Yuki -- Sisi Lain Yamazaki Reina
"Apa kematian Erina, Minami, dan Paman ada hubungannya dengan ini?"
"Menurutmu?"
Aku sangat kesal mendengar pertanyaannya. Aku kemudian langsung menghampirinya dan menarik kerah kamejanya. "Jelaskan semuanya padaku, sekarang juga!" ucapku memaksa.
"Hahaha." badut itu hanya tertawa, tapi, kali ini aku semakin keras menarik kerah bajunya.
"Baiklah-baiklah... akan ku jelaskan semuanya, tapi pertama-tama lepaskan tanganmu."
Aku pun melepaskan tanganku, setidaknya dia sudah berjanji untuk menjelaskannya padaku.
"Mulai dari mana ya..," gumam badut itu, "bagaimana kalau kau bertanya apa saja padaku? Aku pasti akan menjawabnya." Ucapnya kemudian.
"Apa kau yang membunuh mereka?" tanyaku to the point.
"Aku bukan pembunuh, malahan aku menyelamatkan hidupmu." Sanggah badut itu.
"Lalu bagaimana dengan mimpi buruk yang kau tunjukan? Kau yang mendatangkan mimpi buruk itu, 'kan? Sudah pasti kau yang membunuh mereka?"
"Kau salah paham tentangku, untuk apa juga aku mengotori tanganku? Terlebih lagi, untuk manusia seperti kalian? Jangan bercanda." ucap badut itu tidak terima.
"Erina, Minami, dan Pamanmu itu tetap akan mati, mereka akan mati dengan penyebab yang sama, ditembak, ditabrak truk, dibunuh oleh musuh, semuanya tetap akan sama. Hanya saja," badut itu kembali menyeringai.
"Hanya saja?"
"Aku mempercepat waktunya."
"Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi padamu. Untuk apa kau mengganggu hidupku, huh?" ucapku kesal. Bagiku sama saja, dialah penyebab semua ini.
"Berhenti menyalahkan aku, Yamazaki Reina. Ini adalah bayaran karena membuat janji denganku. Bukankah sudah kuingatkan padamu kalau kau akan menyesal?"
Aku mematung seketika. Apa yang dia katakan benar, ini salahku, dan sekarang nasi sudah menjadi bubur, aku tidak bisa lagi merubahnya.
"Siapa kau sebenarnya?" aku kehabisan pertanyaan, hanya itu yang tiba-tiba terlintas di kepalaku, dan aku mengucapkannya tanpa sadar.
"Aku tidak tahu bagaimana manusia memanggil kami, tapi kau bisa memanggilku sesukamu."
"Jawaban seperti apa itu?"
"Baiklah-baiklah, bagaimana kalau begini saja, karena di luar sedang turun salju, jadi kau bisa memanggilku Yuki."
"Kau!" Badut itu benar-benar membuatku kesal.
"Kau ini mudah sekali marah, aku pikir kau adalah gadis yang ramah."
"Aku hanya akan ramah pada manusia, bukan iblis sepertimu."
"Hahah, kau sangat lucu... lalu, bagaimana dengan pilihannya?"
"Jika aku memilih pilihan pertama, apa orang-orang di sekelilingku akan tetap hidup?"
Ya, saat ini aku berpikir untuk memilih pilihan pertama. Walaupun lima tahun kemudian badut itu akan datang lagi dan memakan jiwaku, aku pikir itu lebih baik dari pada harus melihat kematian orang-orang terdekatku.
"Tentu saja. Tapi, apa kau yakin?"
"Tentang apa?"
"Membiarkan kasus pembunuhan adikmu begitu saja, apa kau yakin dengan itu?" Badut itu kembali menyeringai.
"Polisi sudah menangkap pelakunya, tinggal tunggu waktu sampai orang itu ditahan."
"Tidak ada yang akan ditahan, lagipula musuh pamanmu itu bisa mengendalikan orang lain dengan uangnya. Dan juga, bukan dia yang membunuh Erina."
Apa yang baru saja ia katakan? Orang itu bukan yang membunuh Erina? Lalu siapa lagi? Apa ada orang lain yang membenci keluargaku?
“Kau pasti berbohong , ‘kan? Apa buktinya kalau orang itu bukan pelaku dari pembunuhan adikku?” tanyaku tidak percaya.
“Tenang saja, aku tidak mungkin berbohong, sejak kita bertemu aku selalu mengatakan kebenaran padamu, ‘kan?” ucap badut itu sambil menatap lurus kepadaku, seakan meyakinkanku bahwa dia tidak berbohong. Itu membuatku semakin ragu dengan diriku sendiri.
“Kalau kau masih tidak percaya padaku, cobalah untuk tetap tidak melupakan apapun selama lima tahun ke depan, dan kau akan mengetahui siapa pelakunya, kau bahkan bisa balas dendam kepada mereka, bagaimana?” tantang badut itu.
Aku terdiam sesaat memikirkan perkataannya. Saat ini isi pikiranku ditutupi dengan rasa kehilanganku pada adikku. "Katakan padaku sekarang! Siapa yang membunuh adikku? Dan setelah itu, biarkan aku tenang untuk 5 tahun ke depan, kau bisa memakan jiwaku kapan saja kau mau, tapi beritahu padaku siapa pembunuhnya!" balas ku mencoba menawar kepada badut itu.
"Ayolah, kau jangan terlalu serakah, Yamazaki Erina. Kau ingin mengetahui siapa pelakunya, tapi kau juga ingin tenang untuk 5 tahun ke depan? Jangan buat aku tertawa! Kalau kau ingin melupakan semuanya, maka lupakan saja, dan hiduplah dalam mimpi indah yang palsu itu, hahaha.” Jawab badut itu sembari tertawa mengejekku
"Aku tidak akan melupakannya!" Aku terpancing perkataannya dan langsung memutuskan semuanya. Aku tidak akan membiarkan siapapun yang melukai Erina bebas, dia harus ditangkap, dan aku sendirilah yang harus menangkapnya.
Kulihat senyum penuh kepuasan terpahat di wajah badut itu. Menandakan ia telah berhasil menghasut aku, tapi selama itu untuk Erina, semua akan aku lakukan, termasuk mengotori tanganku sendiri.
"Manusia benar-benar makhluk yang unik ya." Ucap badut itu kemudian ia menghilang bersamaan dengan hembusan angin.
***
Aku mulai menjalani hari-hari seperti biasa, hanya saja kali ini ada badut bernama Yuki yang selalu menggangguku.
Yuki tidak bisa terlihat oleh siapapun, hanya aku yang bisa melihatnya. Yuki juga pernah mengatakan, jika ada yang bisa melihatnya selain diriku, sudah pasti orang itu telah membuat janji dengan badut yang lain. Tentang gelang yang kupakai, itu adalah gelang perjanjian. Gelang itu akan hilang saat Yuki berhasil memakan jiwaku atau saat aku berhasil bebas dari Yuki.
Selama beberapa hari ini aku belum mendapati kematian siapapun. Kata Yuki dia sedang malas melakukannya, jadi dia akan menundanya. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran badut aneh itu. Kebiasaannya hanya bermalas-malasan dan menggangguku. Berkat dia aku tidak takut lagi dengan yang namanya hantu, karena dia selalu menakutiku hampir setiap malam, sehingga aku yang awalnya ketakutan menjadi bosan.
Namun, hari-hari damaiku akhirnya berakhir setelah tiga hari kemudian. Bibiku, orang yang sudah kuanggap ibuku sendiri, dia mati bunuh diri. Bibi bunuh diri karena mendengar berita bahwa tersangka utama yang membunuh pamanku dibebaskan tanpa syarat.
Benar apa yang dikatakan Yuki sebelumnya tentang orang, uang memang bisa mengendalikan manusia, dan orang itu menggunakan uangnya untuk mengendalikan hukum yang ada.
Aku sangat terpukul karena kematian Bibi, terlebih saat melihat kedua anaknya, aku sangat sedih. Aku seperti melihat diriku dan Erina saat masih kecil, orang tua kami meninggal saat kami seumuran mereka.
Mereka berdua akan dirawat oleh keluarga bibiku. Mereka sempat mengajakku, tapi aku memilih untuk tinggal di tempat yang jauh dari mereka.
Aku minta izin untuk tinggal di Osaka, untung saja mereka mengizinkanku. Aku hanya ingin jauh dari orang-orang yang kukenal.
"Ayolah, kalau kau ke Osaka nanti tidak seru lagi." Kata Yuki kesal.
"Apa maksudmu dengan tidak seru?" tanyaku pada Yuki, sambil mengatur bajuku ke dalam tas yang akan aku bawa ke Osaka.
"Nanti aku tidak punya hiburan lagi, aku ingin melihatmu menangis saat orang-orang terdekatmu mati satu persatu. Kalau di Osaka sangat sedikit orang yang kau kenal."
"Begitukah? Kalau begitu baguslah, mimpi burukku bisa berkurang sedikit."
"Dasar curang," ucap Yuki mengejekku. "Tapi, apa kau yakin akan membiarkannya?"
"Membiarkan apa?"
"Orang yang sudah membunuh pamanmu."
Perkataan Yuki sejenak membuatku tertawa, "Apa kau bercanda?" tanyaku padanya sambil mengeluarkan sebilah pisau dari tasku. "Sudah pasti aku tidak akan membiarkannya."
Kulihat Yuki tersenyum puas, dia benar-benar berhasil mengubahku menjadi iblis.
***
Sebelum pergi, aku juga sempat berpamitan kepada Momo dan teman-teman sekelasku, dan para tetanggaku. Mereka terlihat sedih, terlebih lagi Momo, setelah kepergian Minami untuk selamanya, sekarang akulah yang akan pindah ke Osaka, menjauh darinya.
Malam ini juga aku akan berangkat ke Osaka. Untuk pergi ke sana aku harus menaiki kereta Shinkansen, tapi sebelum itu, aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah seseorang yang tidak terlalu kukenal. Pamanlah yang mengenalnya dengan pasti, karena dia sangat membenci pamanku.
Rumah orang itu benar-benar sangat megah, aku tertawa hambar saat mengingat kalau rumah semegah itu didapati dari penghasilan yang kotor.
Rumah sebesar itu sudah pasti mempunyai satpam. Aku tidak mungkin bisa lolos apabila Yuki tidak mengalihkan perhatiannya. Sepertinya kali ini aku harus berterimakasih pada badut sialan itu.
Aku perlahan masuk melewati pagar rumah itu, huwaa... halamannya sangat besar dan terlihat sangat bersih, aku sempat kagum untuk sesaat.
Aku terus memasukinya, dan saat di depan pintu rumah itu, aku mendorong pintunya sedikit. Bodoh, mereka terlalu percaya dengan satpam sampai tidak mengunci rumah sebesar ini, apa mereka tidak takut dengan pencuri yang bisa saja mengambil semua harta mereka? Tapi untung saja yang masuk hanya aku, aku tidak ada niat untuk mencuri harta mereka.
Perlahan namun pasti aku mulai memasuki rumah itu, sampai aku tiba di sebuah ruangan yang bisa kutebak itu adalah ruangan keluarga. Ruangan itu gelap dan hanya disinari cahaya TV yang terbilang sangat besar. Bisa kutebak itu adalah Sharp LB-1085, LCD TV yang angka penjualannya mencapai miliaran. Benar-benar keluarga yang kaya.
Kulihat dari belakang, seorang pria paruh baya dan seorang perempuan yang merupakan istrinya sedang tertawa sambil memperhatikan TV itu. Aku sempat mengurungkan niatku yang sebenarnya saat melihat mereka tertawa. Tapi, aku mengubah pemikiranku saat mendengar pembicaraan mereka.
"Jadi bagaimana dengan keluarga Yamazaki itu?" tanya sang istri pada suaminya.
"Urusanku dengan mereka sudah selesai, untung saja para polisi itu bisa kubayar untuk tetap diam."
"Hahah, kau benar-benar hebat, sayangku."
"Tentu saja."
"Tapi, kemarin aku melihat berita kalau istrinya bunuh diri."
"Ohh, dia? Lebih bagus, itu mengurangi pekerjaanku." Ucap lelaki itu santai sambil tertawa puas.
Menyebalkan, ini sangat menyebalkan. Mendengar pembicaraan mereka saja sudah hampir membuatku muntah, sangat biadab. Aku perlahan mengeluarkan pisau yang daritadi kusiapkan di kantong celanaku. Perlahan aku melangkah mendekati mereka yang masih saja tertawa dan tidak menyadari keberadaanku.
Saat aku tepat di belakang mereka, "apakah itu menyenangkan?"
Sesaat mereka berbalik untuk melihat siapa yang baru saja berbicara.
"Si-siapa kau?" tanya lelaki itu gemetar saat melihat pisau di tanganku.
"Saat menghabisi nyawa orang lain, apakah itu menyenangkan?" Aku semakin tinggi mengangkat pisau itu, kutunjukkan pada mereka seringaiku.
"Si-siapa kau, dasar bocah sialan, bagaiman kau bisa masuk ke dalam sini?" tanya mereka panik sambil berdiri lalu melangkah mundur menjauhiku.
Aku kemudian berjalan ke sebelah kanan untuk memutari sofa besar mereka, perlahan namun pasti aku terus mendekati mereka yang tampak ketakutan.
"Ayolah, katakan padaku, apakah itu menyenangkan? Kulihat kalian tertawa, ayo katakan padaku..," ucapku memelas, tapi ternyata itu membuat mereka semakin ketakutan.
Istrinya lalu terduduk, rupanya ia sangat ketakutan. Hahah, ini benar-benar menghibur, sekarang aku tahu apa yang dirasakan Yuki saat menakutiku.
Suaminya semakin menjauh, dan aku semakin mendekat ke arah istrinya. Kulihat wajah ketakutannya, aku tidak bisa menahan tawaku.
Tapi, saat bermain sudah selesai, aku tidak mau terlambat ke stasiun kereta api. Aku berjongkok dan menatap istrinya, dengan cepat kusayat lehernya menggunakan pisau itu. Tidak lama kemudian dia tergeletak di lantai, kulihat dia menggeliat, tidak bisa kutahan rasa senangku saat melihat pemandangan itu. "Itu adalah hadiah untukmu yang sudah menertawakan bibiku."
Aku kemudian melihat ke arah suaminya yang dari tadi terus menggedor pintu ruangan yang sudah aku kunci. Aku mulai berjalan mendekatinya, sangat lucu saat melihat lelaki paruh baya itu menangis ketakutan. Dasar pengecut.
Aku kemudian berdiri di depannya, kutusukkan pisau itu ke perutnya, dia terlihat kesakitan. Masa bodoh dengan yang dia rasakan saat ini, pasti seperti itu dia memperlakukan paman saat kematiannya.
"Reina, keretanya akan berangkat 20 menit lagi." Ucap Yuki yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
"Kau menggangguku Yuki. Yasudah, akan kuselesaikan sekarang." Aku lalu mencabut pisau itu dari perutnya dan langsung menusuk pisau itu tepat ke jantungnya. "Ini adalah hadiahku padamu, karena sudah membunuh pamanku." Ucapku sambil tersenyum padanya.
"Reina, ini tasmu." Yuki memberikan tas yang berisi baju-bajuku.
"Maaf menyusahkanmu. Dan juga, apa kau bisa mengurus ini?" tanyaku sambil menunjukkan pisau yang kupakai untuk menghabisi mereka berdua.
"Itu adalah hal yang mudah." Yuki lalu mengambil pisau itu, dan dengan ajaibnya pisau itu menghilang.
Sekarang aku mengerti apa maksud Yuki sebenarnya. Aku bisa mengatakan dia adalah iblis, dia sangat menyukai jiwa manusia, dan juga hiburan baginya adalah saat melihat manusia berubah menjadi seperti mereka. Dengan mimpi buruk yang diberikan Yuki padaku, dia mengubah aku yang dulunya gadis yang baik hati menjadi seorang iblis sepertinya.
Namun, sekarang aku tidak peduli lagi, kematian Erina membutakan mata hatiku. Jika saja aku tidak bertemu dengan Yuki, aku pasti tidak akan tahu kebenaran dibalik kematian adikku. Jika aku tidak bertemu Yuki, aku pasti akan tetap menjadi gadis yang baik hati, aku mungkin akan membiarkan pembunuh Erina lolos begitu saja. Tapi untung saja aku bertemu dengannya, seorang pemuda dengan wajah setengah mirip badut yang menamai dirinya dengan sebutan Yuki.
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro