ke bar."
(Name) tampak berpikir, "Danau."
"Apa?" Alis Toji mengerut.
"Kita pergi ke danau. Biasanya saya sering memandangi langit di danau."
"Terdengar membosankan."
"Oh ayolah, suara gemercik air ditengah kesunyian sangat indah untuk didengar. Belum lagi suara-suara kodok, mereka seolah-olah menyanyi bersama."
"Baiklah, lakukan seperti yang kau suka."
(Name) tersenyum puas, ada binar dimatanya. "Terimakasih!"
Kedua kali mereka berjalan beriringan dalam gelap. Nyanyian serangga musim panas menjadi pengiring langkah, saling tenggelam dalam pikiran masing masing.
"Apa Tuan tau kisah bulan dan matahari?" celetuk (Name) yang membuat lawan bicaranya menengok.
"Kenapa tiba-tiba bulan dan matahari?"
"Hanya asal mengambil topik bicara. Namun nyatanya itu kisah yang sangat indah. Dikisahkan mereka saling mencintai namun tak bisa berdampingan karna kuasa takdir. Bertemu pun, justru bumi yang kena imbasnya. Malang sekali." Puan mendongak, menatap bulan sabit yang menggantung pada angkasa malam, menatapnya sendu.
"Tapi matahari tetap bisa memberikan cahayanya pada bulan dan tetap membuatnya bersinar, bukan? Dan juga mereka sama sama punya ribuan bintang di langit sana."
Curva tebal itu melengkung, "Kau benar. Bulan dan matahari sama sama memiliki penggantinya. Mereka tak harus menganggung sepi sendirian."
"Mungkin memang maut memisahkan kalian, tapi saya yakin masing-masing dari kalian akan mendapatkan gantinya. Saya yakin."
To be continued,
555 words
30 September 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro