༺CHAPTER 4༻
Dingin seperti tersesat di hutan bersalju, [Name] benci hal seperti itu.
Ia ingat, dulu ada seseorang yang selalu memeluknya setiap ia merasa kedinginan.
"[Name], sudah lebih nyaman?"
Suara yang tidak asing itu, entah kenapa [Name] menyukainya.
Tapi, tidak.
Tidak hanya suaranya, [Name] juga menyukai pemilik suara itu.
"Jawab, Sanemi-san. Apakah kekuatan ini adalah berkah, ataukah sebuah kutukan?"
"Bagiku kekuatan mu itu bukan sebuah kutukan, dengan kekuatan itu kau sudah menolong banyak orang, jadi berhentilah mengalahkan semua yang terjadi atas dirimu dan juga kekuatanmu."
Secara tiba-tiba [Name] terbangun dari tidurnya.
"Apa yang barusan itu? Shinazugawa-san ada di mimpi ku," gumam [Name].
"Apanya?" sahut Sanemi, yang ternyata sedari tadi sudah ada di samping [Name].
"Shinazugawa-san? Kenapa ada di sini?"
"Apanya, ini kan rumahku."
[Name] tersentak, kemudian ia menatap sekelilingnya. Benar saat ini ia sedang berada di rumah Sanemi, lebih tepatnya di kamar tamu yang biasa [Name] pakai.
"Oh..?" gumam [Name].
"Kemarin kau tertidur saat bicara dengan istri Obanai."
[Name] mengangguk, ia menatap wajah Sanemi.
"Shinazugawa-san, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya [Name].
"Maksud mu?" Sanemi balik bertanya.
"Akhir-akhir ini aku bermimpi hal-hal aneh ... Dan merasa nyaman setiap saat aku bersamamu."
Sanemi terdiam, ia menundukkan kepalanya, matanya sedikit bergetar, tapi [Name] tidak mengerti apa maksud dari tatapan itu.
"Tidurlah lagi, ini masih tengah malam," ucap Sanemi, sebelum ia bangkit dan meninggalkan [Name].
─🌹🗡️🌹─
Hari terus berlalu seperti biasa, namun akhir-akhir ini [Name] sering melamunkan hal yang terjadi berulang kali di dalam mimpinya.
Apa hubungannya dengan Sanemi?
Ia bahkan baru-baru saja mengenal dekat Sanemi, tapi kenapa rasanya seperti sedang bernostalgia?
Rasanya seperti ia sudah lama mengenal Sanemi.
"Oi!"
[Name] tersentak dari lamunannya ketika Sanemi berteriak, seperti biasa.
"Shinazugawa-san?" [Name] segera berlari menghampiri Sanemi yang datang selepas kerja, ia membawa sebuah tas berisi belanjaan yang [Name] pesan.
Salahkan Sanemi yang ingin [Name] memasak ini dan itu sebagai bayaran karena [Name] tinggal di rumah Sanemi.
"Hari ini aku sudah membuat ohagi kesukaanmu," ucap [Name].
"Ohagi?" sahut Sanemi, terlihat sedikit bersemangat. Mungkin karena makanan kesukaannya?
[Name] mengangguk.
"Shinazugawa-san... Ku pikir aku akan mulai tinggal sendiri minggu depan," ucap [Name], sementara Sanemi sedang melahap ohagi.
"Apa kau bilang?" seketika Sanemi berhenti makan, ia menatap lekat wajah [Name].
"Aku akan tinggal sendiri, mau bagaimanapun, aku dan Shinazugawa-san tidak memiliki hubungan apa-apa, tidak baik jika kita terlalu dekat," ucap [Name], ia berjalan menuju kulkas dan mulai menyusun belanjaan yang Sanemi beli.
"Bukankah kita pernah membicarakan tentang ini?" tanya Sanemi, kembali melahap ohagi kesukaannya.
"Shinazugawa-san, bukankah kau bilang aku akan tinggal sampai kesehatan mental ku menjadi stabil? Hasil pemeriksaan nya sudah stabil, itu berarti aku bisa─" kalimat [Name] terhenti ketika Sanemi berada tepat di depan [Name].
─🌹🗡️🌹─
Genya menatap Sanemi dengan khawatir, Sanemi terlihat... Berada di mood yang buruk beberapa hari terakhir.
"Aniki, kau baik-baik saja?" akhirnya Genya buka suara.
Sanemi menoleh setelah ia menghela napas berat dan mengusap wajahnya, "Ya."
"Aniki, sepertinya akhir-akhir ini kau sedang tidak baik-baik saja," ucap Genya lagi, masih berusaha untuk mengetahui apa yang Sanemi pikirkan.
Sanemi kembali menghela napas, "Kau ingat gadis dari korban kecelakaan waktu itu?"
"Iya," sahut Genya.
"Dia akan pindah besok," ucap Sanemi, pundung.
"Apakah kesehatannya sudah stabil? Syukurlah," sahut Genya, namun sepertinya ia tidak menangkap alasan kenapa Sanemi pundung.
"Lalu, kenapa Aniki seperti tidak bersemangat? Bukankah Aniki sekarang sudah bisa kembali be────Tunggu! Apa jangan-jangan?! Aniki menyukai gadis itu?!"
Wajah Sanemi seketika memerah, merah seperti tomat.
"HAH?! A──AKU TIDAK!! AKU TIDAK JATUH CINTA PADANYA!!" sahut Sanemi, dengan sangat panik.
"MAU DI LIHAT DARIMANAPUN ANIKI SEDANG JATUH CINTA! ANIKI SEDIH KARENA DIA PINDAH?!" sahut Genya, tidak kalah menggelegar daripada suara Sanemi.
Sanemi kembali mengusap wajahnya dengan tangannya.
Seorang Sanemi jatuh cinta?
SEORANG SANEMI?!
Baginya dunia sudah kiamat, tidak mungkin ia jatuh cinta kepada [Name], terlebih sejak awal ia berpikir ia hanya merasa simpati kepada [Name].
"Apakah dia pergi atas kemauannya sendiri?" tanya Genya, kemudian Sanemi mengangguk.
"Ya, dan dia bilang sebaiknya kita tidak sedekat ini, kita tidak punya hubungan apapun."
Genya turut berduka cita atas hari patah hati untuk Sanemi karena sudah di tolak mentah-mentah oleh seorang gadis pada saat sekian purnama akhirnya Sanemi jatuh cinta.
"Tapi Shiranui-san mengatakan hal yang benar. Bukankah aneh bagi seorang perempuan dan laki-laki yang tidak punya hubungan apapun tapi tinggal bersama? Meskipun polisi, Aniki tetap bisa dilaporkan dengan kasus," ucap Genya, ia prihatin pada Aniki -nya, tapi mau bagaimana lagi, kan?
"Aku merasa aneh, rasanya aku tidak ingin melepaskannya, rasanya seperti nostalgia. Aku juga pernah menanyakan nya dan dia mengatakan hal yang sama," gumam Sanemi, ia mengusap rambutnya dengan frustasi sambil mengucapkan kalimat tercela.
"Memang benar, aku juga merasakan hal yang sama saat aku menatap Shiranui-san, rasanya seperti dulu sekali, aku pernah berbicara akrab dengannya," sahut Genya.
Sanemi menatap jam yang kini telah menandakan jam bekerja nya telah usai, ia berjalan menuju ponselnya dan melihat sebuah pesan masuk, dari [Name].
🍃Shiranui [Name] :
Aku akan berangkat sekarang.
👨🏻✈️Shinazugawa Sanemi :
Aku akan mengantarmu.
🍃Shiranui [Name] :
Aku bukan anak kecil, aku bisa sendiri.
👨🏻✈️Shinazugawa Sanemi :
Kau masih bocah di mata ku
Sudahlah, tunggu aku pulang.
Setelah bersiap-siap, Sanemi pun berjalan pulang, namun matanya tidak sengaja mendapati sesuatu.
─🌹🗡️🌹─
"Tadaima," gumam Sanemi dengan lelah, lesu, lunglai, tidak bersemangat.
"Okaeri," sahut [Name], yang sudah siap dengan koper miliknya dan semua barang miliknya yang akan ia bawa.
"Kau benar-benar akan pergi?" tanya Sanemi, mencoba untuk membuat [Name] goyah.
[Name] mengangguk, sama sekali tidak goyah.
"Terima kasih banyak karena selama ini telah merawatku, aku harap aku bisa membalas semua kebaikanmu, Shinazugawa-san," ucap [Name] sebelum ia membungkuk hormat.
"Tidak perlu begitu, ini bagian dari tugasku," sahut Sanemi sambil bergumam, ia mengalihkan pandangannya sembari menghela napas berat.
"Sebelum pergi, kemari, mendekat."
[Name] menatap Sanemi sesaat, sebelum akhirnya ia mendekat dengan ragu-ragu.
"Tidak perlu menatapku dengan tatapan seperti itu, aku tidak akan macam-macam."
Sial, [Name] lupa kalau Sanemi ini seperti punya indra keenam, yaitu membaca ekspresi tersembunyi orang lain.
"Apa lagi yang kau──"
[Name] terbelalak ketika Sanemi tiba-tiba memeluknya dengan erat, tanpa sepatah kata.
[Name] mencoba melepaskan diri, jantungnya berdetak dengan sangat kencang sampai-sampai rasanya ia ingin pingsan.
"Shinazugawa-san? Tunggu!"
"Diam, [Name]. Sebentar saja."
―――――――――――――――――
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro