Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Siapa Dia? -- Sisi Lain Yamazaki Reina

29 Agustus 2016

Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah libur musim panas, semua orang menyambutku saat aku memasuki gerbang sekolah, mereka adalah orang-orang yang mengaku sebagai penggemarku.

Saat aku memasuki kelas, semuanya menjadi hening. Sebenarnya ini bukan hal yang jarang terjadi, entah kenapa setiap pagi saat aku masuk ke dalam kelas, mereka semua akan diam dengan sendirinya. Untuk menghilangkan rasa canggungku, aku pun menyapa mereka.

"Selamat pagi semuanya." Sapaku dengan memperlihatkan senyum palsu.

Saat aku melihat ke tempat dimana aku akan duduk, aku melihat Hitoshi dan temannya sedang berbicara. Temannya itu lantas melihat ke arahku. Aku mengenalnya, dia adalah Takata Akio, kakak kelasku. Orangnya sangat baik, setiap pagi ia selalu memberikanku bekal yang ia buat, bekalnya juga sangat lezat.

Kudengar banyak yang tidak menyukainya karena ia selalu ikut campur dengan urusan orang lain, mungkin karena dia adalah ketua dari klub pencari misteri di sekolah kami.

Kebanyakan dari mereka yang membencinya adalah para sampah sekolah, setidaknya begitulah aku memanggil mereka. Mereka adalah orang-orang yang biasanya melakukan hal yang tidak senonoh di sekitar sekolah, ada yang merokok, bahkan sampai memakai narkoba, dan Akio yang selalu menangkap mereka.

Kelebihan sekolah ini adalah para siswanya yang pintar dan selalu meraih penghargaan, tapi kelemahan sekolah ini adalah sebagian besar dari para siswanya adalah pembuat onar. Yah, walaupun sekolah kami tidak separah sekolah dari anime Beelzebub.

Dari kasus perundungan, narkoba, pelecehan, bunuh diri, bahkan pembunuhan, sering terjadi di sekolah ini. Contohnya beberapa tahun yang lalu, seorang wakil kepala sekolah dibunuh oleh seorang siswa perempuan, siswa tersebut mengaku hampir dilecehkan. Setahun kemudian, ia ditemukan bunuh diri di kamarnya, menurut informasi yang kudapatkan, siswa itu stres karena selalu dirundung teman-temannya. Semua informasi itu aku dapatkan dari akun di media sosial yang memuat tentang sekolah kami.

"Reina?" lamunanku dibuyarkan oleh kehadiran Akio yang sudah di depanku sambil menawarkan sekotak makan siang padaku.

"Terimakasih Akio-senpai*." Ucapku berterimakasih, sambil mengambilnya. Aku merasa tidak enak hati kalau menolak pemberiannya.

Aku tahu apa yang dirasakan Akio padaku, namun sayangnya aku tidak bisa membalasnya. Bukan karena rupa atau sifatnya, dia adalah orang yang baik dan selalu peduli pada semua orang, dia juga lumayan tampan bagiku. Hanya saja, kegelapan dalam hatiku benar-benar sudah menyebar, sampai-sampai aku tidak bisa merasakan yang namanya cinta.

Kulihat Akio-senpai keluar dari kelasku karena bel masuk sudah berbunyi. Aku pun bergegas ke tempat dudukku sebelum guru masuk ke kelas.

Oh iya, satu lagi yang terus menarik perhatianku saat di depan kelas adalah Taniguchi Hitoshi. Dia duduk tepat di sebelahku. Oh tidak, jika saja ini bukan di dalam kelas aku pasti sudah membunuhnya sekarang juga, tapi sekuat mungkin aku menahan emosiku saat melihat wajahnya.

***

Ketika bel istirahat berbunyi, aku memilih makan siang di tempatku duduk. Bekal yang aku masak tadi pagi sebelum ke sekolah sengaja aku simpan dan memilih untuk memakan bekal yang dibuatkan oleh Akio-senpai padaku.

Di sampingku ada Hitoshi dan temannya yang memakai kacamata, mereka rupanya juga memakan bekal mereka di dalam kelas. Tidak berapa lama, dua orang siswa perempuan yang waktu itu sempat merundung Takaki masuk ke dalam kelasku dan menghampiri Hitoshi.

Aku ingin tertawa saat mendengar percakapan mereka. Salah seorang yang memakai name tag bertuliskan Miyamoto Sasa, dia sangat keras kepala saat meminta Hitoshi untuk datang ke halaman belakang sekolah saat pelajaran selesai. Bisa kutebak, dia pasti ingin menyatakan perasaannya kepada Hitoshi, tapi sayangnya Hitoshi terus menolak ajakannya.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh perkataan Hitoshi pada kedua orang itu. Hitoshi mengatakan kalau dia akan pulang denganku, dia berbohong menggunakan namaku. Ajaibnya kedua orang itu langsung pergi setelah mendengar namaku, benar-benar aneh.

Aku lalu menatap Hitoshi untuk meminta jawaban, dia hanya berkata, "aku hanya ingin makan dengan tenang."

"Dasar, seharusnya kau minta izin dulu kalau mau menyeret namaku." balasku sedikit kesal, lalu melanjutkan acara makanku.

Namun, aku berterimakasih pada Hitoshi, karena dialah aku semakin leluasa untuk membunuh dirinya sendiri sepulang sekolah tanpa memikirkan akan ada para penggemarnya yang mengikutinya.

***

Saat jam pelajaran kembali di mulai, aku tidak tahan ingin ke toilet, dan bergegas meminta izin untuk buang air kecil.

Selesai dari toilet aku berniat langsung ke kelas. Namun, saat aku membuka pintu toilet, aku mendapati Miyamoto Sasa dan temannya yang selalu bersamanya tengah menungguku di luar. Miyamoto langsung menarik rambutku, membuat aku kaget sekaligus meringis kesakitan. Kulihat tidak ada satupun orang yang ada di sekitar kami, rupanya mereka sudah memperkirakannya.

"Kau ingin tahu salahmu apa, huh?" tanya Miyamoto sambil terus menarik rambutku.

"Lepaskan tanganmu!" Perintahku sambil mencoba menahan tangannya.

"Berani-beraninya kau mendekati lelakiku, kau akan-aw!" ringisnya kesakitan saat aku memutar tangannya yang menarik rambutku.

"Apa mau kalian, huh?" tanyaku pada mereka. Kulihat mereka mundur perlahan. Ah, pasti aku sudah menakuti mereka dengan aura iblisku.

"Heh, jangan mentang-mentang kau adalah idola sekolah kau bisa berbuat seenaknya," kali ini perempuan dengan name tag Ueda Ayano yang berbicara.

"Jangan berani-berani kau mendekati Taniguchi Hitoshi, atau kau akan merasakan akibatnya." Lanjutnya mengancamku. "Kau harus menjauh darinya kalau tidak ingin nasibmu sama dengan si kutu buku itu."

Tunggu sebentar, kutu buku? Mungkinkah itu, "Takaki Anda?"

"Siapa lagi kalau bukan dia? Tch, berani-beraninya dia menyatakan perasaanya pada calon suamiku." Kali ini yang berbicara adalah Miyamoto Sasa.

"Apa... bukankah Takaki bunuh diri karena cintanya ditolak?" tanyaku pada mereka berdua, hanya sekedar ingin tahu apa pendapat mereka tentang kematian Takaki.

"Bunuh diri? Hahaha, dari pada bunuh diri mungkin yang benar adalah dibunuh."

Aku terkejut mendengar perkataan Miyamoto, dibunuh? Oleh siapa?

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak perlu tahu, yang harus kau tahu hanyalah kamilah yang membunuhnya karena berani mendekati pacarku. Oleh karena itu kau harus menjauhi Taniguchi Hitoshi kalau tidak ingin bernasib sama dengannya." Ucap Miyamoto mengancamku.

Rahangku mengeras saat mendengar perkataannya, dadaku terasa sesak, aku sangat marah saat ini. Tanganku sudah tidak sabar ingin mencekik leher mereka, tapi sayangnya aku harua mencari waktu dan tempat yang aman agar aku tidak menjadi tersangka.

Kuhirup napas yang dalam lalu kuhembuskan, sekedar untuk menenangkan pikiranku. "Kalau begitu, aku akan pacaran dengan Taniguchi Hitoshi mulai hari ini, lagi pula dia orang yang tampan, dan sepertinya dia juga menyukaiku." Kataku kepada mereka dan berhasil membuat mereka kesal.

Kulihat Ueda mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang selalu ia bawa, itu adalah pisau lipat. Dia mengarahkan pisau itu ke leherku, sehingga membuat tubuhku terhempas ke dinding.

Kulirik tangannya yang sedang memegang pisau. Hahah, bahkan cara memegang pisau saja dia sudah salah, dan berani mengancamku? Bukannya ketakutan aku malah tersenyum menanggapinya.

"Kau harus diberi pelajaran!" ucap Ueda dengan sorot mata penuh kebencian, "setelah pulang sekolah, datanglah ke gudang! Kalau kau tidak datang, kau akan tahu akibatnya." Lanjutnya. Ueda lalu menarik kerahku dan mendorongku ke samping. Mereka lalu pergi meninggalkanku.

Aku tersenyum puas, dalam hatiku tertawa, bisa-bisanya ada orang-orang bodoh seperti mereka yang dengan lugunya menceritakan kejahatan mereka kepada orang lain seperti itu adalah hal yang membanggakan. Aku berterimakasih kepada mereka karena kali ini aku tidak perlu susah payah menghabisi nyawa orang lain yang tidak ada kaitannya dengan kematian Takaki Anda.

***

Setelah bel pulang berbunyi aku segera merapikan tasku, bersiap-siap untuk pergi ke gudang.

"Oi, Reina! Pulanglah denganku hari ini!" kudengar Hitoshi benar-benar memanggilku pulang bersama.

"Eh?! Kenapa aku harus pulang denganmu? Kau temanku saja bukan." Protes Reina yang tidak suka dengan tingkah semena-mena Hitoshi.

"Siswa yang tadi, dia saat ini menungguku di gerbang sekolah, sangat menyebalkan. Dia pasti mau memastikan apa yang aku katakan tadi." Jelas Hitoshi sambil terus mendengus kesal.
"Ikuti saja apa maunya. Lagi pula ini masalahmu bukan masalahku, selesaikan sendiri." Jawabku seolah-olah aku tidak tahu ini akan terjadi.

"Ayolah, bantu aku sekali ini saja. Aku yakin orang itu hanya akan mengatakan hal-hal yang bodoh seperti cinta atau apalah, benar-benar menyebalkan. Bahkan dia tetap tidak menyerah setelah aku menolaknya, tolonglah Reina bantu aku kali ini saja." Kali ini Hitoshi menunjukkan wajah memelasnya kepadaku.

Bagus, semua berjalan sesuai rencanaku, mereka benar-benar menungguku di gerbang. Yah, kebetulan gudang tidak jauh dari gerbang sekolah, sehingga mereka menungguku disana. Setelah berbicara sedikit dengan Hitoshi aku pun pamit untuk ke toilet sebentar, walaupun sebenarnya aku ingin pergi ke gudang, kutinggalkan tasku untuk membuatnya yakin.

Saat aku berjalan di koridor sekolah, Yuki tiba-tiba muncul di sampingku. "Yippii... hari ini kita akan membunuh orang lagi, dan hari ini ada dua orang." Aku terkikik saat melihat dia mengatakannya, dia seperti anak-anak saat mengucapkan itu.

"Jadi, bagaimana kau akan melakukannya hari ini? Apakah mengulitinya? Atau mematahkan tulangnya? Atau menghamburkan isi perutnya? Atau mungkin-"

"Hentikanlah, kata-katamu itu menjijikkan," ucapku memotong perkataan Yuki. "Untuk kali ini, aku tidak ingin mengotori tanganku, aku punya caraku sendiri."

***

Saat aku tiba di gudang sekolah, kulihat mereka berdua sudah menungguku di dalam. Tangan Ueda masih saja memegang pisau lipatnya, dan Miyamoto saat ini menatapku kesal. Mereka lalu mendekatiku, seakan-akan mereka adalah dua ekor singa yang siap menerkamku. Lucu sekali saat melihat wajah sombong mereka yang seolah-olah aku takut pada mereka.

"Hahahahahah." Aku tertawa lepas saat mereka tepat berada di depanku, membuat mereka menatapku bingung.

"Hei, ayo katakanlah padaku, seberapa besar rasa suka kalian padanya, huh?" tanyaku pada mereka, kali ini aku tersenyum dengan seringaiku yang biasa aku tunjukkan saat aku ingin membunuh, seringaiku membuat mereka perlahan berjalan mundur.

"Te-tentu saja sangat besar, aku sangat mencintainya, dan dia harus menjadi milikku." Ungkap Miyamoto yang bagiku terdengar menjijikkan.

"Lalu, bagaiman kalau ada orang lain yang menyukainya?" tanyaku lagi.

"Aku akan membunuhnya!" Kata Miyamoto tegas.

"Walaupun itu sahabatmu?"

"Tentu saja!"

"Lalu, bagaimana denganmu, Ueda Ayano-san*?" aku lalu menatap Ueda yang saat ini terlihat gelagapan. "Kau juga menyukainya, kan?" tambahku.

"Ti-tidak mungkin... kau hanya ingin mengadu domba kami, 'kan?"

"Aku hanya mengatakan faktanya, lagi pula Ueda lebih cantik dibanding kau Miyamoto, kau terlalu jelek untuk seorang Taniguchi Hitoshi, dan juga Ueda kau pasti merasa lebih pintar, 'kan? Kau bisa saja memenangkan hati seorang Taniguchi Hitoshi, bukankah itu yang kau pikirkan selama ini?" kulihat Ueda menunduk, ia seperti memikirkan sesuatu.

"Bo-bohong, itu semua hanya bohong, 'kan? Kau adalah sahabatku, 'kan? Kau yang akan membantuku mendapatkan Taniguchi, 'kan? Jawab aku Ayano!" Miyamoto terlihat mulai tidak tenang dia bahkan sampai berteriak di depan sahabatnya itu.

"Aku lebih pintar darinya, aku juga lebih cantik darinya, akulah yang pantas mendapatkan Taniguchi, dia hanya kujadikan jembatan agar aku bisa lebih dekat dengan Taniguchi saja, cepat atau lambat aku harus mencari tahu cara untuk menyingkirkannya. Itulah yang sedang kau pikirkan, 'kan? Ueda Ayano-san?"

"Hentikan semua ini dasar-"

"Ya, semua itu benar, aku hanya memanfaatkanmu saja, tidak lebih." ucap Ueda pelan, memotong perkataan Miyamoto.

"Ti-tidak mungkin..."

"Menghabisi semua orang yang mendekati Taniguchi, katamu? JANGAN BERCANDA!! Selama ini yang selalu melakukannya adalah aku, akulah yang berpikir keras untuk menyelesaikan semuanya,"

"Dan kau? Kau hanya membayar untuk menutup mulut. Karena orang tuamu kaya? Dasar bodoh, kau itu tidak lebih dari orang kaya yang bisa di manfaatkan, Taniguchi tidak pantas untukmu."

Kulihat Miyamoto mulai terpancing, beberapa menit kemudian mereka saling adu mulut. Sangat menyenangkan saat melihat mereka seperti itu, tapi permainan sudah selesai, aku tidak ingin membuang waktuku lebih lama lagi.

"Yuki, kau tahu kan, apa yang harus kau lakukan?"

Yuki lalu mengangguk dan mengeluarkan dua buah pisau dengan mata yang tajam dari saku celananya. Yuki lalu meletakkan pisau itu ke dalam tas mereka masing-masing.

"Hei, maaf menganggu acara kalian, tapi aku ingin memberikan kalian sebuah hadiah." Kataku setengah berteriak agar mereka mendengarnya.

Mereka lalu menatapku, kulihat rambut mereka sudah acak-acakan karena saling menarik rambut. Telapak tangan Miyamoto terlihat terluka, mungkin karena sebelumnya Ueda mencoba menyerangnya memakai pisau lipatnya.

"Lihatlah ke dalam tas kalian, bukan hal yang spesial memang, tetapi itu bisa memuaskan amarah kalian." Mereka lalu melihat ke dalam tas.

Seperti dugaanku, mereka langysung mengambil pisau itu tanpa pikir panjang. Awalnya mereka hanya saling menggertak, tapi selanjutnya mereka sudah saling menikam satu sama lain.

Aku tidak bisa berhenti tertawa saat melihat mereka, mereka benar-benar menghiburku. Tidak kusangka semudah ini mengadu domba mereka.

"Reina, seseorang sedang memperhatikanmu dari luar gudang." Aku cukup terkejut mendengar ucapan Yuki.

Seseorang? Apa mungkin itu Hitoshi? Dengan cepat aku berlari keluar, aku berlagak seperti orang yang ketakutan.

Kulihat seorang siswa laki-laki yang memakai kacamata tengah berdiri di depanku. Aku tidak terlalu mengenal wajahnya, tapi jika tebakanku benar dia adalah pemuda yang selalu bersama Hitoshi. Aku tidak terlalu mengingatnya karena aura kehadirannya yang sangat tipis. Kali ini aku sangat berterimakasih pada Yuki karena dia yang lebih dulu menyadari kehadiran pemuda berkacamata itu.

Aku langsung berlari mendekatinya, kulihat sorot matanya tajam, entah kenapa tatapan itu bisa membuatku ngeri. Ketika aku sampai di depannya aku segera mengatakan kepadanya bahwa di dalam gudang ada yang sedang bertengkar menggunakan pisau, aku berpura-pura layaknya seorang saksi yang baru saja melihat sebuah pertengkaran.

Pemuda itu hanya diam. Tanpa membalas perkataanku dia langsung berjalan menuju ke arah gudang, meninggalkanku yang menatapnya dalam kebingungan. Apa aku berhasil membohonginya?

Setelah ia masuk ke dalam gudang, aku pun kembali ke kelas. Awalnya aku ingin berpura-pura pada Hitoshi kalau aku baru saja melihat dua orang yang bertengkar, tapi sialnya aku mendapati kalau Hitoshi sedang melihat foto-foto yang ada di dalam tasku. Aku segera merebutnya dan sedikit memarahinya.

Setelah itu kulihat dia hanya terus diam, begitupun saat pulang, dia terus diam. Saat di jalan aku berpapasan dengan mobil polisi dan ambulans, mereka menuju ke sekolahku. Mungkin saja pemuda yang tadi sengaja memanggil polisi dan ambulans karena kejadian di gudang tadi.

***

Malamnya aku bisa sedikit bernapas lega, namun aku masih merasa aneh dengan pemuda yang memakai kacamata tadi. Ia seperti sudah tahu apa yang kulakukan, dan tidak ada ekspresi panik atau semacamnya. Siapa dia sebenarnya?

Lamunanku dibuyarkan oleh nada dering ponselku, kulihat layarnya menunjukkan sebuah nomor yang tidak dikenal, dengan malas aku mengangkat panggilan itu.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" belum saja aku mengucapkan salam, suara dari ujung telepon sudah lebih dulu bertanya padaku.

"Maaf, tapi ini dengan siapa?"

"Maruyama Tetsuo, teman sekelasmu." Nama itu terasa tidak asing di telingaku. "Bagaimana perasaanmu setelah mengadu domba mereka?"

DEG-

Jantungku seakan mau copot saat orang bernama Maruyama Tetsuo bertanya seperti itu padaku. Sial, seseorang ternyata mengetahui kebenarannya. Aku pun berinisiatif untuk mengancamnya.

"Tetaplah diam, jika kau ingin selamat." Ancamku padanya.

"Datang ke ruang klub misteri besok saat istirahat, jika kau ingin aku tetap diam." Orang itu balik mengancam dan berhasil membuatku terpaku. Tanpa kusadari sambungan telepon sudah terputus.

Sial, siapa dia sebenarnya?

###

*-san : adalah sebuah panggilan honorifik Jepang yang sering digunakan kepada lawan bicara. Panggilan -san adalah panggilan yang Universal, jadi boleh atau biasa digunakan oleh kalangan tua, muda, cewek, cowok, dan siapapun. Panggilan -san boleh digunakan untuk memanggil secara sopan pada orang yang belum telalu dikenal.

*Senpai (せんぱい) : adalah kata dalam Bahasa Jepang yang artinya kakak kelas/senior.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro