Sendiri
"Dia adalah adikku, Erina."
Hitoshi tampak kaget saat mendengar ucapan Reina, tapi Tetsuo sepertinya biasa saja. Mungkin karena dia sudah mengetahui kalau anak kecil itu memiliki nama keluarga yang sama dengan Reina, dan anak itu juga berasal dari Tokyo.
"Bagaimana mungkin adikku menjadi korban mereka?"
"Entahlah..," jawab Tetsuo datar. "Kita akan tahu itu nanti," lanjutnya.
"Jadi, kita akan memulainya darimana?" tanya Hitoshi pada Tetsuo.
"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana, tapi ada baiknya untuk memulainya dari kasus yang dekat dengan kita." Tetsuo kemudian melihat foto-foto itu satu persatu.
Setelah mendapatkan foto yang ia cari, ia pun menunjukkannya kepada Reina dan Hitoshi. Itu adalah dua foto yang berbeda.
"Ini kan Takeda Eiji, mantan kepala sekolah yang dibunuh oleh murid yang menjadi korban pelecehannya... setidaknya itu berita yang kudapatkan tentang dia." Jelas Hitoshi sambil menunjuk foto seorang pria yang pernah menjadi kepala sekolah di sekolah mereka.
Foto yang satu lagi menunjukkan seorang murid cantik dengan senyumnya yang menawan, murid itu memakai seragam sekolah mereka.
"Uchida Saki, dialah murid yang menjadi tersangka pembunuhan sekaligus korban pelecehan dari Takada Eiji, dia membunuh Takada Eiji dengan alasan membela diri. Beberapa hari setelah itu Uchida Saki bunuh diri, banyak yang mengatakan kalau dia cukup tertekan karena kasus bully yang dialaminya semakin menjadi-jadi." Jelas Tetsuo menambahkan.
"Tapi, bagaimana mungkin mereka ada hubungannya dengan kasus narkoba itu," ucap Reina bingung, "dan juga adikku," gumamnya kemudian.
"Aku tidak tahu soal itu, yang pasti senpai pasti sudah mengetahuinya, dia sangat hebat dalam memecahkan kasus, bahkan para polisi selalu berharap padanya. Tapi entah kenapa pada kasus ini dia tidak bisa menyelesaikannya sampai akhir." Kata Tetsuo panjang lebar. Bahkan seseorang seperti Tetsuo bisa kagum dengan Akio.
"Dan sekarang, kita akan bersama-sama memecahkan kasus yang telah membuat orang sehebat Akio-senpai sampai merelakan nyawanya. Aku bersumpah tidak akan membuat kematiannya sia-sia." Tambah Tetsuo kali ini dengan sorot mata yang terlihat dipenuhi amarah.
Setelah membicarakan kasus yang akan mereka tangani, Reina pun meminta izin untuk pulang, sedangkan Tetsuo masih ingin di rumah Hitoshi, katanya ada hal penting yang ingin dibicarakannya dengan Hitoshi.
***
Besoknya, Tetsuo masih saja tidak masuk sekolah. Reina merasa ada yang aneh, apalagi saat mengingat kemarin Tetsuo terlihat baik-baik saja.
Saat Reina bertanya pada Hitoshi kenapa Tetsuo tidak masuk sekolah, Hitoshi malah diam seperti Hitoshi tidak ingin membicarakan itu.
Saat Reina ingin bertemu dengan Hikari, ia merasa tidak enak hati karena Hikari tampak sangat sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya, mungkin itu karena Hikari adalah siswa yang paling dipercaya para guru karena kepintarannya, jadi Reina tidak ingin mengganggunya.
Satu lagi yang membuat Reina tambah bingung, sahabat kecilnya, Momo. Belakangan ini seperti selalu menjauhinya. Rasanya sangat kesepian saat teman-teman yang paling dekat dengannya tidak mau berbicara dengannya lagi.
Saat jam makan siang, Reina memilih untuk duduk sendiri di taman sekolah. Benar-benar hari yang sangat tenang, bahkan Yuki pun tidak ada menemaninya.
Dalam ketenangan itu, seorang siswa perempuan kemudian menghampirinya. Reina tahu siapa orang itu dan dia sangat tidak menyukainya, karena orang itu adalah teman sekelas Hikari yang kemarin menindas Hikari.
"Selamat siang Yamazaki-san, apa kau sendirian saja?" orang itu kemudian duduk di samping Reina.
"Hmm," gumam Reina sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Namaku Yoshida Kyoya." Murid bernama Yoshida itu lalu menjulurkan tangannya untuk bersalaman, namun Reina dengan cepat langsung berdiri dan meninggalkannya.
Saat pulang sekolah, Yoshida masih saja menemui Reina, tapi Reina tetap mencoba sebisa mungkin menjauhinya.
Begitu juga keesokan harinya, Yoshida masih terus mendekati Reina, bahkan kali ini sampai menggandeng tangannya. Benar-benar membuat Reina resah.
Hal yang paling menyebalkan bagi Reina adalah kemunculan Yoshida di waktu yang tidak tepat, yaitu saat dimana Momo menjauhinya, Hitoshi tidak mau bicara padanya, Hikari sangat sibuk, dan Tetsuo tidak pernah hadir di sekolah.
Namun, ketika jam makan siang, Hitoshi tampaknya ingin membicarakan sesuatu kepada Reina, tapi saat dia melihat kehadiran Yoshida yang langsung menggandeng tangan Reina, Hitoshi langsung menjauh.
Hitoshi sangat tidak suka perempuan penindas itu dan orang-orang yang dekat dengan perempuan itu. Yoshida membuatnya semakin sulit untuk Reina, karena saat ini Hitoshi sudah menganggap Reina adalah bagian dari para penindas itu.
Saat bel pulang sudah berbunyi, wali kelas Reina menyuruh seisi kelas tetap duduk, hanya untuk mendengar suatu kabar yang mendadak. Mungkin bagi siswa lain itu tidak penting, tapi bagi Reina dan Hitoshi itu sangatlah penting. Kabar itu adalah murid bernama Maruyama Tetsuo mulai besok akan pindah ke Tokyo karena ayahnya yang dipindah tugaskan ke Tokyo.
Reina mulai paham kenapa Hitoshi tidak mau bicara dengannya waktu itu. Mungkin karena Tetsuo sudah membicarakannya lebih dulu pada Hitoshi dan Hitoshi tidak mau menerimanya. Kepindahan Tetsuo benar-benar suatu masalah besar bagi Reina.
***
Besoknya, dan besoknya lagi, Yoshida masih terus mendekati Reina, dan parahnya Hitoshi semakin benci padanya, bahkan Hitoshi selalu memaksa Hikari untuk menjauhi Reina, padahal Hikari adalah satu-satunya orang yang mau mendengarkan keluh kesah Reina.
Reina dan Hikari bisa bertemu hanya kalau tidak ada Hitoshi, dan itu pun sangat sebentar karena Hitoshi yang selalu mengekor pada Hikari. Mungkin karena Hitoshi sekarang sangat kesepian saat sahabatnya pindah ke luar kota.
Namun, hal yang paling parah bagi Reina adalah saat sahabatnya sejak kecil sekarang selalu menjauhinya. Berulangkali dia menegur Momo, tapi Momo mengabaikannya.
Reina sangat ingin bertanya langsung apa alasan Momo menjauhinya, karena Reina sangat tidak nyaman dengan sikap Momo yang seperti itu. Hari itu juga, Reina memutuskan untuk memaksa Momo berbicara dengannya, dengan cara apapun.
Saat Momo di kelasnya, Reina tiba-tiba datang dan menarik paksa tangan Momo. Momo terus memberontak tapi Reina lebih kuat darinya. Murid-murid lain bahkan mencoba membantu Momo, tapi semuanya sia-sia jika sudah berhadapan dengan Reina.
Reina terus menyeret Momo sampai ke gudang sekolah, dan melepaskan cengkraman tangannya saat mereka susah sampai di dalam gudang itu.
"Kenapa kau melakukan ini padaku, huh?!" bentak Reina.
"Menjauh dariku!" Momo balik membentak.
"Tapi apa salahku?!" tanya Reina tidak terima. Momo hanya diam, tidak membalasnya.
"Apa kau tahu yang kurasakan beberapa hari ini? Apa kau tahu bagaimana rasanya saat sahabatmu menjauhimu tiba-tiba?!"
"Maaf," air mata perlahan menetes dan membasahi wajah Momo. "Kau tidak salah, aku yang salah."
"Apa maksudmu?" tanya Reina yang bingung dengan sahabatnya itu.
"Reina, jauhi dia, jangan mendekatinya, kumohon, aku tidak ingin kau dalam bahaya." Momo mengatakannya sambil terus menangis.
"Tapi, aku tidak mengerti maksudmu..,"
"Aku... aku pindah ke sini untuk mencari tahu tentang kematian adikmu, dan aku menemukannya... aku menemukan pembunuh itu. Bahkan dia sudah mengakui semuanya padaku. Dia orang yang berbahaya Reina, jadi kumohon jauhi dia."
Reina terkejut mendengar ucapan Momo, "pembunuh Erina? Katakan padaku semuanya! Kumohon padamu, Momo." Reina memelas di depan Momo.
"Tapi..," Momo tampak ragu.
"Kau sahabatku, 'kan?"
"Baiklah..,"—Momo menarik napas dalam-dalam, untuk menenangkan dirinya—"kalau begitu, sebentar malam datanglah ke sekolah, aku akan menunjukkan padamu siapa dia sebenarnya, kau harus melihatnya dengan mata kepalamu sendiri."
"Ba-baiklah..,"
Itulah perjanjian yang dibuat antara Reina dan Momo. Namun, sayangnya mereka sama sekali tidak tahu tentang apa yang akan terjadi nanti.
***
Yuki saat ini sedang duduk santai di atas gudang. Yuki saat itu sedang tersenyum.
"Hiyashi Momo, sebelum reset terjadi dia akan meninggal di usia 19 tahun saat kepindahannya ke Osaka. Alasan dia pindah adalah ingin mencari tahu siapa pembunuh dari adik sahabatnya, tapi naasnya dia juga ikut menjadi korban. Dan itu akan terjadi lagi, malam ini." Yuki mengatakannya sambil tertawa kecil, seperti ada sebuah kebanggan besar dalam dirinya.
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro