Seseorang Dalam Bahaya
Hari ini adalah hari ketiga sejak Reina bergabung dengan klub misteri. Hari ini juga adalah hari dimana mereka akan membersihkan ruangan klub.
Saat ini Akio, Hitoshi, Hikari, dan Reina tengah menyusuri koridor sekolah untuk sampai ke ruangan klub.
"Mungkin akan sampai malam, apa kalian sudah meminta izin?" tanya Akio memastikan, dan dibalas anggukan oleh mereka bertiga.
"Ngomong-ngomong Tetsuo kemana?" tanya Hikari yang menyadari kalau Tetsuo saat ini tidak bersama mereka.
"Dia dan keluarganya ingin pergi ke rumah neneknya di Tokyo sebentar malam, jadi dia ke rumahnya dulu untuk merapikan bajunya. Katanya kalau sempat dia akan berkunjung." Jawab Hitoshi pada Hikari.
Hitoshi adalah sahabat dekat Tetsuo, dan dia adalah orang yang paling dipercaya oleh Tetsuo, atau mungkin satu-satunya. Jadi hanya Hitoshi lah yang diberi kabar oleh Tetsuo.
"Begitu ya, berarti besok dia tidak akan ke sekolah?" tanya Akio pada Hitoshi.
"Begitulah."
Setelah mereka semua sampai di depan pintu ruangan, Akio langsung mengambil kunci di saku celananya dan membuka pintu tersebut.
Sedetik kemudian matanya terbelalak saat melihat ke dalam ruangan itu, Reina yang menyadarinya segera menghampirinya. "Akio-senpai? Ada apa?"
Reina kemudian mencoba melihat ke dalam, ia ingin melihat apa yang membuat Akio terkejut.
"Mawar? Wuaah... indahnya." Reina merasa lega saat ia melihat itu bukan sebuah hal yang menakutkan, malahan sebaliknya. Itu adalah sebuket bunga mawar dengan tiga warna yang berbeda.
Dengan perasaan senang, Reina mendekati mawar itu, kemudian ia melihat sebuah catatan kecil yang terselip diantara mawar-mawar itu.
"Hanya untukmu, Takata Akio-san. Aku selalu memperhatikanmu sejak dulu, dan perlahan aku mulai mengagumimu. Malam ini, dan malam-malam lainnya, hanya kaulah yang aku pikirkan. Aku harap kau bisa memahami perasaanku ini."
"Senpai, ini bunga untukmu ternyata." Reina lalu memberikan bunga itu kepada Akio.
Entah kenapa Akio sama sekali tidak senang saat melihat bunga seindah itu. "Siapa yang menaruh bunga ini di meja?" tanya Akio pada ketiga anggota lainnya.
Hitoshi lalu mengangkat tangan, "aku yang menaruhnya."
"Apa kau tahu siapa pengirimnya, Hitoshi?"
"Tidak, tadi saat istirahat aku meminjam kunci dari Tetsuo untuk mengambil buku yang aku tinggal di ruangan ini, lalu aku melihat bunga itu di depan pintu. Saat kulihat, itu ternyata untukmu jadi kubawa ke dalam saja." Jelas Hitoshi pada Akio. Akio hanya diam menanggapinya.
"Ada apa dengan bunga itu?" tanya Hitoshi bingung saat melihat wajah Akio yang sama sekali tidak tersenyum saat mendapatkan bunga-bunga itu.
"E-eh... ti-tidak kok."
"Kenapa wajahmu seperti itu Senpai? Apa kau tidak suka mawar? Padahal itu sangat indah." Kali ini Hikari yang berbicara.
"Aku setuju dengan Hikari, mawar itu sangat indah." Ucap Reina menambahkan.
"Ti-tidak kok, aku senang. Yasudah, ayo bersihkan ruangan klub sekarang." Setelah Akio mengatakannya, mereka semua langsung membagi pekerjaan masing-masing.
Sekitar 30 menit kemudian, Tetsuo akhirnya datang juga, walaupun kehadirannya sama sekali tidak membantu karena dia hanya sibuk dengan komiknya.
Mereka selesai membersihkan ruangan klub saat waktu menunjukkan pukul 20:45. Ayah Tetsuo juga sudah menunggu di luar untuk menjemputnya. Mungkin tidak akan selama itu kalau mereka tidak menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.
"Baiklah, kalian sudah bisa pulang sekarang." Ucap Akio dengan senyuman khasnya.
"Reina, jika naik mobil sampai ke rumahmu kira-kira butuh waktu berapa menit?" tanya Akio memastikan.
"Aku pikir sekitar lima belas menit." Jawab Reina mengira-ngira waktunya, apartemennya memang cukup jauh.
"Tetsuo, kau antarlah Reina sampai kerumahnya. Hikari dan Hitoshi, kalian pulanglah bersama-sama. Tetsuo, Hitoshi, kalian harus pastikan mereka sampai di rumah mereka dengan selamat." Entah kenapa Akio tiba-tiba berubah jadi cerewet.
"Hmm..," Tetsuo hanya membalasnya dengan bergumam.
Saat Tetsuo mengalihkan pandangannya ke arah lain, tanpa sengaja ia melihat sebuah catatan kecil yang terselip di bawah kursi. Tetsuo lalu memungutnya dan mulai membacanya.
Itu adalah catatan yang ada di buket bunga kiriman dari penggemar Akio. Saat Akio ingin menyimpan bunga itu, catatannya malah tercecer dan terselip di bawah kursi.
Akio menyadari kalau Tetsuo sedang membaca catatan itu, dengan sigap Akio langsung merebutnya dan menyimpan catatan itu ke dalam saku celananya.
"Itu adalah catatan yang dikirim dengan buket bunga mawar dari penggemarnya Kak Akio." Jelas Hitoshi pada Tetsuo.
Tetsuo lalu menatap tajam ke arah Akio. "Kenapa kau menyembunyikannya?"
"E-eh... i-itu..,"
"Apa kau tidak menyadarinya? Kak Akio sedang malu saat ini." Kali ini Reina yang berbicara, diikuti anggukan oleh Hikari.
"Kau tidak perlu malu padaku." Kata Tetsuo sedikit kesal. Akio hanya tersenyum dengan memperlihatkan giginya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia benar-benar terlihat seperti orang yang sedang malu saat ini.
Setelah itu, Hitoshi dan Hikari pulang bersama dengan berjalan kaki. Reina diantar oleh Tetsuo dan Ayahnya dengan menaiki mobil keluarga Tetsuo.
"Bagaimana denganmu, Senpai? Mau pulang dengan kami?" ucap Tetsuo menawarkan tumpangan.
"Tidak perlu, aku masih ada sedikit urusan, kalian hati-hati di jalan ya." Tolak Akio halus.
***
Saat di perjalanan, Reina dan Tetsuo duduk di kursi belakang, dan ayah Tetsuo yang menyetir. Suasananya sangat canggung, ayah Tetsuo sibuk mengemudi, sedangkan Tetsuo hanya sibuk dengan gamenya.
"Apa kamu teman sekelasnya Tetsuo?" tanya Ayahnya Tetsuo pada Reina.
Akhirnya ada yang membuka pembicaraan duluan, membuat Reina menarik napas lega.
"Iya, saya Yamazaki Reina, teman sekelasnya Tetsuo." Jawab Reina sambil tersenyum.
"Apa Tetsuo sering menjahilimu?"
"Tidak, Tetsuo adalah anak yang baik di sekolah." Walaupun dalam hatinya berbeda dengan yang ia katakan, Reina tetap tersenyum.
Tetsuo lalu melirik Reina dengan sudut matanya, mulutnya lalu bergerak dan mengatakan sesuatu. Cukup untuk membuat Reina kesal. 'Pembohong.' Itulah yang Tetsuo katakan.
"Ngomong-ngomong apa yang membuat kalian pulang selarut ini?" tanya Ayah Tetsuo lagi.
"Kegiatan klub, kami membersihkan ruangannya, ruangannya sudah lama tidak dibersihkan." Jawab Reina memberitahu.
"Begitu ya... maaf ya kalau terlalu banyak bertanya padamu Yamazaki-san, habisnya kalau bertanya pada Tetsuo, rasanya akan sia-sia."
"Iya tidak apa-apa, malahan saya lebih senang jika dipanggil bicara seperti ini." Jawab Reina lagi.
Ia sempat merasa aneh dengan Tetsuo, bahkan ayahnya sendiri menganggap Tetsuo adalah anak yang dingin, mungkin karena itulah temannya hanya Hitoshi.
"Lalu bagaimana dengan kegiatan klubnya? Apa ada hal yang menyenangkan?"
"Banyak, kami hanya terus bermain sampai lupa waktu, kakak kelas kami juga mendapatkan sebuket bunga mawar hias yang sangat indah, yang membuat indah adalah warna-warnanya,"
"Jadi, warna apa saja itu?"
"Kalau tidak salah warnanya biru, merah muda, dan kuning. Masing-masing ada tujuh tangkai. Warna biru mudanya sangat indah, begitupun warna merah mudanya, aku sangat jarang melihat mawar dengan warna-warna seperti itu. Ya, walaupun itu hanya mawar hias."
Reina terus menjelaskannya panjang lebar, Ayah Tetsuo juga selalu bertanya apa saja yang mereka lakukan selama di sekolah.
Saat itu Reina seperti sudah melupakan siapa dirinya saat ini, sifatnya yang ceria mulai terlihat lagi, ia sangat senang bisa berbicara dengan Ayah Tetsuo yang baik hati. Bahkan Reina saat itu lebih terlihat seperti anak kandungnya dibanding Tetsuo sendiri.
15 menit kemudian akhirnya mereka sampai ke apartemen milik Reina. Setelah berpamitan, Reina pun masuk ke dalam apartemennya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Tiba-tiba Yuki muncul di hadapannya, membuat ia sedikit kaget.
"Kau kemana saja, aku tidak melihatmu sejak kemarin?" tanya Reina pada Yuki.
"Aku ada urusan sedikit,"—Yuki perlahan berjalan mendekati meja belajar milik Reina, lalu mendudukinya—"ngomong-ngomong Reina, kau mulai berubah lagi."
"Apa maksudmu? Berubah? Apa aku Power Ranger?"
"Lupakan saja... tapi yang harus kau ingat, kalau ingin tetap hidup kau harus berhasil mengalahkanku." Tatapan Yuki seketika berubah mengancam.
"Iya-iya... aku hanya perlu menghabisi pembunuh adikku, 'kan?" tanya Reina sedikit malas.
Yuki tidak membalasnya pertanyaannya, ia hanya tersenyum kepada Reina, senyuman yang tidak bisa diartikan.
"Ngomong-ngomong belakangan ini kau jarang sekali mempercepat kematian." Ucap Reina mengalihkan pembicaraan.
"Memangnya kenapa? Apa kau sudah ketagihan ingin menghabisi nyawa orang lain?"
"Hahah... tidak juga... ya, walaupun sedikit... hahaha..," Reina hanya tertawa menanggapinya.
"Aku sedang tidak ingin melakukannya sekarang. Kali ini jika aku melakukannya kau akan kesulitan, dan itu tidak menyenangkan. Lagi pula aku tidak tega padamu." Jawab Yuki sambil berpura-pura terlihat sedih.
"Ha? Apa maksudmu dengan tidak tega? Bukankah selama ini kau yang selalu tertawa saat melihatku kesulitan dengan kematian orang-orang terdekatku?" balas Reina tidak percaya.
"Haha... Benar juga, tapi untuk kali ini sedikit berbeda,"—Yuki kemudian mengangkat tubuhnya untuk melayang di udara—"Seseorang yang ada di sekitarmu tidak lama lagi akan mati, dan kalau aku mempercepat kematian temanmu yang ada sebelum kau melakukan reset, nanti kau akan kesusahan memilih mana yang akan kau urus lebih dulu, itu membuatku tidak tega, dan juga rasanya tidak akan menyenangkan, hahaha."
Setelah mengatakan itu Yuki langsung menghilang layaknya ditiup angin. Meninggalkan Reina yang saat ini terdiam mencerna perkataan Yuki.
'Apa itu berarti kematian seseorang akan datang dalam waktu dekat ini? Tapi siapa?'
***
Di sisi lain ada Tetsuo yang sudah di dalam kereta ke Tokyo. Untung saja apartemen Reina sangat dekat dengan stasiun kereta api, jadi mereka tidak perlu membuang waktu lagi untuk segera berangkat ke Tokyo.
Sesaat di dalam kereta Tetsuo merasa bosan dengan gamenya. Ia pun memilih untuk bersandar di kursi kereta, mencoba menenangkan dirinya.
Ingatannya kembali teringat pada kata-kata Reina saat berbicara dengan ayahnya, dan juga saat mereka bersama-sama membersihkan ruangan klub, walaupun dia hanya melihat saja.
Sedetik kemudian matanya terbuka lebar, ia teringat akan sesuatu, tingkah aneh Akio, catatan yang ia temukan, hal-hal yang diceritakan Reina. Tetsuo menyadari sesuatu.
Ia kemudian mengeluarkan ponselnya, di layarnya menunjukkan pukul 21:10. Ia lalu mencoba menghubungi nomor Hitoshi dan Hikari, tapi nomor mereka tidak aktif.
Ayahnya memperingatinya untuk tidak menelpon saat di dalam kereta, tapi ia tidak peduli lagi, nyawa seseorang saat ini jauh lebih berarti.
Tangannya terlihat gemetar saat memegang ponsel itu, bukan hanya tangannya, tapi seluruh tubuhnya. Ia sekali lagi mencoba menelpon seseorang, dan tersambung. Itu adalah nomor Reina.
"Mosh-"
"KEMBALI KE SEKOLAH SEKARANG!!!"
"Tetsuo?"
"CEPAT KEMBALI KE SEKOLAH SEKARANG!!! SEBELUM TERLAMBAT!!!"
"Apa maksudmu?"
"SENPAI DALAM BAHAYA, KAU HARUS KEMBALI KESANA SEKARANG!!!"
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro