Poker Face
Momo akhirnya mulai bersekolah di sekolah yang sama dengan Reina. Walaupun sebelumnya mereka harus berduka atas kematian Seika yang membuat mereka berdua sangat terpukul.
Reina telah bersumpah, dia akan membunuh kelima pria itu, bagaimanapun caranya. Sayangnya, Reina tidak mengetahui dimana tempat persembunyian mereka, ia harus bersabar sedikit lagi untuk membalaskan dendamnya.
Bel pulang hari itu sudah berbunyi, Reina menyempatkan diri untuk menjemput Momo di kelas 1-5 yang merupakan kelas tempat Momo belajar. Sudah satu minggu sejak Momo bersekolah di sekolah itu, Reina pun ingin segera memperkenalkan Momo dengan Nakano dan yang lainnya.
"Kita akan pergi ke mana kali ini?" tanya Momo pada Reina.
"Bagaimana kalau ke ruangan klubku?" saran Reina.
"Klub? Memangnya kau bergabung di klub apa?"
"Klub misteri." Jawab Reina singkat.
"EH?! Sejak kapan kau tertarik dengan hal seperti itu?" tanya Momo kaget.
"Agak sedikit sulit untuk menjelaskannya..," jawab Reina sambil tertawa hambar.
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka sampai di depan ruangan klub misteri. Ketika Reina membuka pintunya, Hikati, Hitoshi, dan Tetsuo terlihat sangat sibuk.
Hikari terlihat sedang sibuk dengan komputer, di sampingnya ada Hitoshi yang sibuk dengan tumpukkan koran. Di sisi lain ada Tetsuo yang tengah duduk di sofa, kali ini ia tidak membaca komik, atau pun bermain game, melainkan sedang membaca lembaran-lembaran kertas, ia tampak sangat serius.
"Sepertinya kalian sedang banyak kerjaan ya." ucap Momo pelan.
Momo kemudian melihat ke arah Reina yang saat ini terpaku di tempat ia berdiri, mulutnya menganga tidak percaya saat melihat anggota klub itu sibuk. Saat ini Reina sedang meyakinkan dirinya kalau yang ada di depannya sekarang bukanlah mimpi.
"Reina, ya?" sapa Hikari yang menyadari kedatangan Reina. Hikari pun meninggalkan komputer dan langsung berjalan mendekati Reina.
"Kau kemana saja? Kau tidak tahu kalau kita lagi banyak kerjaan?" tanya Hitoshi dingin.
"Reina, kau seklub dengan orang-orang tampan ya..," bisik Momo.
"Tch, akan lebih sempurna kalau sifat mereka seperti wajah mereka," gumam Reina.
"Reina dan..," ucap Hikari ketika sudah di depan Reina dan Momo.
"Hiyashi Momo, sahabatku saat masih SMP di Tokyo. Seminggu yang lalu Momo baru saja pindah ke sini.” Jelas Reina pada Hikari.
"Hiyashi Momo." Kata Momo sambil menjulurkan tangannya pada Hikari.
"Nakano Hikari, kau bisa memanggilku Hikari." Ucap Hikari sambil berjabat tangan dengan Momo. "Kalian berdua masuklah!" ajak Hikari.
Reina kemudian menutup pintu dan berjalan mendekati Tetsuo yang seperti tidak peduli dengan kedatangannya.
"Tidak bisanya, ada kasus penting?" tanya Reina yang sedari tadi bingung melihat semua orang di dalam klub yang biasanya santai itu sekarang mendadak sibuk.
"Salah satu siswa perempuan di sekolah kita semalam diculik." Jelas Hitoshi singkat.
"Diculik?" tanya Reina lagi.
"Apa kau pernah melihat kasus penculikan terhadap remaja perempuan yang belakangan ini sering terjadi?" Reina dan Momo terdiam saat mendengar pertanyaan Hikari. Tentu saja mereka tahu, karena teman mereka adalah korban pembunuhan dari kelompok itu.
"Kenapa ekspresi kalian seperti itu?" kali ini Tetsuo yang bertanya dengan suara datarnya.
Masih tidak ada jawaban dari keduanya.
"Oh, jadi begitu... kalian temannya Kimura Seika, ya?" pertanyaan Tetsuo berhasil membuat rahang Reina dan Momo mengeras.
"Tetsuo..," ucap Hikari memperingati Tetsuo untuk tidak melanjutkan perkataannya yang mungkin bisa membuat Reina dan Momo marah.
"Dari mana kau mengetahuinya?" kali ini Momo yang bertanya.
"Aku hanya mendengarnya dari Ayahku, katanya ada tiga korban, dua dari mereka selamat tanpa luka, dan yang satunya tidak bisa diselamatkan. Aku turut berduka." Jelas Tetsuo sambil terus membaca kertas-kertas di depannya.
"Tenang saja, mereka akan tetap ditangkap, kalian pulanglah! Kasus ini tidak baik untuk kalian." Saran Hitoshi pada Reina dan Momo, ia merasa tidak enak jika mereka berdua tetap ada di ruangan itu, pasalnya mereka berdua juga termasuk korban.
"Aku bisa membantu!" kata Reina bersungguh-sungguh.
"Apa kau yakin?" tanya Hitoshi memastikan.
"Tentu saja!"
"Baiklah, Hikari, kau antarlah Hiyashi-san sampai ke gerbang depan." Pinta Hitoshi pada Hikari, dan langsung disetujui oleh Hikari.
Setelah Hikari dan Momo keluar, Reina segera mendekati Hitoshi untuk bertanya apa yang bisa ia kerjakan. "Apa yang bisa kulakukan?"
"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Tetsuo tiba-tiba, membuat Hitoshi dan Reina memandangnya bingung.
"Apa maksudmu, Tetsuo?" tanya Hitoshi meminta penjelasan.
"Aku bertanya padamu, Yamazaki-san." Tetsuo lalu menatap Reina dengan sudut matanya.
"A-aku... aku melihat dengan mata kepalaku apa yang mereka lakukan padanya, jadi yang kuinginkan sekarang hanyalah mereka mendapatkan balasan yang setimpal." Jawab Reina sambil menunduk, kedua tangannya mengepal, ia sangat marah jika mengingat kejadian pada malam itu.
"Aku tidak mengerti dengan percakapan kalian." Ucap Hitoshi mencairkan suasana. "Reina, kau pernah menjadi korbannya, ‘kan? Apa kau ingat penampilan para penculik itu?" Reina hanya mengangguk mendengar pertanyaan Hitoshi.
"Kalau begitu kau jelaskan apa yang kau ingat pada Tetsuo. Tetsuo, kumpulkan beberapa informasi dari apa yang akan dijelaskan Reina."
Hitoshi kali ini seperti pemimpin yang sebenarnya. Itu hal yang wajar, karena setelah kematian Akio, Hitoshi lah yang menggantikan jabatan Akio sebagai ketua klub.
***
Hari sudah mulai gelap, Hikari sudah pulang lebih dulu, ia pulang bersama Rui. Rui memang memiliki wajah yang terlalu feminim untuk laki-laki, tapi dia cukup hebat dalam berkelahi, jadi mereka menyerahkan keselamatan Hikari padanya. Lagi pula Hikari dan Rui adalah sahabat dekat sejak mereka kecil, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Hitoshi sudah menyuruh Reina untuk pulang bersama mereka, tapi ia terus menolaknya, Reina juga ingin menyelesaikan kasus ini dengan tangannya sendiri.
Menurut informasi yang mereka dapatkan, dalam kelompok itu berjumlah lima orang, kelima-limanya pria bertubuh besar, mereka ternyata sering berpindah tempat, walaupun hanya di sekitar Osaka.
Kali ini, kelompok itu memilih daerah di sekitar sekolah-sekolah SMA, kelompok itu berniat untuk menculik para siswa perempuan atau para wanita yang pulang larut malam.
Tidak jauh dari sekolah, ada sebuah gedung tua yang sudah tidak terpakai. Di gedung itulah mereka akan melakukan aksi mereka, setidaknya itulah yang bisa Hitoshi dan Tetsuo simpulkan.
Reina mungkin merasa tidak terlalu banyak membantu, ia hanya memberikan informasi sebisanya, tapi bagi Tetsuo dan Hitoshi itu adalah informasi yang sangat penting.
Tujuan Reina sebenarnya ikut membantu Hitoshi dan Tetsuo adalah dia ingin tahu dimana kelompok penculik itu akan muncul, karena dia ingin membalaskan kematian Seika, ya itu adalah tujuan tersembunyinya.
Setelah semua informasi yang ia butuhkan sudah ia dapat, Reina pun meminta izin untuk pulang. Ia tidak ingin berlama-lama lagi, ia sudah tidak sabar untuk membunuh pria-pria biadab itu.
Selepas Reina pergi, Tetsuo dan Hitoshi masih ada di dalam sekolah, mereka tengah memperhatikan Reina yang berjalan sendiri di halaman sekolah mereka yang luas dari jendela ruangan klub mereka. Tetsuo tidak melepaskan pandangannya pada Reina sampai Reina keluar dari gerbang sekolah.
Hitoshi merasa ada yang aneh, tatapan Tetsuo tidak sepenuhnya mengarah kepada Reina. Seperti ada hal lain di sekitar Reina yang menarik perhatian sahabatnya itu.
"Apa yang kau lihat?"
"Bukan apa-apa." Jawab Tetsuo singkat.
"Malam ini, ‘kan? Apa tujuanmu melakukan ini semua?" tanya Hitoshi lagi.
"Hmm... kau akan tahu saat melihatnya sendiri."
"Tidak bisakah kau jelaskan sekarang saja?"
"Aku tidak tahu cara menjelaskannya padamu." jawab Tetsuo pada Hitoshi
"Hft... untung saja aku orang yang sabar."
Tetsuo hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan sahabatnya itu.
Di sisi lain ada Reina yang sedang berbicara dengan Yuki. Reina memilih untuk pergi ke gedung tua itu malam ini juga, untuk apa lagi kalau bukan ingin membunuh kelima pria itu.
"Kau sudah tahu apa yang akan kau lakukan, Reina?" tanya Yuki memastikan.
"Tentu saja, aku ingin memberikan mimpi buruk pada mereka." Seringai menakutkan kembali terlihat di wajah Reina.
"Baguslah kalau begitu." Yuki kemudian menghilang, sedetik kemudian ia sudah berada di samping kanan Reina. "Ngomong-ngomong soal temanmu itu."
"Siapa?" tanya Reina bingung.
"Yang pakai kacamata itu."
"Ada apa dengan dia?"
"Dia anak yang unik... sekaligus menakutkan."
"Kau juga menyadarinya?" tanya Reina yang sependapat dengan Yuki.
Jika dilihat sekilas, Tetsuo hanyalah seorang introvert yang selalu menghabiskan waktunya dengan membaca komik atau pun bermain game. Tetsuo selalu menyendiri karena dia tidak terlalu suka keramaian. Dia hanya berbicara jika itu menurutnya penting. Dia juga tidak ingin dikenali teman sekelasnya, bahkan Reina sering tidak menyadari kehadiran Tetsuo jika bukan karena Hitoshi yang selalu bersamanya.
Namun, uniknya cara Tetsuo berpikir berbeda dengan orang lain, dia selalu memperhatikan keadaan di sekelilingnya dengan lebih teliti. Setiap waktu tatapannya penuh dengan kecurigaan, dia hampir tidak bisa mempercayai semua orang di sekitarnya, tentu saja itu tidak termasuk Hitoshi.
Tetsuo cukup hebat dalam mengetahui suasana hati seseorang, tapi tidak ada satu pun yang bisa mengetahui suasana hatinya. Tatapannya selalu datar, terlalu sulit untuk di tebak, seperti poker face.
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro